Senin, 18 Mei 2015

novel: "Ada UFO di Desakku"


Sebuah Novel Remaja

Ada UFO di DESAKU


Penulis :
HANDOKO
Toko Fajar
Aspol Kolombo 6c
Jl. Ikan Mujaer 8F
Perak barat – Surabaya 60177
Telp. (031) 3538216
HP. 085850282428
HP. 088801446445


RINGKASAN CERITA

Lintang tercengang melihat berita ada pesawat UFO berada di Indonesia bahkan neneknya melihatnya dan sempat diwawancarai di televisi. Lintang penasaran dan ingin menanyakan pada neneknya dan kebetulan Lintang sedang akan berlibur didesa di Kediri.
Sesampainya di Kediri Lintang bertemu sama cowok yang dicintainya selama ini bernama Tiko. Tapi selalu saja Andaru mengganggunya karena dia yang mencintai Lintang.
Saat malam hari bersama penduduk desa bergadang menunggu kedatangan pesawat UFO di lapangan sekolah di desa, Lintang juga diganggu kedatangan Andaru. Untung saja ada Yu Ponirah yang menemaninya. Padahal Yu Ponirah malam itu sedang mengejar-ngerjar Paklek Kresno tapi malah menolaknya karena masih ada hubungan saudara.
Paginya Lintang ke pasar dan bertemu Alit, gadis kecil yang mencuri perhatian Lintang. Siangnya Lintang pergi ke counter handphone ayahnya Andaru untuk menemui Tiko. Mereka ngobrol sampe sore. 
Malamnya Lintang nggak berangkat ngaji karena ingin melihat atraksi Tiko di Tong Setan.
Saat pulang tengah malam dari tempat Hiburan Rakyat, musibah itu terjadi. Lintang diculik pesawat UFO bersama beberapa orang lainnya. Dia disekap bersama enam orang lainnya pada ruangan kaca. Mereka adalah Andaru, pak haji Imam, yu Rah, paklek Kres, mas Gogor, dan si kecil Alit. 
Mereka disekap makhluk Alien. Orang-orang itu melakuka perlawanan karena tidak ingin dimutilasi. Yang lucu para Alien takut pada permen gulali yang dibawa Alit. Lintang lalu memasukkan jamu pada saluran bahan bakar. Sehingga pesawat UFO tak terkendali dan jatuh ke bumi. Seisi awak pesawat jadi selamat karena dilindungi bola elektromagnetik. Sehingga selamat sampai ke bumi. 
Ternyata mereka jatuh di padang White Sand, New Mexico. Mereka pun tenar karena diwawancara oleh stasiun televisi Amerika dan masuk majalah juga. 
Sesampainya di Jakarta mereka disambut Menteri Luar Negeri. Mereka mendapat perlakuan istimewa bersama keluarganya juga. Andaru disambut Bunga Irawan dan Permadi Setiawan. Sedangkan Lintang disambut Tiko yang akhirnya mengikuti lomba balap motor di sirkuit Sentul. Lintang sedikit cemburu kalau Andaru pacaran dengan Bunga. Tapi akhirnya Lintang tidak peduli. Dia bahkan ingin diculik pesawat UFO lagi tapi kali ini berdua saja sama Tiko. Nanti disana ngapain aja ya?




PROFIL TOKOH DALAM NOVEL

LINTANG
Gadis kelas tiga SMA. Tinggal dan sekolah di Malang. Sifatnya centil dan kekanak-kanakan. Punya cowok pujaan di desa Kediri bernama Tiko. Meskipun dia ditaksir cowok bernama Andaru di desa Kediri tapi dia sama sekali tidak menyukainya bahkan cenderung membencinya.

TIKO atau KARTIKO
Cowok lulusan SMA yang tinggal di desa Kediri berprofesi sebagai pembalap atraksi Tong Setan pada pagelaran Hiburan Rakyat di Kediri. Selain itu dia juga bekerja sebagai penjaga counter handphone di toko ayahnya Andaru. Lintang cinta mati sama dia. 

ANDARU
Cowok kuliah di STAN Jakarta dan seorang anak lurah di desa Kediri. Menaruh hati pada Lintang tapi gadis itu sepertinya malah membencinya.

IBU LINTANG
Wanita 35 tahun. Seorang ibu rumah tangga yang sukanya membuat ramuan jamu untuk Lintang.

AYAH LINTANG
Pria 40 tahun. Bekerja sebagai peneliti pertanian di salah satu kantor pertanian di Malang. Sayang pada Lintang.

DEDE adik Lintang
Cowok kelas dua SMP adik Lintang. Bandel dan suka menggoda Lintang. Punya hobi main volly.

EYANG PUTRI LINTANG
Nenek 60 tahun tinggal di Kediri. Sayang pada Lintang dan ibunya.

MAS GOGOR
Pria 30 tahun sebagai pemotong rumput untuk makan sapi di rumah eyang putri Lintang. Pernah membunuh preman di desa itu dengan cluritnya. Semua penduduk curiga kalau dia akan membunuh lagi. Lintang pun juga curiga tapi eyang putrinya tidak dan malah diberi pekerjaan.

YU PONIRAH atau YU RAH
Wanita berumur 30 tahun. Tukang jamu di desa Kediri yang jamunya mahal tapi bermutu. Akrap dengan Lintang. Cinta mati sama paklek Kresno tapi ditolaknya.

PAKLEK KRESNO atau PAKLEK KRES
Pria berumur 45 tahun. Sehitam wayang Krisna. Wajahnya mirip Jane Claude Van Damme. Dia menjual kue Intip beras di desa Kediri. Yu Rah cinta padanya tapi dia menolak karena katanya masih ada hubungan saudara. Pekerjaan sambilannya sebagai tukang pijit laki-laki. Hiii... jeruk minum jeruk.

PAK HAJI IMAM
Pria berumur 50 tahun. Pak haji penghimpun remaja masjid. Rajin di masjid.

ALIT
Gadis kecil berumur 3 tahun di desa Kediri yang bikin Lintang gemes dan suka padanya.




Kupersembahkan pada almarhum Bapakku. 
Dan Ibuku yang setia menemani Bapakku 
hingga akhir hayat Bapakku.

Thanks juga untuk O’ok, Titin, mbak Yuyun, dan 
mas Lukman yang mau meminjamkan komputer 
dan priternya untuk proses novel ini.

Juga untuk calon jagoanku yaitu keempat keponakannku: 
Firmansyah, Rafli, Safira, dan Fariz.




Surga adalah langit. Sedangkan neraka adalah jurang.
Aku tidak mau membuang waktuku untuk 
menghabiskannya tersenyum sepanjang hari melihat langit.
Aku tidak akan terbang ke langit atau terjun ke jurang. 
Yang aku inginkan adalah tetap berdiri di atas tanah dan airku saja.

HANDOKO

Prolog
(cover belakang)

Ada pesawat UFO di desa? Kedengarannya lucu. Mana ada pesawat UFO di Indonesia. Pesawat UFO hanya ada di benua Amerika saja. Jangankan di pelosok desa. Orang-orang di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya saja yang punya peralatan lengkap pengawasan luar angkasa jarang melihat keberadaan pesawat UFO. 
Tapi kali ini benar-benar terjadi dan ada di salah satu desa di kabupaten Kediri. Lintang nggak percaya. Dia ingin membuktikannya dengan datang ke rumah eyang putrinya itu dan melek semalaman. Tapi dia tidak melihat sendiri pesawat UFO itu. Padahal sudah ada beberapa saksi mata melihatnya pada malam hari sebelumnya di sana.
Selesai nonton dari pasar malam, Lintang pulang dengan orang-orang desa. Tak disangka ada pesawat UFO lalu menawan Lintang dan orang desa lainnya. Lalu bagaimana petualangan Lintang  di pesawat UFO bersama orang-orang udik? Berhasilkah dia membebaskan diri atau akhirnya hidup di alam dimensi para Alien?

I

Rasanya sebal sekali kalau Lintang musti bertandan ke rumah ibu Yuni. Bagaimana tidak. Setiap bertemu orang, ada saja yang diceritakan oleh ibu Yuni. Entah berita terbaru artis di infotainmen atau tentang anaknya yang selalu serba super. Rafli anak satu-satunya yang sebenarnya biasa-biasa saja, selalu dibilang super pintar, super dalam bidang olahraga dan seni. Padahal tak satupun piala atau penghargaan menghiasi rumahnya. Jadi apanya yang super? Ibu Yuni selalu melebih-lebihkan anaknya. 
Sifat ibu Yuni sangat jauh berbeda dengan ibunya Lintang. Sejak Lintang masuk sekolah taman kanak-kanak, ibunya nggak pernah peduli dengan prestasi anaknya di sekolah. Saat Lintang belajar menggambar, ibunya selalu mencela, ”Mengapa sawahnya berwarna biru? Dan kenapa rumahnya berkaca sehingga perabotan di dalam rumahnya kelihatan?” Seorang anak kan lumrah waktu kecil menggambar rumah yang kelihatan kursi, meja, dan lampu dari luar. Seharusnya kan seorang ibu menuntun anaknya. Ibu Lintang nggak pernah peduli, dia pikir seorang anak akan berkembang dengan sendirinya. 
Tapi Lintang menikmati hidupnya tanpa dituntun terus-terusan. Dan itu akan membuatnya mandiri dan tidak tergantung terus sama orang tua. Daripada Rafli yang setiap mengalami kesulitan kecil selalu minta tolong pada ibunya. Sehingga Rafli sangat manja sekali. Rafli baru bisa memakai seragam sekolahnya sendiri setelah dia kelas 5 SD. Dan setiap kali kursus menggambar, selalu diantarjemput sampai dia lulus SMP. Rafli mengikuti banyak kursus. Entah itu kursus menggambar, menyanyi, main piano, dan sepak bola. Sedangkan Lintang sendiri hanya kursus privat oleh ibunya sendiri tentang experimen dari rempah-rempah dan daun-daunan untuk diolah menjadi obat tradisional. 
Pernah Lintang sakit panu di wajahnya dan ibu Lintang mengoleskannya dengan laos dan garam. Ketika laos yang ujungnya dikupas dan diberi garam ditempelkan ke wajah Lintang yang panuan, dia langsung menjerit sekuatnya sehingga para tetangga berdatangan karena dikira ada rampok di rumahnya. Alhasil wajah Lintang pun jadi gosong duluan meskipun akhirnya sembuh. Bukan cuma itu. Setiap pagi dan sore hari Lintang musti minum teh pahit dengan perasan jeruk nipis. Alasannya supaya langsing. Waktu SD, Lintang berbadan teramat sangat gemuk dan mirip badan Tina Toon. Namun setelah duduk di bangku SMP, Lintang jadi langsing dan kelihatan lebih cantik.
Kini saat duduk di bangku SMA, semua teman sekelas memanggilnya Nola. Karena Lintang mirip dengan salah satu personil AB Three itu. Mungkin semua temannya berlebihan. Karena Nola berbadan lebih proporsional. Sedangkan Lintang sekarang teramat sangat kurus karena kebanyakan minum ramuan olahan ibunya. Lebih tepatnya Lintang mirip dengan tokoh Violet dalam film animasi tiga dimensi The Incredible. 
Hari ini setelah Lintang ngomong mau liburan semester ke rumah eyang putrinya di Kediri, ibu Lintang mau berexperimen lagi dengan menyuruh Lintang meminta beberapa siung bawang merah dan jahe ke rumah ibu Yuni. 
Lintang masuk ke pekarangan rumah ibu Yuni. Dilihatnya ibu Yuni sedang ngobrol dengan ibu Titin. Setiap hari ibu Yuni selalu sibuk dengan tanaman untuk keperluan dapur. Bahkan bisa dibilang apotik hidup.  Karena semua jenis tanaman tersedia di sana. Mungkin penjual sayuran tidak akan laku bila berjualan di komplek situ. Karena ibu Yuni selalu membuka luas pagar rumahnya untuk warga yang membutuhkannya secara gratis. Makanya mau tak mau Lintang hanya bisa mendapatkan kebutuhan experimen ramuan ibunya di rumah ibu Yuni. Rasanya klop ketika ibu Lintang pertama kali pindah dan ternyata bertetangga dengan ibu Yuni yang punya tanaman serba ada di pekarangannya. Ibu Lintang bisa berexperimen kapan saja.
Saat Lintang datang, ibu Yuni tetap asik ngobrol dengan ibu Titin. Kala itu ibu Yuni sedang menceritakan tentang anak supernya. Lintang memilih menunggu agak jauh supaya ibu Yuni tidak banyak pamer tentang kegiatan Rafli di sekolah. 
Setelah itu mungkin Lintang sudah berdiri lebih dari lima menit. Dari kening wajahnya mulai mengalir air keringat karena cuaca saat itu memang panas. Tak seperti biasanya, kota Malang dimana  Lintang tinggal itu terkenal sangat dingin. Tapi entah kenapa, mentari saat itu lebih terik dan menyengat kulit Lintang. Sehingga dia terlihat mirip udang rebus yang siap disantap. Lintang sedikit cuek. Dia mengalihkan perhatian dengan melihat tanaman di situ. Tapi dia kemudian mencoba nguping ketika ibu Yuni bercerita tentang pesawat UFO. Tahayul, pikir Lintang sambil mendengus. Meskipun ibu Yuni bercerita sampai mendetil, Lintang tetap tidak percaya kalau pesawat UFO itu ada. Menurutnya pesawat UFO adalah benda rekaan orang Amerika. Walaupun sering dilihat di film dokumenter produksi Amerika, tapi itu kemungkinan hanya rekayasa film atau foto. Bukankah orang Amerika terutama di Hollywood pandai membuat film luar angkasa seperti film The Extra Terrestrial (E.T.) dan Star Wars. 
Nggak usah jauh-jauh deh. Teman Lintang sekelas di SMA yang bernama Fariz bisa membuat foto dirinya berada di depan pesawat UFO yang sedang parkir di tengah padang Roswell di New Mexico. Lintang pun sering otak-atik fotonya di komputer dengan menggunakan program Photoshop. Dia bisa berdiri di depan menara Eiffel atau akrobat menari balet dengan satu kaki di pucuk obor patung Liberty. Tapi tentunya buatan Lintang tidak sebagus buatan Fariz yang bisa memberi efek cahaya dan bayangan.
Ketika ibu Yuni bercerita bahwa pesawat UFO ada di Indonesia, Lintang mulai berusaha untuk nguping. Apalagi ibu Yuni bilang bahwa ada saksi mata dari desa di Kediri melihat langsung keberadaan benda luar angkasa itu. Kediri?! Bukankah itu tempat yang akan dijadikan Lintang untuk menghabiskan liburan semesternya. Dan itu tempat ibu dan eyang putrinya dilahirkan. Lintang langsung mendekati ibu Yuni.
“Apa benar pesawat UFO ada di Kediri?” tanya Lintang penasaran pada ibu Yuni. 
“Benar,” jawab ibu Yuni singkat.
“Ibu tau dari mana?” tanya Lintang lagi.
“Kan di televisi sering disiarkan. Dan itu berita paling hangat sekarang,” ucap ibu Yuni berapi-api.
Tapi Lintang setelah mendengarnya malah membisu dan sepertinya dia mulai berpikir. Apa hal seperti itu patut dipercaya sebelum ada bukti autentiknya? 
Ibu Yuni yang sedang memerhatikan Lintang kemudian mengernyitkan keningnya melihat wajah Lintang yang sibuk berpikir. Jangan-jangan anak itu akan berfantasi menjadi manusia super seperti Sailor Moon atau Wonder Woman yang menaiki pesawat transparan dan membasmi pesawat ruang angkasa dengan rudal yang keluar dari lonceng emas mungil.
“Apa yang sedang kamu pikirkan, Lintang?” tanya ibu Yuni sambil melambaikan telapak tangannya di depan wajah Lintang. 
Lintang pun sadar.
“Ah, enggak,” ucapnya sambil tersenyum. 
“Oh iya, ada perlu apa ke rumah ibu? Apa kamu memerlukan sesuatu?” tanya ibu Yuni.
“Eh, anu. Ibu saya mau minta bawang merah sama jahe,” jelas Lintang.
“Hmm, bawang merah dan jahe, ya?” ibu Yuni menggumam dan kemudian mencari dan akhirnya mencabut tanaman bawang merah dan jahe lalu menyerahkannya pada Lintang lengkap dengan daunnya. “Apa ini cukup?”
“Cukup. Cukup sekali, bu. Bahkan kebanyakan. Terima kasih,” Lintang kemudian membalikkan badannya dan keluar dari pekarangan rumah ibu Yuni. 
Ibu Yuni jadi cemas, “Saya takut berita tentang pesawat UFO akan berakibat buruk bagi anak-anak. Mereka serasa dihantui makhluk ruang angkasa yang siap menyerang bumi,” cerita ibu Yuni pada ibu Titin. Dan ibu Titin pun cuma mengangguk saja.
Lintang terus saja berpikir. Jiwa remaja memang labil. Kemungkinan mereka akan berhalusinasi dan berfantasi sesudah mendengar berita atau melihat film di televisi. Lintang pun mungkin demikian. Dia membuka pintu pagar rumahnya dan masuk. Sesekali dilihatnya langit di angkasa yang saat itu seputih vanilla. 
Apa benar pesawat UFO itu ada? Ataukah ada makhluk lain selain manusia di angkasa sana? Bagaimana bentuknya? Ataukah seperti belalang besar atau kumbang raksasa persis yang digambarkan dalam film Starship Troopers? Berjuta pertanyaan menghinggapi kepala Lintang. 
Matahari sudah tepat di atas ubun-ubun. Angin sedikit mengguncangkan kelopak daun di pucuk-pucuk pohon mangga di pekarangan rumah Lintang. Tapi entah mengapa tiba-tiba datang angin kencang dan terdengar suara gemuruh seperti suara pesawat UFO yang hendak mendarat. Lintang ketakutan. Dia mulai membayangkan yang enggak-enggak kalau ada pesawat UFO hendak mendarat di atas rumahnya. Dia segera berlari masuk ke dalam rumah. Dia masuk ke ruang tamu dan pintu dibantingnya dengan keras. Lintang menghela napas sebentar. Tapi suara itu masih tetap ada. Dia segera melangkah dengan cepat menuju ke ruang  tengah. Tapi betapa kagetnya ketika ada makhluk Alien kecil di depan matanya. Lintang menjerit dengan keras sekuat tenaga. Dia berdiri terpaku dan seakan kakinya berat untuk beranjak. Tak lama dia mendengar suara tawa yang sepertinya dia kenal. Makhluk Alien itu membuka topengnya dan terlihat wajah tertawa mengejek yang membuatnya jengkel.
“Dede!!” teriak Lintang. 
Makhluk Alien itu ternyata adalah Dede adiknya sendiri. Segera dia lempar Dede dengan jahe dan bawang merah yang ada di tangannya. Dede kemudian melepas jubah hitam yang menutupi dirinya dan berlari menghindarinya.
Anehnya yang membuat Lintang bingung mengapa suara pesawat UFO itu masih ada. Setelah dia selidiki ternyata suara itu berasal dari televisi yang menyiarkan berita tentang pesawat UFO yang diperkirakan ada di Indonesia.
Lintang segera duduk bersila di depan televisi untuk mendapatkan informasi lebih banyak tentang pesawat UFO itu. Dari televisi diberitahukan lokasi mana saja yang didatangi pesawat UFO di Indonesia. Di layar televisi terdapat peta dan ditandai lingkaran biru dimana pesawat UFO diperkirakan ada. Daerah yang diberi tanda itu adalah Yogyakarta, Bandung, Palembang, Banjarmasin, Papua, dan Kediri. Masing-masing dari daerah itu ada beberapa saksi mata yang diwawancarai oleh reporter televisi. 
Ditengah keasikannya melihat reportase itu, Lintang dipanggil ibunya, “Lintang! Mana bawang merah dan jahenya!” ibu Lintang berteriak dari dalam ruang dapur.
“Sebentar, bu!!” Lintang membalas dengan sedikit berteriak, “lagi asik, nih!”
“Mana. Buruan, mau ibu bakar!”
“Iya, bu. Setelah nonton ini!” teriak Lintang. Dia tidak mau ketinggalan berita tentang pesawat UFO di televisi yang sedang berlangsung. Meskipun dia tidak percaya, tapi dia penasaran dibuatnya. 
Setelah ada laporan dari wawancara saksi mata, kali ini muncul wajah seorang nenek yang sedang memakai kebaya dan bawahan kain batik. Tak lain dia adalah eyang putrinya Lintang. Lintang segera berteriak memberitahu ibunya, “Bu, eyang putri masuk televisi!”
Bukannya ibunya yang datang tapi malah Dede, adiknya, nyelonong duduk bersila di dekatnya. Karena Lintang masih jengkel, dia langsung menjendul kepala adiknya. Dan Dede membalas memukul lengan kakaknya. Tak lama ibunya datang sambil masih membersihkan tanggannya dengan serbet dapur.
“Eyang putri jadi artis, bu!” ucap Lintang bersemangat pada ibunya. Dia sedikit melebih-lebihkan supaya ibunya lebih perhatian.
“Ah, bercanda kamu. Mana mungkin eyang putri masuk televisi?” ibu Lintang sedikit tidak percaya. Tapi dibiarkan ibunya melihat sendiri gambar eyang putri sedang diwawancarai reporter televisi.
Berikut wawancara itu:
“Apakah nenek melihat sendiri pesawat UFO itu?” tanya reporter dan kemudian menyodorkan mic pada eyang putri Lintang.
“Saya melihatnya tengah malam ketika saya memeriksa kandang sapi di belakang rumah. Saya melihat benda bergerak seperti Lintang Kemukus,” jelas eyang putri Lintang. Lintang sendiri tidak tahu apa maksud eyang putrinya tentang Lintang Kemukus. Mungkin sejenis Bintang jatuh atau Meteor.
“Bentuknya seperti apa, nek?” tanya reporter itu lagi. 
“Bentuknya seperti bintang yang bergerak pelan. Dibelakangnya keluar seperti tetesan kembang api. Awalnya saya kira saya akan ketiban Pulung. Tapi sayangnya Pulung itu tidak bergerak mendekati saya,” eyang putri Lintang tertawa tersipu. 
Gambar dari kamera televisi kemudian difokuskan pada reporter. “Inilah pemirsa, salah satu saksi mata yang melihat keberadaan pesawat UFO di negeri kita. Sebelumnya kita tidak menyangka bahwa pesawat UFO tidak saja berada di benua Amerika. Namun kini, banyak warga Indonesia yang menyaksikan sendiri keberadaan mereka. Saya bersama kameramen melaporkan dari desa Pare, kabupaten Kediri, Jawa Timur,” reporter tadi kemudian menyalami eyang putri Lintang. Lalu gambar di televisi diganti dengan berita lainnya.
“Waw, hebat! Eyang putri bisa masuk televisi,” ucap Lintang kagum.
“Ketiban Pulung itu maksudnya apa sih, bu?” tanya Dede heran pada ibunya.
“Pulung itu sejenis bintang atau bola sinar. Apabila bola sinar itu jatuh di suatu tempat, maka orang di bawahnya akan menerima keberuntungan tidak lama setelah sinar itu pecah. Bisa besoknya dapat rejeki mendadak atau kenaikan pangkat,” ibu Lintang menjelaskan dan dia beranjak pergi menuju dapur. Beberapa langkah ibu berjalan, lalu dia membalikkan badan dan bertanya pada Lintang. “Lintang, mana jahe dan bawang merahnya?” 
“Oh iya. Sebentar bu, aku ambilkan,” Lintang berlari ke ruang tengah. Dipungutnya jahe dan bawang merah yang menyangkut di antara kain hitam yang dipakai Dede yang tadi berpura-pura menjadi makhluk Alien untuk menakut-nakuti Lintang. Setelah jahe dan bawang merah dipungut, Lintang pun sempat mengangkat kain hitam itu. Dari mana Dede mendapatkan kain ini? pikir Lintang.
“Lintang, cepat! Nanti kemalaman sampai di rumah eyang!” teriak ibunya dari ruang dapur.
“Iya, bu!” balas Lintang dan dia kemudian membawa kain hitam itu serta.
Sesampainya di ruang dapur, Lintang melihat ibunya sudah membuat susu hangat di dalam gelas besar. Biasanya ibu Lintang membuat minuman teh pahit dicampur dengan perasan jeruk nipis. Akhir-akhir ini Lintang menolak meminumnya karena badannya sudah terlalu kurus. Mungkin sekarang ibunya membuat segelas susu supaya dia kelihatan sedikit berisi. 
“Susu itu buatku, bu?” tanya Lintang sambil menyerahkan jahe dan bawang merah.
“Iya. Nanti dicampur dengan jahe dan bawang merah ini,” jawab ibunya sambil menunjuk jahe dan bawang merah yang masih lengkap dengan daunnya. 
“Buat apa, bu? Apa itu akan membuat badanku lebih berisi?” tanya Lintang heran.
“Bukan. Supaya kamu nanti tidak mabuk perjalanan selama di dalam bis menuju ke rumah eyang putri. Tapi jahe dan bawang merah ini harus dibakar dulu kemudian dipenyet dan dicampur ke dalam susu.”
“Kalau dibakar nanti gosongnya campur sama susu, dong?”
“Ya disaring dong, sayang. Sudah, kamu beres-beres pakaian sana,” lalu ibu Lintang melihat kain hitam yang dibawa Lintang. “Kain apa itu?”
“Ini, tadi Dede yang pake buat nakut-nakutin aku. Dia pura-pura jadi makhluk Alien. Dan aku sempat kaget dibuatnya,” cerita Lintang.
Ibu Lintang kemudian mengambil kain hitam dari tangan Lintang. “Ada-ada saja si Dede. Padahal kain ini sudah ibu setrika. Ya sudah, sekarang kamu siapkan pakaian yang akan kamu bawa.” Ibu Lintang kemudian melipat kain hitam itu. 
Lintang pun berjalan menuju ke kamarnya. Tak lama dia membalikkan badannya dan bertanya pada ibunya, “Ibu, apa benar pesawat UFO itu ada?”
Ibu Lintang mendekati putrinya, “Lintang, itu kan cuma di film, sayang,” jawab ibu Lintang dan merangkul pundak Lintang. 
“Tapi kenapa eyang putri memberi kesaksian di televisi,” tanya Lintang sambil merengut.
“Ya mungkin eyang putri berbohong. Bisa saja reporter televisi saat itu memberi eyang putri uang dan menyuruhnya bersaksi. Atau mungkin eyang putri cari usaha supaya bisa masuk televisi,” jawaban ibu Lintang tidak memuaskan. Lintang semakin tidak mengerti. Mana yang benar? “Sudahlah, sayang. Kalau kamu penasaran, nanti kamu bisa bertanya pada eyang putri setelah kita sampai di Kediri nanti, oke?” ibu Lintang kemudian meletakkan kain hitam yang sudah dilipatnya di atas meja setrika di samping kamar Lintang. 
Ibu Lintang melanjutkan meramu minuman anti mabuknya lagi. Sementara Lintang makin penasaran dengan ucapan eyang putrinya waktu di televisi. Rasanya ingin cepat sampai di Kediri dan menanyakannya sepuas hatinya. Sebenarnya bukan itu tujuan Lintang mau berlibur ke Kediri. Dia memilih liburan di sana karena dia kangen pada Tiko yang rumahnya berada di depan rumah eyang putrinya. 
Tiko yang bernama lengkap Kartiko mungkin klop dengan nama Lintang yang sama-sama berarti bintang. Atau mungkin ini yang dinamakan jodoh. Tiko adalah salah seorang pembalap motor di Kediri. Memang dia tidak pernah berbalapan di lapangan sirkuit. Karena dia spesialis pembalap Tong Setan pada salah satu atraksi Hiburan Rakyat di Kediri. Tong Setan adalah salah satu pertunjukan dimana arenanya berbentuk tong besar dari kayu seluas komidi putar dan ada dua pembalap di dalamnya. Kedua pembalap itu melajukan motornya secara horisontal. Kedua pembalap bisa melaju beriringan atau saling silang berlawanan. Seperti adegan sirkus di televisi. Dan penonton dibuat berdebar-debar dengan menontonnya dari pinggir atas arena. Lintang pun pernah melihat Tiko bertabrakan dengan rekan pembalap lainnya di arena itu. Lintang dan penonton lainnya sempat cemas dibuatnya. Tapi kedua pembalap itu kembali berdiri dan melanjutkan atraksinya.
Yang membuat Lintang terus mengingat Tiko, ketika Tiko mengajaknya jalan-jalan di wisata kolam renang Corah di tengah kota Kediri. Dan mereka sempat foto berdua. Bagai diingatkan, Lintang langsung mencari foto itu di kamarnya. Dan foto itu ada di laci meja belajarnya. Setelah dipandang agak lama, kemudian diselipkan foto itu di kantong depan tas besarnya.
Beberapa pakaian sudah masuk ke dalam tas. Lintang pun sudah berpakaian rapi dan siap berangkat ke Kediri di mana rumah eyang putrinya berada.
“Sudah siap, Lintang?” tanya ibu Lintang yang datang sambil membawa segelas susu yang sudah dicampur jahe dan bawang merah yang dibakar dan menyerahkannya pada Lintang.
“Sudah, bu,” jawab Lintang sambil menerima dan memegang gelas susu.
“Ayo diminum,” suruh ibu Lintang. 
Lintang meraba seluruh bagian gelas. “Masih panas, bu,” jawab Lintang. Sebenarnya Lintang ingin menolaknya karena susu itu kelihatan eneg dan malah membuat mabuk ketika mencium baunya.
“Ya sudah. Ibu masukkan ke dalam termos kecil dan nanti kamu minum saat perjalanan. Susu ini harus diminum untuk mencegah karena kamu sering mabuk perjalanan,” nasihat ibu Lintang dan kemudian beranjak berdiri. “Kamu tunggu di luar, ya. Sementara ibu memasukkan susu ini dalam termos. Tolong bawakan tas ibu juga,” ucap ibu Lintang sambil keluar dari kamar.
Lintang pun keluar dari kamarnya sambil membawa dua tas besar yang satu miliknya dan yang lain milik ibunya. Dia melewati kamar tengah dan dilihatnya Dede, adiknya, sedang asik main playstation Star Wars. Dede masih duduk di kelas dua bangku SMP. Tapi dia tidak takut ditinggal sendirian di rumah. Yang penting sudah tersedia mi instan dan dia bisa memasaknya sendiri. Atau mungkin kalau dia malas bisa pesan makanan paket delivery fried chiken atau pizza. Dia tidak ikut liburan bersama kakaknya dan ibunya karena pada pertengahan liburan nanti ada pertandingan persahabatan bola volly antarsekolah di Kodam Brawijaya di Surabaya. Dan rencananya dia akan menginap di hotel di Surabaya beberapa hari bersama teman-teman satu sekolah dari Malang. Lagian nanti sore ayah Lintang pulang dari tugas kantor dengan mengadakan riset pertanian di Bali. Ayah Lintang pun tidak bisa ikut menemani Lintang liburan karena pada hari senin nanti, ayahnya harus kembali bekerja di salah satu kantor pertanian di Malang.
Melihat Lintang menjinjing dua tas besar, Dede langsung menghentikan main playstation dan membantu kakaknya.
“Sudah kamu telpon taksinya?” tanya Lintang pada Dede.
“Sudah. Sejak sepuluh menit yang lalu,” jawab Dede sambil dia melongok ke arah pagar dan ternyata taksi belum datang. 
Saat Lintang dan Dede sudah menjinjing tas sampai ke depan pagar, taksi belum juga datang. Lintang melihat ke kiri dan kanan. Saat itu Lintang memerhatikan ada gudukan hitam di atas kotak tempat sampah di depan rumahnya yang bergerak-gerak. Jangan-jangan itu makhluk Alien yang mengendap-endap mengincar dan siap-siap menerkam Lintang dengan menjulurkan lehernya yang panjang. 
Dede mengambil batu dan melempar ke arah gudukan itu sambil teriak, “Alien!!”
Lintang terkejut dan berteriak panjang. Tapi ternyata hanya seekor kucing kampung yang sangat kumal meloncat dari kotak tempat sampah sambil menggigit kepala ikan bandeng di mulutnya. Lintang menghela napas lega. 
“De, kamu jangan bikin mbak jantungan, ya,” ucap Lintang. Tapi Dede malah ketawa geli.
Beberapa saat kemudian taksi berwarna biru tua pun datang.
“Bu! Taksinya udah datang!!” teriak Lintang dari luar memanggil ibunya yang masih berada di dalam rumah. Lalu ibu Lintang muncul membawa termos kecil dan berlari kecil menghampiri Lintang. Sopir taksi membuka bagasi mobil, lalu Dede memasukkan kedua tas ke dalamnya.
“Dede jaga rumah, ya. Kalau nanti ayah belum pulang, kamu pesan aja fried chiken buat makan malam. Ibu doakan Dede menang di pertandingan volly nanti. Menang atau kalah jangan lupa telpon ibu, ya,” ibu mengacak-acak rambut Dede. Dede pun cuma manggut aja. Lalu Lintang dan ibunya masuk ke dalam taksi. 
Sebelum taksi berangkat, Dede masih sempat melongokkan diri ke jendela mobil. “Mbak Lintang, hati-hati nanti digondol Alien, lho,” ucap Dede bercanda. Lintang cuma mengernyitkan hidungnya. Dia sedikit marah tapi rasanya percuma untuk diladenin.
“Ibu berangkat dulu, ya,” ibu lintang melambaikan tangan ke arah Dede.
Dede pun membalasnya. “Jangan lupa bawa oleh-oleh ya, bu,” seru Dede dan ibunya mengacungkan jempol tanda akan mengabulkannya. Taksi pun melaju menuju ke terminal Malang, Arjosari.

II

Di terminal Malang, Arjosari, Lintang dan ibunya sudah berada di dalam bis patas berAC. Seandainya mereka memilih bis reguler tanpa AC tentunya Lintang akan mual karena bau bensin yang menguap oleh terik matahari. Tapi meskipun naik bis AC, Lintang malah pusing karena semburan udara dari mesin AC di atas kepalanya langsung masuk ke ubun-ubun. Lintang mulai pucat dan dia terus saja memijat keningnya yang pusing. Ibu Lintang langsung tanggap. Dia membuka termos kecil yang berisi susu anti mabuk perjalanan hasil olahan dan diminumkan ke mulut Lintang.
“Minum dulu susu ini. Daripada kamu muntah dan mengotori lantai bis, nanti orang lain ikutan muntah karena bau muntahanmu,” ibu Lintang mulai memaksa. 
“Ini, bu. ACnya bikin aku pusing,” tunjuk Lintang pada mesin AC bulat di atas kepalanya.
“Bagaimana kalau kita pindah ke bis reguler aja?” ibu Lintang memberi pilihan. Cepat-cepat Lintang menolak dengan menggelengkan kepala dan tanggannya.
“Habisnya gimana? Repot. Kalau kena AC kamu pusing. Kalau naik bis reguler kamu nantinya malah lebih pusing karena bau bensin dari knalpot. Ibu kan sudah bilang kalau sebelum berangkat, susu ini harus kamu minum. Pasti sekarang kamu lebih tahan dan tidak mabuk perjalanan. Ayo susunya dihabiskan,” ucap ibu Lintang lembut.
Mau tak mau Lintang musti minum ramuan susu hasil experimen ibunya. Rasa getir bawang merah dan rasa pedas dari jahe bakar campur aduk. Rasanya seperti minum air comberan. Tapi Lintang yakin, karena ramuan minuman yang dibuat ibunya pasti manjur.
Setelah melewati beberapa kilometer menuju ke Kediri, rasa mual dan pusing pun hilang. Lintang kini dapat tersenyum ceria seperti iklan pasta gigi. Perjalanan menuju ke rumah eyang putrinya jadi lebih menyenangkan. Lintang melihat ibunya di samping sudah tidur. Dia rela menemani Lintang liburan.
Liburan semester kali ini, Lintang memilih berlibur ke desa eyang putrinya di Kediri. Karena saat itu tidak ada kegiatan extrakurikuler dari sekolahnya. Liburan semester sebelumnya dia gunakan bersama klub panjat tebing. Saat praktik di hutan, Lintang menaiki pohon besar dan bergelantungan seperti Tarzan dengan seutas tali. Sebenarnya dia takut ketinggian. Tapi kegiatan itu paling tidak akan mengurangi paranoidnya akan ketinggian. Pengalaman paling seru ketika dia diluncurkan oleh pelatihnya ke bawah dalam keadaan tertelungkup. Rasanya seperti ikut permainan Bungy Jumping. Dan dia pun sampai di bawah dengan aman seperti ketika Tom Cruise ditugaskan merampok dengan masuk ruangan rahasia melalui atap langit-langit karena lantainya ada sistem alarm dalam film Mission Impossible.
Sedangkan liburan semester tahun lalu, Lintang ikut tanding pencak silat di Pamekasan di pulau Madura. Udaranya kalau siang panas bukan main. Apalagi dia harus pentas massal bersama teman sekolah memeragakan jurus seni bela diri pencak silat di tengah lapangan kotamadya. Dan dia cukup terhibur saat melihat Kerapan Sapi di sana. Tapi setelah pulang, kulit Lintang hampir sama dengan warna sapi Madura asli yang berwarna merah. Karena saat itu wajah Lintang gosong seperti orang negro, ibunya pun membuatkan ramuan penyegar kulit dari telur, susu, dan madu. Setelah dioleskan dan dibilas, kulit pun serasa segar. Mungkin terasa lebih segar karena dibuat oleh ibunya sendiri dengan rasa kasih sayang dan perhatian. 
“Terima kasih, ibu,” Lintang menoleh ke arah ibunya yang sedang tertidur lalu menggenggam jemari tanggannya. Ibu Lintang kemudian terbangun dan tersenyum ke arah Lintang.
“Sudah sampai di mana?” tanya ibu Lintang dengan sedikit malas.
“Sudah masuk kota Kediri, bu. Sebentar lagi nyampe,” jawab Lintang.
Kemudian kenek bis berteriak, “Bendo!! Siapa mau turun Bendo! Persiapan!”
“Ayo, siap-siap turun,” ucap ibu sambil merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan saat tidur tadi. Lintang dan ibunya beranjak dari kursi dan menuju ke pintu depan bis.
“Pasar Bendo, pak!!” teriak ibunya Lintang mau turun di desa Bendo.
“Oke, pasar Bendo kiri!!” kenek bis berteriak dan memberi tahu sopir supaya berhenti di desa Bendo.
Saat itu senja mulai redup. Lintang dan ibunya turun di depan pasar desa Bendo. Pasar terlihat sepi dan hanya ada tumpukan meja bekas berjualan dipagiharinya. Lintang ingat dengan masa kecilnya ketika dia merengek minta dibelikan keripik belinjo manis yang dijual dalam ukuran besar. Saat itu ibunya tidak mengabulkan karena kebetulan uang yang dibawanya habis. Dan ibunya beralasan uangnya masih di bank. Seandainya ada mesin ATM di depan pasar atau penjualnya punya mesin debet, tentunya Lintang kecil tidak akan menangis dan ibunya tidak akan malu karena jangan-jangan orang-orang mengiranya miskin. Gengsi dong.
Sekarang ibu Lintang mengajak Lintang membeli oleh-oleh untuk eyang putri di toko depan pasar Bendo. Ibu Lintang membeli sekaleng biskuit, juga satu kilo apel dan buah pir. Tapi saat itu pula pemilik toko tidak punya mesin debet dan ibu Lintang pun tidak bisa menggunakan kartu ATM dan terpaksa harus membayar dengan uang tunai.
Lintang dan ibunya lalu naik becak pak Karto yang kebetulan tetangga satu desa dengan eyang putri Lintang. Mereka melewati benteng bekas pabrik minyak jagung. Di depan benteng, Lintang tanpa sengaja melihat mas Gogor sedang membabad rumput liar. Dia menatap tajam ke arah Lintang. Wajahnya dan sinar yang keluar dari cluritnya terlihat seram seperti Freddy Nightmare yang siap menjagal orang. Lintang kontan mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
Mas Gogor adalah tetangga eyang putri Lintang. Gogor yang berarti anak macan dan dia dilahirkan saat bapaknya gugur dibantai Preman. Mungkin Gogor bisa juga berarti gugur. 
Sampai sekarang masih saja ada penduduk yang menaruh curiga pada mas Gogor. Dan kini mas Gogor bekerja sebagai pencari rumput untuk makan sapi di kandang belakang rumah eyang putri Lintang.
“Bu, tadi liat mas Gogor, nggak?” tanya Lintang sedikit gelisah pada ibunya di atas becak.
“Ibu liat. Memangnya kenapa? Kamu takut?” tanya ibu Lintang santai.
“T-tidak!” Lintang berusaha membuat dirinya sedikit rilek. Dia mengelus dadanya dan mencoba menghembuskan udara lewat mulutnya. “Ibu tidak liat dia membawa clurit malam-malam?” Lintang masih kelihatan gelisah. 
“Dia kan tukang arit rumput. Ya tentu saja kemana-mana selalu membawa clurit,” jawab ibu Lintang tenang.
“Tapi ini kan malam, bu? Apa ada jam lembur untuk mencari rumput,” Lintang mencoba menoleh ke belakang di mana mas Gogor tadi berada.
“Ya itu bertanda kalau Gogor rajin bekerja,” ibu Lintang berusaha memberi jawaban supaya putrinya tenang.
“Tapi...” belum selesai pertanyaan Lintang, ibunya menyuruh Lintang diam dengan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. Dan memberi tanda pada Lintang supaya pak Karto tukang becak dibelakangnya tidak mendengar.
Pak Karto tidak memperhatikan pembicaraan itu. Saat itu dia hanya melanjutkan mengayuh pedalnya supaya ketiga roda becak masih terus berjalan. 
Setelah melewati dusun Mojolegi, mereka melewati jalan becek di tengah persawahan yang luas. Keadaannya gelap karena sampai kini pun pengurus desa tidak memberi lampu penerangan jalan yang gelap di antara dua dusun. Moga-moga saja tidak ada kuntilanak atau genderuwo yang muncul karena nantinya kalau pak Karto lari ketakutan, terpaksa Lintang dan ibunya berjalan sendirian di tengah sawah atau mungkin lebih tepatnya harus berlari.
Alhamdulilah, sampai di dusun Semanding tidak terjadi apa-apa. Lintang berpikir mungkin lebih baik ditarik pesawat UFO daripada harus dicekik kuntilanak atau genderuwo. 
Tak lama Lintang dan ibunya sampai di dusun Kedung Cangkring dimana rumah eyang putri berada yang bersanding dengan masjid Darusalam. Dari dalam masjid, satu persatu muslim dan muslimah keluar dari masjid selesai melaksanakan sholat Isya. 
Saat itu pak haji Imam pulang dan menyapa ibu Lintang, “Ada tamu dari Malang rupanya.”
Ibu Lintang tersenyum dan langsung menyalami tangan pak haji. “Iya, ini Lintang sedang liburan semester di sekolah. Lagi kangen sama neneknya.”
Lintang kemudian juga menyalami dan mencium tangan pak haji.
“Cantiknya. Kelas berapa, cah ayu?” tanya pak haji.
“Kelas tiga SMA, pak Haji,” jawab Lintang manis.
“Sholatnya masih rajin, cah ayu?”
“Alhamdulilah, masih, pak haji.”
“Masih suka ngaji, ngak? Kebetulan besok ada acara remaja masjid. Nantinya para remaja dipersilahkan curhat tentang masalah Islami.”
“Iya, pak haji. Insyaallah besok Lintang datang,” Lintang mengangguk dan membungkuk sopan.
“Kalau begitu saya pulang dulu. Nanti saya mengganggu istirahatnya. Dari perjalanan jauh tentunya capek. Silakan istirahat. Asalamualaikum,” pak haji Imam pun berlalu.
“Waalaikumsalam,” jawab ibu Lintang. 
Lintang dan ibunya menurunkan tas dan bungkusan buah dari atas becak. Ibu Lintang segera membayar ongkosnya supaya pak Karto pergi menjauh dengan becaknya. Ibu Lintang masuk ke dalam rumah, sedangkan Lintang masih tercengang melihat pak haji Imam berlalu.
Pak haji Imam adalah pak haji penghimpun remaja masjid di masjid Darusalam. Dia menggantikan ayahnya yang menghimpun remaja masjid pada masanya. Dan ibu Lintang adalah salah satu murid pengajian yang rajin mengaji dan menjadi pengurus masjid waktu itu. Selesai mengaji, ayah pak haji Imam selalu bercerita. Dan yang diceritakan saat itu salah satunya adalah kisah seribu satu malam. Ceritanya selalu bersambung sehingga murid-murid ngajinya penasaran dan otomatis akan datang pada pengajian keesokannya untuk mendengarkan kelanjutan ceritanya. Sayangnya beliau saat ini sudah meninggal dan para remaja masjid di desa Jambu berkurang. Kemungkinan karena para pemuda capek sepulang kerja atau lebih memilih jalan sore ke mall Sri Ratu, salah satu plaza yang dibangun di tengah kota Kediri.
Tapi untungnya masih ada remaja masjid yang masih setia jadi pengurus masjid. Karena ada seorang pemuda berbaju muslim yang pulang belakangan dan sedang menyapu teras masjid. Lintang sepertinya kenal pemuda itu. Setelah memerhatikannya, ternyata dia adalah pemuda yang selalu hinggap di pikiran Lintang.
Dia tak lain adalah Kartiko, pemuda pujaan yang tinggal di depan rumah dan seorang pembalap atraksi Tong Setan. Tiko kemudian mematikan lampu masjid dan berjalan menuju ke rumahnya. Lintang langsung pasang aksi pura-pura berdiri di depan rumah eyangnya dan menyapa Tiko saat dia mendekat.
“Tiiiikooo...” sapa Lintang mesra. Tapi Tiko sama sekali tidak melirik.
Lintang mencobanya sekali lagi, “Tiko!” tapi Tiko tidak menoleh. Sombong amat nih orang, pikir Lintang. Atau mungkin Lintang perlu memakai pemutih kulit karena kulitnya terlalu hitam ditengah malam dan tak kasatmata.
Kini Tiko sudah membelakangi Lintang dan Lintang tidak ingin menanti memandang senyuman Tiko sampai esok pagi. Lintang menarik napas dalam-dalam dan kemudian mengeluarkan vokal nadanya lebih keras supaya dia lulus audisi dalam menyapa Tiko, “Tikoooo!!” Lintang melolong keras sampai akhirnya dia batuk-batuk seperti orang penderita bronkitis.
Lintang pasrah, terserah Tiko mendengarnya atau tidak. Yang penting dia sudah melaksanakan tugas untuk mencuri perhatian Tiko. Lintang membungkuk ngos-ngosan sambil menjulurkan lidahnya persis si pleki.
Tak disangka, Tiko menoleh dengan pelan dan menatap wajah Lintang dengan cool. Lintang pun tercengang dan wajahnya langsung bersinar-sinar. Dan tak disangka pula, Tiko mendekati Lintang dan berdiri tepat di depannya. Dan yang paling tidak disangka oleh Lintang, ternyata Tiko memegang tangan Lintang lalu menciumnya.
Mereka berdua membisu seribu bahasa. Lintang seakan terpana dan terpaku. Bingung mau ngomong apa. Apa ini yang namanya cinta. Berjuta rasanya. Rasanya seperti bermacam-macam jenis jamu dicampur jadi satu. Asalkan bukan jamu olahan ibunya seperti teh pahit dengan perasan jeruk nipis atau susu dicampur bawang merah dengan jahe yang dibakar. Itu pengecualian karena membuat Lintang eneg dan mau muntah. Tatapan Tiko rasanya seperti satu lingkar pizza dengan empat rasa atau rujak manis yang dijual di pinggir jalan. Ingin rasanya kalau Lintang mengutarankan isi hatinya yang memendam berjuta rasa rindu.
“Aku kangen kamu,” ucap Tiko lembut. Uuuh, romantis sekali. Itu sesuatu yang paling-paling tidak disangka oleh Lintang. Belum Lintang mengutarakan isi hatinya, ternyata Tiko sudah mengucapkan kata-kata yang sama dengan perasaannya.
“Masih ingat kapan kita terakhir bertemu?” pertanyaan Tiko membangkitkan kenangan yang indah bagi Lintang. 
Lintang ingat terakhir kali bertemu Tiko. Saat sepulang nonton bioskop, mereka memborong beraneka makanan dan dimakan bersama hingga terasa perut mau meledak karena kekenyangan. Sayangnya ketika mau pulang ke rumah, sepeda motor Tiko kehabisan bensin dan mereka berdua juga kehabisan duit setelah membeli berpuluh-puluh jenis jajanan. Terpaksa mereka berjalan sejauh tiga kilometer. Karena Tiko tidak kuat menuntun sepeda motor Tigernya yang super berat, mau tak mau Lintang pun ikut menuntun sepeda motor yang beratnya serasa satu ton. Dan bertambah berat ketika ban depan dan belakangnya meletus. Ampun deh. Lintang pun mendorong dengan mengejan seperti seorang ibu mau melahirkan. Mungkin setelah lahir akan keluar Dasamuka atau seratus bayi Kurawa.
Kemudian Tiko bertanya lagi, “Kapan kita bisa jalan-jalan lagi?” 
Lintang ingin menjawabnya untuk jalan-jalan detik itu juga. Tapi mungkin saat itu sudah terlalu malam. Nanti bisa-bisa jalan kaki lagi sejauh tiga kilometer, bahkan lebih, kalau sepeda motor Tiko kehabisan bensin dan tukang bensin pada tutup.
“Bagaimana kalau besok pagi?” tanya Lintang sembil tersenyum centil.
“Tidak bisa karena aku musti kerja di toko handphone ayahnya Andaru,” jawab Tiko.
Lintang sedikit kecut dengan jawaban Tiko. Dan bertambah kecut saat Tiko menyebut nama Andaru. Karena dia cowok di desa itu yang paling membuat perut Lintang mual dengan tingkahnya yang sok beken kayak anak gedongan.
“Tapi bagaimana kalau sorenya?” Lintang bertanya dan harap-harap cemas, takut kalau Tiko menjawab tidak bisa.
Lalu Tiko menjawab, “Maaf, besok malam aku juga musti kerja.”
Glodak!! Rasanya Lintang seperti terjungkal ke belakang. Lintang musti mengeluarkan banyak tenaga untuk sedikit tersenyum.
“Memangnya kalau malam kamu kerja apa?” Lintang mulai berpikir yang enggak-enggak, jangan-jangan Tiko jadi gigolo dan digilir oleh tante-tante kuno yang gendut yang masih memakai kebaya kartinian.
“Kan kamu tau kalau pekerjaan utamaku adalah pembalap Tong Setan,” Tiko menjelaskan dengan penuh pengertian.
Lintang lega, karena Tiko bukan tipe cowok pelacur seperti yang dibayangkannya. Lintang berusaha tersenyum walaupun dia sebenarnya kecewa.
“Besok jangan lupa nonton atraksiku, ya?” mohon Tiko penuh harap. 
Lintang terenyuh dan dengan semangat dia menggangukkan kepalanya. Setiap kali melihat Tiko beraksi di dalam Tong Setan, Lintang bangga dan sekaligus jantungnya berolahraga karena cemas kalau nantinya Tiko tabrakan dengan pembalap rekannya di dalam arena.
Tiko mulai merapikan rambut poni di kening Lintang. Lalu dia menyentuh bibir Lintang. Lintang mulai terangsang. Rasanya dia ingin dicium. Lintang mulai memejamkan matanya. Dia berniat supaya Tiko tanggap dan segera menciumnya.
“Hus! Malah tidur! Udah ngantuk, ya?” Tiko mengagetkan Lintang sehingga gadis itu terkejut dan malu. “Ya udah kalau ngantuk tidur aja di kamar nenekmu. Kalau kamu tidur di sini malah membuat aku lemas disebabkan ejakulasi dini karena aku selalu terangsang pada gadis yang sedang tidur,” ucap Tiko bergurau.
Apa benar semua cowok seperti itu? pikir Lintang. Apa semua cowok akan bersikap seperti pangeran yang langsung ingin mencium ketika bertemu putri tidur. Tapi mauuuu...kalau Tiko yang menciumnya.
“Sudah ya, selamat bobo,” Tiko mencium tangan Lintang dan akhirnya berpisah menuju ke rumahnya sendiri.
Kenapa musti tangan yang dicium? Kenapa tidak di bibir atau di pipi saja? Lintang ada maunya. Dia menarik napas dalam-dalam seakan dia dihujani berjuta-juta bunga dari langit.



III

Saat Lintang masih menikmati kegembiraannya memandang Tiko dari jauh, ibunya keluar dari rumah dan langsung menepuk punggung Lintang dengan keras sambil teriak, “Lintaaaaang!!!”
Karena masih melamun dan berdiri labil, Lintang pun tersungkur ke atas tanah. Busyet dah, rasanya seperti ditabrak badak. Sedikit bingung, Lintang pun menoleh ke arah belakang. Ternyata ibunya Lintang sedang berdiri dengan galak.
“Ibu!! Kenapa sih?” Lintang nggak habis pikir, kenapa ibunya jadi galak. Apa dia sirik melihat Lintang senang bermesraan dengan Tiko. Atau mungkin ibunya cemburu sama Tiko. Tapi nggak mungkin karena ayah Lintang jauh lebih tampan dan lebih mapan dibanding Tiko yang hanya pembalap Tong Setan. Entah mengapa Lintang kesemsem banget sama Tiko yang sangat sederhana.
“Lintaaaaaang!! Kamu tega banget ya. Masak kamu biarin ibu mengangkat tas sendirian bahkan tasmu juga ibu yang bawa ke dalam. Memangnya kamu di luar ngapain? Eyang putri sudah menunggumu dari tadi malah kamu nggak masuk-masuk.........” ibu Lintang ngomel ngalor ngidul.
Lintang kemudian berdiri dan membersihkan pasir dari badannya. Dia diam saja dan tidak ngomong sama ibunya kalau dia barusan bertemu Tiko. Karena ibunya sudah susah payah merawat Lintang dari kecil supaya dia dapat jodoh yang pintar, tampan, dari keturunan kaya dan berpangkat. Paling tidak anak Bupati. Dan Lintang takut kalau tiap kali ibunya menyebutkan kriteria calon jodohnya yang tepat nantinya malah memilih Andaru. Di sini pemuda yang paling terpandang adalah Andaru karena dia anak Lurah di desa ini. Sekarang dia sedang kuliah dan dapat beasiswa di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara di Jakarta. Semoga saja hari ini dia tidak sedang ada di desa ini. Kalaupun ada, Lintang akan memakai jurus Penyedot Sukma supaya tak ada lagi yang namanya Andaru di atas bumi ini.
“Lintang! Ayo masuk! Nanti kamu digondol genderuwo pengincar perawan baru tau rasa,” ibu Lintang meninggalkan Lintang dan masuk ke dalam rumah. 
Iiiiiiih sereeeem. Kalau tiba-tiba ada genderuwo yang berambut gimbal, bertubuh besar, dan seluruh tubuhnya dipenuhi bulu lalu memerkosa Lintang. Tapi kalau yang jadi genderuwonya Tiko, Lintang akan rela diapain aja. Bahkan dia akan mengelus dan mencabuti bulu dada genderuwo yang tampan itu satu persatu.
Setelah melihat ke kiri dan ke kanan rasanya merinding juga. Lintang pun segera masuk ke dalam rumah eyang putrinya. Ketika dicari di ruang tamu dan ruang tengah, eyang putrinya nggak ada. Ternyata dia ada di dapur dan sedang membuat teh manis untuk Lintang dan ibunya. 
Eyang putri Lintang  masih asli orang tradisional. Meski ke kota sekalipun, eyang putri Lintang masih memakai kebaya dan kain batik. Lintang ingat sewaktu eyang putrinya masuk televisi juga memakai pakaian itu. Eyang putri Lintang bersaksi melihat pesawat UFO. Apa itu benar?
Lintang penasaran ingin menanyakan kebenaran itu dan menghapiri eyang putrinya, “Eyang putri, ceritain dong pesawat UFOnya,” mohon Lintang.
“Eh, Lintang. Salaman dulu dong sama eyang putri. Datang-datang langsung memberi pertanyaan,” ibu Lintang mengingatkan. 
Lintang malu dan dia tidak ingin dibilang cucu yang tak tau tata krama. Maka dia pun memberikan tangannya mau mencium tangan eyang putrinya.
Eyang putri berhenti mengaduk teh dan membersihkan tangan di kain batiknya. Lalu dia memberikan tangannya dan Lintang menciumnya. Setelah itu Lintang dipeluk dan disun pipi kiri dan kanannya.
“Kok kamu tahu kalau eyang putri pernah liat pesawat UFO?” tanya eyang putri Lintang bingung.
“Kan tadi siang Lintang nonton di televisi. Apa eyang nggak tau?” jelas Lintang yang kemudian mengambil buah pir yang belum dicuci dari atas meja dan langsung memakannya.
“Oh, ya? Eyang malah nggak tau. Tadi siang eyang ke sawah memetik kacang panjang buat makan malam. Syutingnya sudah dua hari yang lalu. Dan eyang pikir nggak bakalan masuk televisi karena yang ada di televisi cuma artis-artis cantik seperti Dian Sastrowardoyo. Lagian pada saat itu eyang juga tidak pake bedak,” cerita eyang putrinya Lintang nggak percaya. Lintang jadi geli dan pengen ketawa mendengar cerita eyang putrinya.
“Eyang putri, itu kalau main sinetron baru dikasih bedak. Sedangkan eyang putri kan masuk berita,” jelas Lintang yang kemudian mengambil cangkir teh dan langsung meminumnya.
Eyang putri Lintang mengernyitkan keningnya. Bingung. “Berita? Berarti eyang termasuk orang kriminal. Soalnya yang eyang tau cuma penjahat seperti jambret, maling, dan rampok saja yang ada di sana. Atau mungkin peristiwa kecelakaan. Sedangkan eyang kan hanya melihat pesawat UFO dan bukan termasuk yang tadi.”
Lintang geli dan sampai air teh dimulutnya menyembur keluar dan mengenai meja makan. 
“Lintang, kalau minum hati-hati. Nanti air tehnya di meja dikerubungin semut,” ibu Lintang lalu mengambil kain lap dan membersihkan meja dari air teh puncratan dari mulut Lintang.
“Habis, eyang putri lucu,” Lintang masih menyisakan tawanya.
“Tapi apa benar emak melihat pesawat UFO itu sendiri? Di mana emak melihatnya?” ibu Lintang memanggil ibunya dengan sebutan emak. 
“Waktu itu yu Ponirah yang melihat pertama kali ketika berjalan pada malam hari sendirian di jalan setapak pinggir kali di tengah sawah selesai jualan jamu. Sebelumnya dia mengira ada Lintang Kemukus. Tentu saja dia takut karena tidak ingin peristiwa Gestapu terulang kembali. Dan dia sudah trauma karena bapaknya jadi korban dalam peristiwa itu,” cerita emak.
“Lintang Kemukus itu apa sih, eyang putri?” tanya Lintang penasaran.
“Lintang Kemukus itu sejenis Andaru, atau bintang,” eyang putri mengucap jelas ketika bilang kata ANDARU. Andaru lagi. Lintang jadi sebel dengan kata atau nama itu. Seakan nama Andaru beken banget. Sehingga orang disekitarnya selalu mengucapkannya.
“Bentuknya seperti apa, eyang putri?” tanya Lintang lagi.
“Lintang kemukus seperti bintang dan mengeluarkan cahaya ke atas. Dan bila bintang itu muncul berarti akan ada banyak kematian atau goro-goro,” cerita eyang putri Lintang.
Lintang jadi ingat film Independent Days yaitu tentang pesawat UFO superlebar dan bayangannya menutupi sebagian kota Washington D.C. Lain dengan Lintang Kemukus yang mengeluarkan sinarnya ke atas. Sedangkan pesawat UFO dalam film ini mengeluarkan sinarnya ke bawah dan menghancurkan seisi kota.
“Eyang putri benar. Saat ibu diberitahu Iyem pembantu di sini dulu bahwa ada Lintang Kemukus, ibu langsung merinding ketakutan. Setelah ibu melihatnya sendiri bagaikan melihat setan karena suasananya memang mencekam,” cerita ibu Lintang sambil memperagakan expresinya saat itu.
“Lalu eyang putri sendiri melihat pesawat UFO itu di mana?” tanya Lintang.
“Eyang melihatnya saat mau memeriksa kandang sapi di belakang,” eyang putri Lintang menunjuk ke pintu dapur belakang yang ke arah kandang sapi. “Oh ya, nanti malam ada banyak orang yang akan bergadang menunggu kedatangan pesawat UFO di lapangan sekolah pinggir sawah. Kalau kamu mau, nanti eyang putri buatkan kopi jahe supaya kamu kuat melek.”
“Oke deh. Liat aja nanti,” Lintang sepertinya penasaran juga. Tapi kenapa musti jauh-jauh di lapangan sekolah di pinggir sawah kalau bisa melihatnya di belakang rumah. Lalu Lintang berjalan ke belakang rumah dan sesampainya di sana dia membuang sisa buah pir di perkarangan belakang rumah yang gelap. Lintang dengan jelas bisa melihat bintang di langit dari tempat itu.
Ada berjuta-juta bintang bersinar yang dapat dilihat. Kalau di kota tidak mungkin seperti itu karena tertutup dengan sinar lampu kota. Lintang ingin seperti bintang di langit bahkan ingin menjadi superstar atau selebritis supaya semua orang  mengenalnya. Tapi bagaimana caranya? Apakah dengan mengutarakan permintaan ke langit maka bisa terkabul? Ataukah dia harus mendapatkan foto pesawat UFO dan mewawancarai makhluk Alien supaya bisa masuk koran dan majalah? Tapi omong kosong. Itu tidak akan pernah terjadi. Jadi lihat realita aja.
Lintang lalu memandangi sekeliling pekarangan belakang rumah yang gelap. Hanya kandang sapi aja yang disinari lampu. Dia pun berjalan mendekati kandang itu dan dia ingin melihat sapi sedang makan rumput. 
Tak lama terdengar suara rumput yang berisik. Lintang pun penasaran dan mendekati ke gudukan rumput. Ada apa gerangan?
“Hah!!!” Lintang terkejut. Secara tiba-tiba muncul seseorang dari balik tumpukan rumput sambil menunjukkan sebuah clurit. Orang itu tak lain adalah mas Gogor yang terpaku melihat Lintang. Tak tau apa yang hendak diperbuat. Lintang membayangkan ujung clurit itu menancap keras di keningnya. Sebelum hal itu terjadi,  Lintang segera berlari cepat dan masuk ke dalam rumah.
Begitu cepatnya mas Gogor sampai di kandang sapi. Naik apa dia? tanya Lintang dalam hati. Mungkin dia sejenis siluman yang mampu terbang yang selalu mengadakan ritual dengan meminum darah manusia. Hiiii....
Kemudian Lintang berjalan ke teras depan. Dilihatnya remang-remang ada seorang pria telanjang dada dan hanya memakai celana pendek sedang membersihkan sepeda motor Tigernya. Tak lain dia adalah Tiko. Lintang memandangnya dari jauh. Lalu dia duduk di atas tangga teras dan berharap supaya Tiko menghampirinya.
Tak lama Tiko menuntun sepeda motornya ke dalam rumah. Kemudian pintu depannya ditutup dan lampu di dalamnya dipadamkan. Lintang menunggu dan berharap Tiko keluar sekali lagi. Tapi semakin lama ditunggu, Tiko tidak juga keluar dan pintu depannya tetap tertutup rapat.  Aduh kasihan.
Lintang hanya memandang kosong ke arah kucing hitam yang berdiri di tengah jalan pemisah rumah eyang putrinya dan Tiko. Tiba-tiba saja ada sinar mobil dan tak lama muncul sebuah mobil dengan kencang dan kemudian direm mendadak sebelum sempat melindas kucing hitam itu.
Lintang tercengang takut dan berharap kucing tadi selamat dengan melihatnya lebih dekat. Tapi kucing itu bandel dan malah menggeliat malas dan berjalan pelan menghindari nyala lampu mobil Sedan merah di depannya.
Jendela kaca mobil itu terbuka dan seorang melambaikan tangan dan menyapa Lintang, “Hai Lintang.”
“Hah! Andaru!!” Lintang jadi sebel banget. Mobil Sedan merah itu adalah mobil baru Andaru. Pasti dia ingin pamer padanya.
Lintang tidak membalas sapaan Andaru. Lintang berpikir, kenapa lagi tadi ada kucing di tengah jalan. Jadinya Andaru sempat pamer mobil barunya. Itu akan membuat dia besar kepala. Dan Lintang sama sekali tidak tertarik atau bahkan jatuh cinta padanya. Huh!! Nggak nafsu. Yang diharapkan Lintang adalah Tiko dan bukan Andaru yang brengsek.
Dengan muka sebal, Lintang masuk ke kamarnya. Mukanya cemberut. Dia merebahkan badannya di atas tempat tidur. Dilihatnya ibunya sudah memasukkan tasnya dalam kamar.
Lintang segera mencari foto Tiko dari dalam tasnya. Lalu foto Tiko dan dirinya dikeluarkan dan langsung dipandangnya. Lintang tersenyum sejenak. Tapi kemudian mukanya cemberut lagi ketika Lintang melihat gambar tangan sedang menggenggam rok bawah Lintang di pojok bawah dalam foto itu. Lintang segera mencari gunting dan memangkas gambar tangan yang sedang menggenggam rok bawah Lintang. 
Sebenarnya ada tiga orang di dalam  foto itu. Dan Lintang di tengahnya. Sebelah kanannya Tiko dan sebelah kirinya ada Andaru yang sudah digunting oleh Lintang. Tapi saat itu Andaru memaksa ikut foto bersama. Sebenarnya Lintang tidak ingin foto bertiga. Karena mitosnya, orang ditengahnya akan meninggal dunia duluan. Tapi Lintang tidak bisa menolak Andaru karena foto itu memakai kamera dan film negatif punya Andaru.
Seharusnya kalau foto bersama harus berdiri sejajar semua menghadap ke depan. Sebelum diabadikannya foto itu, Lintang memilih menghadap ke arah Tiko dan meletakkan tanggannya di dada Tiko yang bidang. Sedangkan Andaru berdiri memandang Lintang dan salah satu tanggannya memegang rok bawah Lintang.
Setelah foto itu dicetak, Lintang langsung mengunting gambar Andaru. Semuanya dihilangkan bahkan gambar tangan Andaru yang masih tertinggal di foto itu digunting juga sekarang. Sehingga foto itu cekung di salah satu sisinya. 
Itu satu-satunya foto Lintang bersama Tiko. Karena semua isi satu rol film saat itu dihabiskan Andaru berdua dengan Lintang. Andaru menyuruh Tiko memotretnya. Yang punya rencana jalan-jalan saat itu dan semua ongkosnya dari Andaru. Tiko kebetulan disuruh saat itu untuk jadi juru foto adegan Lintang dan Andaru yang sama sekali tidak mesra.
Saat akan berangkat jalan-jalan, sepeda motor Tiko dan Andaru berjejer di depan rumah eyang putri Lintang. Saat disuruh memilih, Lintang memilih naik sepeda motor Tiger Tiko daripada sepeda motor Supra milik Andaru. Lintang tidak peduli meskipun yang ngajak Andaru. Karena naik motor bareng Tiko lebih tenang dan tidak selalu cemas seperti ketika naik motor bareng Andaru yang musti menjerit setiap kali melewati tikungan karena kemiringan sepeda motornya yang ekstrim. Lagian Lintang bisa memeluk dan meraba dada Tiko yang bidang. Lintang pun tidak menyesal walaupun saat itu mengorbankan rok barunya hingga nyangkut dan masuk rantai roda sampai robek dan bolong. Dan rok putih itu masih disimpannya sampai sekarang. Bahkan sudah menjadi prasasti yang harus dijaga seratus ribu prajurit supaya tidak hilang dibawa orang.
Andaru mungkin sudah menyukai Lintang sejak kecil. Karena tiap kali main kejar-kejaran, Andaru lebih memilih mengejar Lintang yang gesit meskipun banyak anak lain yang lebih dekat dengan Andaru.
Andaru tidak pernah menyerah mencintai Lintang. Ada satu bingkisan dari Andaru yang sempat meluluhkan hati Lintang waktu kecil. Yaitu Andaru memberi satu paket cokelat dengan kacang kenari diantaranya. Lintang selalu ketagihan hingga badannya bengkak dan gembrot gara-gara selalu minta cokelat dengan kacang kenari. Akhirnya Lintang musti diet ketat dengan selalu dicekoki ibunya dengan teh pahit dicampur perasan jeruk nipis dan musti diminum pagi dan sore. Hasilnya memang memuaskan karena sekarang Lintang jadi langsing banget kaya peragawati atau mungkin lebih tepat dibilang duri ikan karena sangat kerempeng.
“Kamu jadi mau nonton pesawat UFO di lapangan sekolah?” tiba-tiba Lintang dikagetkan oleh suara eyang putrinya yang sudah berdiri di tengah pintu.
Lintang masih berpikir sejenak. Lalu dia mengernyikan keningnya dan bertanya, “Kok eyang putri percaya sih sama pesawat UFO? Lagian apa enaknya nonton di lapangan sekolah?”
“Mungkin kalau bisa melihat pesawat UFO, tidak begitu penting. Tapi di sana kamu bisa berkumpul dengan penduduk sini. Bagi mereka itu adalah hiburan. Banyak juga pemuda dan pemudi di sana. Siapa tau kamu dapat teman atau mungkin jodoh,” ucap eyang putri memberi saran.
Jodoh? Wah siapa tau nanti bisa ketemu Tiko, pikir Lintang. Dia langsung bersemangat dan bangkit dari tempat tidurnya.
“Baik deh, lintang mau nonton. Tapi Lintang mau sholat Isya dulu,” ucap Lintang bersemangat.
“Baik kalau begitu eyang putri buatin kopi jahe sementara kamu sholat Isya. Supaya kamu kuat melek. Ya, itung-itung tirakat sambil merenung. Eyang putri buatin dulu, ya,” eyang Lintang lalu meninggalkan Lintang. Lintang sebenarnya udah kapok dengan yang namanya jahe yang dicampur minuman. Tapi mungkin baik juga supaya nggak masuk angin. Lintang lalu masuk ke ruang sholat dan melaksanakan ibadah Isya.



IV

Dan setelah keluar dari ruang sholat, Lintang sudah mendapati kopi jahe dalam botol bekas air mineral di atas meja buatan eyang putrinya. Lintang pun mengambil botol itu lalu keluar dari rumah. Lintang mencoba melihat rumah Tiko. Apakah cowok itu berangkat ke lapangan sekolah? Lintang pun memerhatikan rumah Tiko masih gelap.
“Kalau misalnya capek dan ngantuk, kamu pulang aja. Jangan tidur di sana,” saran eyang putri yang saat itu mendampingi cucu tersayangnya di tengah pintu keluar.
“Iya,” jawab Lintang tanpa menoleh ke arah eyang putrinya. “Ibu dimana?” tanya Lintang kemudian karena dia tidak melihat ibunya. 
“Sudah tidur. Mungkin ibumu kecapekan,” jawab eyang putri. 
Kemudian lampu kamar tamu di rumah Tiko menyala dan tak lama Tiko keluar dan menuju ke arah lapangan sekolah. Buru-buru Lintang mau menyusulnya. Belum jauh, eyang putri memanggil Lintang, “Eeeee, Lintang!! Nggak bawa jaket,” tanya eyang putri Lintang karena saat itu Lintang tidak memakai jaket.
“Enggak!!” teriak Lintang sambil terus mengejar Tiko.
“Hai, kembali! Nanti masuk angin!!” teriak eyang putri. 
“Ada kopi!!” teriak Lintang sambil menunjukkan botol kopi jahe yang dibawanya.
Tapi Lintang terus berjalan dan terus berlari mengejar Tiko. 
“Eh, di sana banyak nyamuknya. Nanti kamu digigit nyamuk!” eyang putri memperingatkan. 
Tapi kali ini Lintang mendengarkan dan berhenti mengerjar Tiko, “Aduuuuh! Eyang putri ada-ada aja! Nanti Tiko keburu pergi, nih,” Lintang mengerutu dan kembali ke arah eyang putrinya sambil mulutnya manyun dan melewati eyang putrinya begitu saja.
“Kamu tidak ingin kulit tubuhmu dinodai warna merah akibat gigitan nyamuk, kan?” suara eyang putri tidak digubris oleh Lintang. Ketika eyang putrinya memegang pundak cucunya itu, Lintang malah menggoyangkan tubuhnya supaya eyang putri melepaskan sentuhan itu.
Buru-buru Lintang masuk ke kamar, diambilnya jaket dari dalam tas dan dengan cepat melangkah keluar tanpa memedulikan eyang putrinya. Eyang putrinya pun geleng-geleng kepala melihat kelakuan cucunya. Pikirnya, apa cucunya terkena demam Syndrom UFO hingga terlalu over bersemangat untuk ingin melihatnya.
Lintang pun berjalan layaknya atlet jalan cepat yang berburu menuju garis finish. Lapangan sekolah yang jaraknya lima ratus meter dari rumah eyang putri. Seakan tak ada artinya meski dengan lari sekalipun.
Semangatnya mencari Tiko tak ada artinya walau melewati halangan hutan berduri, sungai lahar ataupun jalan yang terbuat dari arang yang menyala. Mungkin kalau Tiko berada di atas gunung yang curam, Lintang akan mencapainya lebih cepat dalam ajang panjat tebing dibanding rivalnya yang lain.
Dilihatnya lapangan sekolah sudah penuh dengan kerumunan para penduduk desa. Penerangan masih menggunankan obor yang dibawa penduduk secara pribadi. Pihak dari sekolah tidak menyediakan penerangan lampu karena mereka tidak mau dibebani biaya listrik yang sekarang sudah naik. Jangankan bayar listrik, untuk biaya memperbaiki bangunan sekolah saja mereka sudah susah payah mencari subsidi sumbangan dari para wali murid. Seandainya saja ada mister dermawan yang berbaju Zorro datang ke desa ini dan memberikan sumbangan sepuluh juta.
Sedangkan wali murid di desa ini rata-rata hanya buruh sawah atau sebagai buruh pabrik Gudang Garam atau buruh pabrik dari kota lain. Kadang gaji pun tak kunjung datang karena banyaknya demo yang diakibatkan perusahaan bangkrut atau direkturnya melarikan diri keluar negeri.
Beberapa penduduk bahkan saat itu seperti Zorro atau memakai cadar Spiderman untuk menghindari gigitan nyamuk dan menahan dinginnya malam. Mereka kayak perampok memakai penutup kepala yang terbuat dari kain wool yang hanya ada lubangnya di mata. Jangan-jangan diantara mereka ada buronan teroris atau koruptor. 
Tapi Lintang tidak ambil pusing. Dia terus saja mencari pria dambaannya yang bisa menggantikan kehangatan jaket yang sedang dipakainya. Tapi Tiko tidak ada di antara kerumunan penduduk di situ. Meskipun ada banyak pemuda yang lebih tampan dari Tiko, tapi Lintang tidak tertarik untuk menggodanya. Bisa saja cowok yang seperti Cecep jadi tampan kayak Anjasmara bila berada di tempat gelap seperti itu. Apalagi kalau Lintang belum mengenalnya. Bisa saja pria itu berpenyakit menular, punya kelainan sex, atau kelainan jiwa. Kalau Tiko, jelas Lintang mengenal luar dalam. Dari luar, Tiko tampan, berdada bidang dan berbadan atletis kayak atlet basket. Kalau dari dalam, bukannya Lintang pernah melihat alat vital atau organ dalam lainnya. Tapi Lintang tahu betul isi hati dan perasaan Tiko sebenarnya.
Meskipun pekerjaan cowok itu keras dan menuntut kegesitan. Tapi dia cowok romantis yang tidak pernah mengumbar kata cinta. Sikapnya yang sedikit cuek, akan mematahkan tulang rusuk wanita bila mendekatinya. Termasuk Lintang.
Ternyata Tiko bagai jarum di tumpukan jerami. Meskipun Lintang memeriksa dan mengelilingi bahkan melihat muka para cowok dari dekat, tapi tidak ada tanda-tanda Tiko ada di area lapangan sekolah. Para cowok-cowok yang diamati Lintang ada yang senang, bahkan ada yang menaruh curiga. Jangan-jangan Lintang adalah kupu-kupu malam atau germo penjual pria gigolo. Lintang masa bodoh. Dia terus mencari.
Gigitan nyamuk di pipi kirinya membuat Lintang sadar. Bahwa Tiko tidak ada di antara kerumunan penduduk di situ. Lalu ke mana tadi perginya Tiko? Bukankah dia tadi menuju ke lapangan sekolah. Lintang jadi kehilangan jejak. Ini semua gara-gara eyang putrinya yang mengacaukan semuanya. Tapi kalau Lintang tidak mengambil jaket, mungkin para nyamuk akan berpesta berebut menggigit kulit Lintang yang kuning mulus.
Masalah Tiko sudah tidak dipikirkan lagi. Lintang kini sibuk mengusir nyamuk yang mulai merayap di atas kulit arinya. Terutama di ujung tangan, kaki, dan wajahnya. Kenapa tadi tidak beli lotion anti nyamuk dulu, ya? Setelah melihat jam tangan bergambar Sailor Moon di tangan kanannya menunjukkan pukul setengah sebelas malam, maka tidak akan mungkin lagi ada warung yang masih buka. Ada banyak pedagang keliling menyemarakkan acara bergadang bersama itu. Tapi rata-rata mereka menjual makanan yang siap disantap. Di situ ada penjual tahu petis, penjual intip beras, dan penjual jamu.
Lintang berpikir, apa benda yang mereka jual bisa mengusir nyamuk yang sedang menyanyi riang di telinganya. Kalau misalnya adonan petis tahu digunakan untuk lotion anti nyamuk, mungkin saja nyamuk akan terbang menjauh. Tapi Lintang akan dibelai atau digigit ratusan semut angkrang. Tidak. Itu tidak mungkin.
Sedangkan kalau intip beras? Rasanya sama saja karena ada siraman adonan gula merah di atasnya. Tapi kalau untuk ditimpuk pada nyamuk bisa jadi mungkin akan pergi.
Kalau jamu? Kira-kira jamu apa yang bisa mengusir nyamuk? Lintang mulai berpikir. Dilihatnya ada penjual jamu di situ. Ada kang Mahmud yang menjual es sinom yang dijual dengan menggunakan gerobak dorong. Tapi eyang putrinya melarang keras pada Lintang untuk minum es sinom buatan kang Mahmud. Entah kenapa alasannya. Padahal hanya dengan duit lima ratus perak, bisa didapatkan satu kantong plastik es sinom segar. Eyang putrinya malah menyarankan untuk minum jamu yang masih asli buatan yu Ponirah meskipun harus keluar uang kertas seribu rupiah hanya untuk satu gelas jamu dan setengah gelas sinom untuk tombo pait. Tapi yu Rah, begitu penduduk biasa memanggilnya, memang menjual mutu bukan kapasitas. Meskipun jarang pembelinya, tapi orang yang pengen sehat pasti memilih minum jamu di tempat yu Rah.
Saat itu Lintang melihat yu Rah hendak duduk mendekati paklek Kresno penjual intip beras. Tapi paklek Kres malah pergi menjauhi yu Rah. Paklek Kresno berkulit hitam persis seperti wayang Krisna yang sepertinya tak kasatmata bila berada di tengah kegelapan. Paklek Kres pergi agak jauh sambil membawa kue intip beras dalam kantong plastik besar. Sepertinya dagangannya masih belum laku. Memang, orang desa jarang membeli intip beras yang terbuat dari nasi yang dikeringkan. Besarnya seperti mangkok kecil dan tebalnya sekitar satu setengah senti dan dikucuri sedikit adonan gula merah. Kalau makan dicuil sedikit demi sedikit. Penduduk malah lebih senang makan rengginang karena bentuknya lebih kecil meskipun rasanya hampir sama. Tapi kalau dipikir-pikir, rengginang yang berwarna merah jangan-jangan memakai pewarna pakaian atau wantex. Kan bisa bikin sakit kangker usus. Tapi para produsen makanan kecil seakan tidak peduli dengan kesehatan konsumen. Seperti produsen bakso, mi, atau tahu yang masih banyak memakai borax supaya kenyal dan memakai formalin supaya tidak cepat busuk. Namanya juga cari untung. Kalau misal makanan busuk sebelum terjual mereka akan rugi banyak. Kadang mereka menghindari rugi dengan mengganti daging sapi diganti dengan daging tikus atau babi celeng yang jelas-jelas tidak disetujui MUI. Sehingga terpaksa memberi sanksi pada produsen dengan menutup usaha dagangannya atau dengan hukuman pidana. Gimana lagi. Mau usaha ya mau menerima resiko. Kalau dagangan cepat busuk dan kadaluarsa, itu resiko. Bahkan orang yang tidak mau usaha kadang hatinya juga akan busuk dan berkarat. Sebagai manusia harus usaha untuk memenuhi kebutuhan perut dan dapur.
Begitu pula dengan paklek Kres. Mungkin dia memilih usaha menjual kue intip beras yang resiko cepat basi lebih kecil. Karena kue intip beras bisa tahan lebih dari satu bulan. Tapi kalau tidak laku-laku, dia makan apa, ya?
Kata orang-orang, paklek Kres bekerja sambilan sebagai tukang pijit. Dia pilih-pilih pasien dan spesialis untuk laki-laki. Entah mengapa. Kata orang-orang dia homo atau gay karena sampai umur 45 tahun belum juga menikah. Mungkin tidak laku. Padahal wajahnya tidak jelek-jelek amat. Kalau diamati malah lebih mirip Jane Claude Van Damme. Tapi mengapa pasien pijitnya musti laki-laki? Apa bukan sekadar memijit atau mungkin memijit tempat yang lebih pribadi. Hiiii....geli membayangkannya. Masak jeruk minum jeruk.
Padahal yu Rah naksir berat sama paklek Kres. Tempat tinggal mereka pun bersebelahan. Yu Rah seorang janda beranak satu. Mantan suaminya pergi meninggalkannya karena kecantol gadis pereks yang masih belia. Kabar terakhirnya, suami yu Rah pergi ke kota menemani pasangan barunya itu bekerja sebagai PSK di Surabaya. Ya mungkin service yu Rah kurang memuaskan atau karena yu Rah kelihatan gendut setelah melahirkan. Yu Rah dulunya langsing. Tapi setelah punya anak satu malah tubuhnya kayak pendekar alias pendek mekar. Kini kelihatan gemuk ginuk-ginuk. 
Setelah ditinggal suaminya, dia juga ditinggal putrinya yang semata wayang. Putrinya yang masih balita musti pergi untuk selamanya setelah mengidap penyakit kurang gizi. Bagaimana gizi bisa dipenuhi kalau tiap hari paling hanya makan tahu atau sayuran saja yang dipungut dari ladang belakang rumah. Parahnya lagi kadang hanya makan pake garam saja. Itupun bukan garam beryudium. Gimana balita di sini tidak mengalami gizi buruk. Sayangnya Departemen Sosial hanya baru bertindak setelah jatuh korban. Bukan gizi buruknya yang musti ditangani, tapi ekonomi kaum pedesaan yang perlu dibenahi. Jadi DPR jangan hanya berebut jabatan saja.
Perputaran ekonomi di desa pun lambat. Semua remaja pergi ke kota dan paling banter mereka kerja sebagai buruh pabrik. Mereka memilih ke kota karena semua serba ada. Kebutuhan mudah dicari dan pekerjaan mudah didapat. Bahkan ada yang nekat jauh-jauh pergi ke Jakarta hanya karena pengen rekaman atau main sinetron. Ya siapa tau saja suatu saat nanti ada stasiun televisi swasta yang berpusat di desa tapi siaran secara nasional. Jadi siaran TVRI bisa disaingi supaya bisa sedikit lebih bermutu. Dan dapat dimunculkan primadona atau Diva desa yang bisa go internasional seperti Inul Daratista.
Yu Rah pun kadang berpikiran seperti itu supaya paklek Kres mau didekati. Kata orang-orang sih, paklek Kres menolak yu Rah karena mereka berdua masih ada hubungan keluarga. Kakeknya paklek Kres punya adik ipe perempuan. Dan suaminya adik perempuan itu punya keponakan ya ibunya yu Rah itu. Kalau dipikir-pikir sebenarnya sudah saudara jauh. Tapi paklek Kres berpikir bahwa kalau kawin dengan yang masih ada hubungan darah atau saudara, orang bilang saru. Nanti anaknya bisa cacat karena Tuhan tidak merestui.
Saat itu yu Rah masih saja berusaha mendekati di mana paklek Kres berada. Paklek Kres yang berjalan menghindar, malah dikejar yu Rah. Lintang yang merasa butuh ramuan jamu pengusir nyamuk dari yu Rah malah ikut-ikutan mengejarnya. Spontan Lintang kesel dan langsung teriak memanggil yu Rah. 
“Yu Rah! Sini dong!” panggil Lintang. Yu Rah berhenti dan melihat ke arah Lintang. Tapi yu Rah masih sempat-sempatnya menoleh ke arah paklek Kres yang berjalan cepat meninggalkannya. Ketika mau mengejarnya lagi, Lintang langsung mencegahnya dengan menarik selendang jamu yu Rah yang menggelantung sehingga yu Rah harus mengerem laju jalannya.
Yu Rah sedikit cemberut. Mungkin perasaannya sama seperti ketika Lintang dipanggil eyang putrinya saat mau mengejar Tiko. Yu Rah menarik napas dan kemudian menghembuskannya seperti banteng ketika melihat serbet merah. Yang keluar dari hidungnya adalah hawa panas yang siap bikin telur mentah jadi masakan mata sapi. 
Sambil menghembuskan napas, yu Rah bertanya dengan tegas dan keras pada Lintang, “Ada apa?!”
“Aduh, jangan galak gitu dong,” ujar Lintang ketakutan.
“Tapi kamu telah melepaskan ikan dari jaring pukat harimauku!” ucap yu Rah marah.
“Tenang dong tenang. Nanti aku ganti ikannya dengan ikan mas koki.”
“Aku nggak mau! Aku maunya dengan mas Kres. Dan sekarang dia lepas.”
“Sudahlah, yu Rah. Laki-laki kalau dikejar-kejar nanti ngelunjak. Malah nanti yu Rah dikira wanita murahan,” nasihat Lintang. Padahal Lintang sendiri seperti itu.
“Apa kamu pikir aku lonte penjual kepuasan seperti pacar suamiku dulu, hah?!” yu Rah sewot.
“Bukan begitu. Coba deh yu Rah jual mahal dikit. Semua yang dijual mahal akan semakin banyak peminatnya.”
“Nggak percaya. Buktinya jamuku yang aku jual mahal tapi malah nggak ada yang beli.”
“Tapi aku yakin hanya orang yang berpikir panjang saja yang datang ke yu Rah untuk membeli jamu.”
“Tapi lihat saja semua pergi ke kang Mahmud karena es sinomnya jauh lebih murah daripada jamuku,” ucap yu Rah sinis.
“Para pembeli es sinom kang Mahmud bisa mendapat minuman dengan harga murah karena mereka berpikiran pendek dan memikirkan kenikmatan sesaat,” Lintang mulai berfilosofi. “Para pembeli mendapatkan es sinom yang segar bila melewati lidah dalam keadaan dingin. Padahal minuman itu memakai es yang mungkin dari air mentah yang bikin batuk, flu, dan pilek. Juga memakai obat gula atau pemanis buatan yang bila kebanyakan malah bikin pahit rasanya. Warnanya yang kuning mungkin memakai obat pewarna yang bikin sakit perut. Walaupun para pembeli bisa merasakan segarnya, tapi kalau mereka nanti sakit atau bahkan mati maka akan menghujat atau malah bisa membacok kang Mahmud sampai mampus.”
Yu Rah mulai tersenyum, “Ah, bisa saja kamu. Lalu apa bedanya dengan jamuku?” 
“Kalau punya yu Rah meskipun jamunya mahal dan rasanya tidak segar bahkan pahit, tapi setelah para pembeli besoknya merasa sehat dan segar, mereka akan berterimakasih pada yu Rah atau mungkin malah memberi yu Rah rumah atau mobil mewah.”
“Ada-ada aja kamu. Siapa yang mau ngasih barang-barang itu? Memangnya ada uang kaget di desa ini? Itu kan cuma ada di Jakarta aja. Lagian dari pihak production house tidak akan mau berat-berat menggendong kameranya sampai ke sini. Aneh. Orang yang urbanisasi ke kota malah jadi perhatian di televisi. Kenapa bukan orang kota yang pindah ke desa yang jadi teladan. Malah orang miskin dari desa dieksploitasi air matanya untuk meraih keuntungan stasiun televisi semata. Sehingga mereka makin betah tinggal di kota. Kalau saja orang-orang kota yang kaya mulai bosan dan memilih tinggal di desa untuk memberi modal sepuluh juta tiap bulan, pasti orang desa semua akan kaya-kaya tanpa ada demo lagi.”
“Kalau mimpi jangan tinggi-tinggi, yu. Nanti mendaratnya sakit.”
“Iya seperti sakit hatiku sekarang pada mas Kres.”
“Makanya, seperti perumpamaanku tadi. Kalau yu Rah hanya mengumbar hawa nafsu dan birahi, nanti malah menghalalkan segala cara sehingga jual murah seperti pacar suaminya yu Rah. Tapi setelah itu mati rasa dan bosan. Malah bisa berakhir dengan pertengkaran dan dieksploitasi infotainment sampe dikejar-kejar wartawan.”
“Lalu seharusnya bagaimana?”
“Supaya yu Rah dikejar-kejar, yu Rah harus bersikap sedikit acuh seperti ......” Lintang sempat terbersit nama Tiko. Tapi tentunya level Tiko jauh lebih tinggi untuk ukuran yu Rah. Akhirnya Lintang memilih..., “..... seperti paklek Kres!”
“Iya, benar juga,” yu Rah mendesah sadar. “Mas Kres memang hitam. Tapi dia hitam hitamnya lokomotif. Meskipun hitam tapi banyak yang antri mau naik.”
“Jadi yu Rah tunggu di sini aja. Biar paklek Kres yang datang mendekati yu Rah.”
“Baiklah. Akan aku coba,” yu Rah lalu melepas selendang jamunya dan menurunkan bakul yang berisi botor-botol minuman jamu. Botol-botol tempat jamu punya yu Rah adalah botol bekas air mineral berkapasitas satu liter. Jarang sekali sekarang ada tukang jamu yang masih mempertahankan memakai botol kaca. Karena mungkin botol kaca akan pecah apabila terjatuh. Sedangkan botol bekas air mineral akan tahan pecah meskipun dibanting dengan keras. 
Yu Rah dan Lintang lalu duduk ndoprok di atas rumput.
“Kamu mau minum jamuku, nggak?” tanya yu Rah.
“Mau. Tapi kira-kira ada nggak jamu anti nyamuk?” tanya Lintang.
“Ada. Ini jamu paitan,” yu Rah mengambil gelas dan botol berisi cairan jamu paitan yang berwarna hitam dan menuangkannya pada gelas. “Jamu ini terbuat dari daun pepaya. Selain bisa menambah nafsu makan, juga melancarkan peredaran darah dan menghilangkan gatal-gatal karena mengandung zat pencuci darah.”
“Tapi kan aku minta jamu anti nyamuk.”
“Kata orang kalau jamu paitan ini diminum maka darahnya akan pahit. Jadinya nyamuk akan lari bahkan drakula tidak mau menyedot darah orang yang meminum jamu paitan ini. Memang rasanya pahit. Tapi kasiatnya jauh lebih manis,” yu Rah menyerahkan gelas berisi jamu paitan itu. Lintang pun menerimanya dan meminumnya. Dia merem melek karena merasakan pahit dari jamu itu. Lalu yu Rah langsung menuangkan sinom pada gelas Lintang.
“Ini tombo paitnya.”
Selesai meminum sinom yang rasanya kecut manis, Lintang pun lega. 
“Makasih. Berapa, yu?” tanya Lintang sambil menyerahkan gelasnya pada yu Rah. 
“Gratis kok.”
“Lho, kok?”
“Sudahlah. Kamu sudah menolongku tadi. Ucapanmu membuatku sadar.”
“Makasih banyak. Semoga darahku cepat pahit dan nyamuk langsung mental ketika menyentuh kulitku. Seharusnya jangan diberi nama jamu paitan. Pantesnya diganti jadi jamu tolak nyamuk.”
Yu Rah ketawa.
“Ada-ada aja kamu. Jamu ini disebut jamu paitan karena rasanya pahit. Bukannya lotion anti nyamuk,” jelasnya.
Lintang jadi ikutan ketawa.
Akhirnya mereka berdua saling bercanda dan sesekali melihat ke atas. Siapa tau pesawat UFO datang dan memberikan sinarnya yang redup untuk membuai mimpi-mimpi para penduduk desa.


V

Malam semakin larut. Suasana semakin sunyi. Semua orang sudah mulai ngantuk bahkan sudah ada yang merebahkan diri di atas rumput lapangan. Semua sudah lelah menunggu sesuatu yang belum tentu datang. Mereka berharap bisa melihat sendiri bagaimana bentuk pesawat UFO yang digembar-gemborkan oleh segelintir orang yang tanpa sengaja melihatnya. Semua itu supaya mereka bisa menggambarkan bentuk UFO sehingga mereka dapat memberikan kesaksian pada para reporter televisi bila mereka diwawancarai nanti. Ya, siapa tau mereka nantinya bisa setenar Delon Indonesia Idol tanpa harus mengikuti audisi. 
Mungkin bukan cuma itu. Mereka melakukan bergadang dan kumpul bersama karena butuh hiburan. Tempat hiburan di desa itu sangatlah jarang. Bioskop pun sudah nggak ada lagi karena pada gulung tikar karena nggak ada penontonnya. Mungkin kalaupun ada, hanya memutar film India atau yang bertemakan sex. Pemilik bioskop pun nggak bakalan sanggup membeli film baru. Tapi bagi masyarakat kecil, film baru ataupun lama tidaklah begitu penting. Yang penting mereka bisa mejeng dan pamer baju mereka yang hanya dipake kalau lebaran saja.
Saat Lintang sedang melihat ke angkasa, yu Rah mencolek lengan Lintang. Sepertinya yu Rah dikagetkan sesuatu.
“Lintang! Lintang! Coba lihat! Mas Kres datang!” 
Terlihat paklek Kres berjalan pelan sambil menjinjing satu kantong besar kue intip beras di belakang punggungnya seperti Sinterklas. Dia berjalan tegap dan menantang seperti Van Damme ketika mau menghadapi musuh. 
“Lintang! Ternyata kamu benar. Kalau kita pura-pura acuh maka pria-pria akan menghampiri kita. Bagaimana ini? Aku belum siap!” yu Rah kelabakan dan salah tingkah. “Apa aku musti menjauh seperti jinak-jinak merpati?” yu Rah mungkin kali ini jadi paranoid pada cowok seperti ketika Julia Robert takut diajak menikah dengan Richard Gere dalam film Bride Runaway.
“Yu Rah nggak usah over, deh. Biasa aja. Nanti malah paklek Kres yang takut melihat yu Rah melotot kayak Sundel Bolong,” Lintang berusaha menenangkannya.
Paklek Kres semakin dekat dan yu Rah semakin gemetaran. Yu Rah tak kuat mengendalikan tangannya yang menggigil lalu diletakkan di atara botol jamunya yang akhirnya botol jamu itu kesetrum dan seperti meluap dan mendidih. 
“Yu Rah, tenang dong. Paklek Kres nggak bakalan gigit kok. Jadi nggak usah ketakutan seperti itu,” tapi usaha Lintang sia-sia. Malah yu Rah makin menjadi.
Tak disangka ternyata setelah dekat dengan yu Rah, paklek Kres malah melewatinya begitu saja. Spontan yu Rah langsung mangap tiga jari. Ternyata paklek Kres menghampiri seorang pembeli yang mau membeli kue intipnya. Yu Rah jadi keki dan malu. Mungkin dia kehabisan tenaga untuk menyambut paklek Kres hingga akhirnya dia merebahkan tubuhnya di depan tubuh Lintang.
Lintang langsung memeluk tubuh yu Rah yang pingsan.
“Yu Rah! Yu Rah! Bangun dong!” Lintang berusaha menyadarkan yu Rah. 
Beberapa orang datang dan mendekati yu Rah. Termasuk paklek Kres.
Melihat kejadian itu, Lintang jadi ingat sama Tiko yang akan nafsu apabila melihat wanita yang merem. Jangan-jangan paklek Kres juga seperti itu. Meskipun yang lain berusaha menyadarkan yu Rah, Lintang malah mengusahakan paklek Kres supaya mendapat kesempatan dan prioritas utama membangunkan yu Rah.
Paklek Kres mendekati yu Rah. Lintang membiarkannya. Saat itu paklek Kres mengeluarkan botol bekal minumannya dan hendak diminumkan ke mulut yu Rah. 
“Jangan!” cegah Lintang. “Wah bahaya kalau yu Rah diberi minum saat dia tidak sadar. Bisa-bisa nanti malah tersedak dan berkelanjutan pada kematian.”
Paklek Kres bingung, “Terus bagaimana?”
Lalu ada seorang bapak-bapak memberi balsem pada hidung yu Rah. 
“Coba deh ditepuk-tepuk pipinya pelan,” saran Lintang pada paklek Kres. 
Lalu paklek Kres pun menepuk-nepuk pipi yu Rah. Dimintanya balsem tadi dan dioleskan lagi pada kening kiri dan kanan yu Rah. “Mungkin dia kedinginan,” duga paklek Kres.
“Ya mungkin,” Lintang menimpali. Padahal dia tahu kalau yu Rah pingsan akibat maha dahsyatnya aura paklek Kres ketika melewati yu Rah tadi. 
Yu Rah tak lama sadar. Tapi dia membuka matanya lebih lebar ketika paklek Kres sudah ada di depan wajahnya. 
“Ora po-po, yu?” tanya paklek Kres sambil tetap memijit kening dan kemudian gantian memijit tangan yu Rah.
Yu Rah kemudian memanfaatkan kesempatan. “Aduh aku pusing. Kayaknya aku mau muntah,” yu Rah makin ngalem. Tapi paklek Kres pun dengan sabar lalu memijit leher belakang yu Rah. Padahal tempat itu adalah bagian sensitif wanita. Yu Rah pun sedikit mengkidik keenakan. 
“Dingin ya, yu?” tanya paklek Kres dengan masih memijit. Yu Rah pun mengangguk dan kebetulan saat itu hanya memakai kebaya lorek tanpa memakai jaket. Paklek Kres lalu melepas jaketnya dan diselimutkan di pundak yu Rah. 
Satu persatu orang yang memerhatikan, pergi meninggalkan yu Rah dan paklek Kres yang kelihatan mesra. Lintang pun diam-diam juga pergi dan tidak mau mengganggunya. Dia pun berjalan menjauh.
Lintang kini berjalan di antara orang-orang yang teler kecapekan menunggu pesawat UFO datang. Seandainya ilmuwan teknologi Indonesia bisa memproduksi pesawat UFO sendiri, maka mereka tidak perlu menunggu berlama-lama untuk melihatnya bahkan bisa dengan mudah menyentuhnya.
Di tengah keheningan itu, sayup-sayup Lintang mendengar suara merdu seorang pria menyanyikan lagu The Way You Look at Me yang pernah dinyanyikan Christian Bautista. Suara merdu itu seperti suaranya Delon Indonesia Idol.
Heran. Kenapa ada orang yang bisa menyanyikan lagu itu di desa ini? Bahasa Inggrisnya jelas dan fasih lagi. Nggak mungkin kalau dia orang desa ini. Pasti dia orang terpelajar yang mungkin saja terdampar di desa ini. Atau mungkin dia pria yang turun dari langit seperti Mr. Bean?
Bila mendengar lagu itu, Lintang jadi ingat pengalaman dengan Tiko. Saat itu Lintang sembunyi-sembunyi pergi jalan-jalan dengan Tiko supaya Andaru tidak mengetahuinya. Andaru paling cemburu kalau melihat Lintang berjalan dengan seorang laki-laki. Padahal Lintang bukan siapa-siapanya Andaru. Jangankan dengan Tiko. Lintang jalan bareng sama ayahnya atau Dede, adiknya, Andaru kelihatan seperti cemburu.
Waktu itu Lintang dan Tiko pergi tanpa tujuan karena memang Lintang pengen keluar dan sekadar jalan-jalan bersama. 
Saat mereka berhenti di tengah sawah, hujan pun turun dan memaksa mereka berdua berlari-larian mencari tempat berteduh. Tiko merelakan melepas jaketnya untuk dijadikan payung berdua. Aduh mesranya. Rasanya meskipun kehujanan, itu tak penting. Tapi jadi penting kalau Tiko bisa mendekatkan diri pada tubuh Lintang. Saat itu ada sebuah gubuk di tengah sawah. Mereka pun berteduh. Di bawah gubuk itu ada sungai kecil yang sedang mengalir. Tak tau asalnya dari mana, tiba-tiba ada bunga melati hanyut di permukaan sungai kecil itu. Lintang berpikir, darimana  asalnya melati putih itu sampai bisa menghampiri dirinya? Tiko yang melihatnya langsung memungutnya. Sebelum diselipkan di telinga Lintang, Tiko sempat bilang, “Bunga ini seperti kamu?”
Lintang sedikit bingung, kenapa dirinya mirip dengan bunga melati itu, “Apanya yang mirip denganku?” tanyanya saat itu.
“Bunga ini kecil dan baunya harum semerbak. Warnanya putih seputih hati dan kulitmu,” rayuan Tiko hampir membuat Lintang pingsan.
“Apakah kulitku seputih bunga ini?” tanya Lintang yang melihat padahal kulitnya sawo matang dan tidak sepucat orang mati.
“Iya. Kulitmu putih bagai awan,” Tiko kemudian memandang ke arah langit yang saat itu mendung. 
Pikir Lintang, Tiko ini bagaimana? Padahal kulitnya cokelat, sedangkan bunga melati itu putih dan awan saat itu abu-abu. Lalu mana yang benar? Apa dahinya berwarna cokelat, hidungnya berwarna putih dan pipinya berwarna abu-abu persis seperti wanita Jepang kuno atau tepatnya badut. Ah, nggak penting.
Lalu Tiko menyibak rambut di atas telinga Lintang dan menyelipkan bunga melati yang sedang mekar itu di telinga Lintang. Bunga melati itu masih disimpannya dan dikeringkan lalu diselipkan dalam buku hariannya. Romantis sekali. Seperti iklan valentine aja.
Seandainya saat di gubug itu Lintang membawa tape recorder, maka dia akan pilih-pilih lagu mesra tentang cinta dan salah satunya lagu Christian Bautista yang berjudul The Way You Look at Me seperti yang sedang dinyanyikan pemuda entah siapa di tengah lapangan sekolah di desa itu.
Dan saat ini, pemuda yang sedang menyanyikan lagu itu telah membangkitkan kenangan indah pada diri Lintang. Karena penasaran, Lintang pun mencari siapa yang menyanyikan lagu itu dengan penuh perasaan.
Tak jauh dari tempat Lintang berdiri, dia melihat punggung seorang pemuda yang duduk merangkul kedua lututnya itu masih menyanyi. Lintang pun menghampiri pemuda itu dan berusaha melihat wajahnya.
Penerangan masih gelap dan Lintang melihat pemuda itu yang kelihatan tampan. Mungkin karena remang-remang, orang jelek pun kelihatan lebih good looking. Lintang pun mendekatkan wajahnya pada pemuda itu. Makin dekat dan makin dekat hingga mungkin kira-kira hanya satu jengkal saja. Tapi saat ada orang membawa obor lewat, Lintang langsung teriak.
“Andaru!” Lintang nggak percaya kalau Andaru bila di tempat gelap terlihat handsome.
Andaru pun heran dan melihat wajah Lintang nggak percaya, “Lintang? Kamu di sini juga?”
Spontan Lintang menarik wajah dan badannya menjauh dari tubuh Andaru. Lintang pun mencep dan meninggalkan Andaru dengan cepat. Rasanya Lintang jadi benci dengan lagu yang dinyanyikan oleh Andaru barusan. Lagu sebagus apa pun kalau yang nyanyi Andaru, Lintang jadi mual pengen muntah. Sepertinya Andaru nggak ada bagus-bagusnya sedikit pun.
Lintang lalu berusaha mencari yu Rah lagi dan pengen mencurahkan hatinya atau bahkan pengen cuci darah karena sangat panas.
Saat ditemui, yu Rah sudah duduk sendirian tanpa ditemani paklek Kres tapi masih memakai jaketnya.
“Mana paklek Kres, yu?” tanya Lintang dan kemudian duduk di dekat yu Rah. 
“Sudah pergi,” jawab yu Rah singkat.
“Dia bilang apa aja?” tanya Lintang lagi.
“Nggak bilang apa-apa. Dia hanya memijit pungungku. Tapi aku rasa itu mewakili berjuta kata rayuannya,” ucap yu Rah dan meremas erat jaket paklek Kres.
“Terakhir dia bilang apa?”
“Nggak bilang apa-apa. Dia pergi karena mau meneruskan jualan kue intipnya.”
Mereka berdua lalu diam sebentar. Setelah itu Lintang menyablek seekor nyamuk nakal di punggung tangannya.
“Yu Rah, kok aku masih digigit nyamuk? Berarti jamu paitannya nggak manjur dong.”
“Ya tidak secepat itu, neng. Kalau kamu minumnya baru satu jam yang lalu berarti paling nggak darahmu akan pahit besok atau dua hari berikutnya.”
“Ah, yu Rah nggak bisa menerima keluhan konsumen.”
“Oke deh kalau begitu garansinya kamu boleh minum jamu lagi.”
“Kira-kira jamu apa yang bisa bikin aku jadi Diva?”
“Diva itu makanan opo to?”
“Ah, yu Rah masak nggak tau? Diva itu onderdilnya becak!” Lintang melucu. Tapi yu Rah malah bingung. “Sudahlah, sekarang bikin aja aku secantik Krisdayanti.”
“Memangnya aku jualan kosmetik? Yang aku bawa kan cuma jamu.”
“Aduh, yu Rah. Kalaupun tidak bisa merubah wajahku, paling tidak badanku. Bisa nggak badanku dirubah jadi seksi?”
“Kalau begitu ini aja.....kunyit asem,” yu Rah mengambil botol berisi jamu kunyit asem dan menuangkannya pada gelas.
“Emang bisa bikin apa kunyit asem ini?” tanya Lintang sambil menerima gelas dari yu Rah. 
“Bisa bikin langsing.”
“Lho, aku kan udah langsing.”
“Ya bukan cuma itu. Jamu kunyit asem bisa menghilangkan bau badan terutama di ketiak.”
“Selain itu?”
“Juga bisa menghilangkan jerawat.”
“Maksudnya jamu kunyit asem dioles di wajah, gitu?”
“Bukan, ya diminum, neng. Kalau parutan kunyitnya bisa menghilangkan ketombe di rambut.”
“Caranya?”
“Sebelum tidur dioles di kulit kepala sambil sedikit dipijit. Dan paginya baru dibilas dengan sampo.”
“Ooo. Gitu. Yu Rah kok bisa tau sih?”
“Namanya juga tukang jamu. Bagiku itu biasalah. Semua tukang jamu juga begitu.”
Lintang kemudian meminum jamu kunyit asem itu dan setelah itu yu Rah ngasih tombo sinom.
“Gimana yu, laku jamunya?” tanya Lintang sambil menyerahkan gelasnya pada yu Rah. 
“Nggak begitu laku. Sepertinya semua orang di sini pada tidak bawa uang,” ucap yu Rah sedih.
“Besok yu Rah jualan lagi di sini?” tanya Lintang.
“Ya mungkin hari ini terakhir.”
“Lho kenapa? Yu Rah nggak mau jualan jamu lagi?” 
“Bukan begitu. Besok malam ada gelaran Hiburan Rakyat di lapangan Bendo. Daripada bengong sepanjang malam di sini, mungkin mereka akan pindah nonton atraksi Hiburan Rakyat. Lagian pesawat UFO nggak bakalan muncul lagi. Mungkin saat itu makhluk UFOnya hanya mampir minum atau isi bensin saja.”
“Waktu itu kan yu Rah yang melihat UFO pertama kali?”
“Iya. Aku melihatnya. Aku pikir aku melihat pesawat hantu. Kalaupun aku ceritakan orang lain, tidak akan ada yang percaya. Tapi ternyata banyak yang liat juga.”
“Iya. Eyang putriku juga. Kira-kira muncul lagi apa nggak, ya?”
“Moga-moga aja jangan. Nanti bisa-bisa orang-orang diculik dan dijadikan sarapan pagi orang-orang di dalam pesawat UFO itu.”
“Ah, nggak mungkin. Makhluk ruang angkasa itu nggak punya mulut. Kalaupun punya pasti bentuknya kecil. Mana bisa makan manusia.” 
“Tapi kalau dicucup seperti Drakula?”
“Ah, mereka pasti nggak punya tulang seperti gurita. Apalagi punya gigi.”
Yu Rah tidak meneruskan dan dia menghela napas. Sepertinya ada yang dipikirkannya.
“Jaketnya nggak dibalikin?” tanya Lintang pada jaket paklek Kres yang dipake yu Rah.
“Nanti di rumah aja. Rasanya sekarang aku masih ingin memakainya. Kamu tau kan rasanya kalau memakai benda milik orang yang kita cintai. Pasti nggak pengen dilepas-lepas,” ucap yu Rah. 
Lintang pun berpikiran sama dengan yu Rah. Lintang lalu menguap. “Sepertinya aku ngantuk. Aku pulang dulu ya, yu. Aku pengen tidur di rumah aja.”
“Iya. Lagian perawan nggak baik bergadang di antara cowok tak dikenal.”
“Kayak perawan di sarang penyamun ya, yu?”
Mereka ketawa.
“Ya udah, yu. Aku pulang dulu,” ucap Lintang sambil menggaruk kepalanya.
Yu Rah pun menggangguk saja.
Lintang pun akhirnya pergi pulang meninggalkan lapangan sekolah. Dan bukan dia saja. Beberapa orang pun juga pulang karena kecapekan. Mereka berjalan lunglai di sepanjang jalan yang gelap. 
Di rumah, Lintang disambut eyang putrinya, “Bagaimana? Sudah lihat pesawat UFOnya?”
“Nggak,” jawab Lintang singkat.
“Ya siapa tau besok bisa lihat.”
“Nggak deh. Kapok. Mendingan tidur di rumah.”
“Ya itung-itung pembauran.”
Lintang tidak peduli. Diapun langsung menuju ke kamar dan merebahkan tubuhnya sampai tak sadarkan diri dan ngiler membentuk peta Sumatra di atas bantalnya.


VI

Tengah malam suasana sunyi. Tapi tiba-tiba saja bumi bergetar. Semakin keras dan semakin keras. Tempat tidur Lintang bergoyang tapi gadis itu tetap saja tertidur. Hingga akhirnya sebuah gelas berisi air putih terjatuh dari atas meja disamping tempat tidurnya. Lintang pun sadar dan akhirnya terbangun. 
Ada apa gerangan?
Dia segera keluar dari kamarnya dan berlari menuju kepekarangan belakang rumahnya. 
Saat pintu dibuka, terdapat sinar yang menyilaukan dari atas langit. Lintang tak paham, benda apa itu?
Angin bertiup dengan kencangnya. Rambut Lintang terderai kemana-mana dan dia terpaksa melindungi wajahnya dengan kedua tangannya. Tapi kemudian sinar itu lenyap. Yang tertinggal adalah kelap-kelip di langit seperti bintang yang seakan mendekat ke bumi. Bintang-bintang itu melingkar dan ditengahnya ada sebuah pesawat. Ya. Pesawat UFO. Pesawat UFO itu lalu mengeluarkan kakinya yang seperti kaki kepiting raksasa dan menancapkannya di atas tanah pekarangan belakang rumah. Dari tengah bawah pesawat UFO itu keluar tabung dan menjulur ke bawah sampai ke permukaan tanah. Lintang pun seakan terhipnotis. Dia berjalan dengan kaku dan menuju ke arah tabung tadi. Seakan-akan ada yang memanggilnya. Ketika sudah dekat, Lintang menyentuhkan telapak tangannya ke dinding tabung itu. Lalu tabung itu terbuka dan Lintang masuk ke dalamnya. Bagaikan lift, tabung itu naik ke atas bersama tubuh Lintang. Lintang pun masuk ke dalam pesawat UFO itu. 
Sesampainya di dalam, suasana sunyi. Dilihatnya persis seperti di dalam pesawat Galantika. Lintang lalu memasuki ruang kendali. Di depannya ada kaca besar transparan dan terlihat pemandangan permukaan tanah. Dia bisa melihat jauh ke depan seperti di atas gedung yang tinggi. Lampu-lampu rumah desa pada malam hari terlihat indah. Sama seperti ketika dia sedang melakukan penyisiran di atas gunung pada malam hari dan hanya terlihat titik-titik lampu dari rumah penduduk. 
Lintang lalu duduk di atas kursi kendali. Di depannya ada meja yang terdapat banyak tombol warna-warni. Seperti tombol keyboard pada komputer miliknya, ada huruf-huruf bahasa Inggris di atasnya. Dan ada tongkat kendali di tengah-tengah antara tombol-tombol itu. Lintang lalu mencoba menekan tombol sesuai pada kata di atasnya. 
Lintang memencet tombol yang bertuliskan FLY. Dan pesawat UFO itu terbang mengambang. Setelah itu Lintang menekan tombol yang ada tulisan GO di atasnya. Maka pesawat UFO itu bergerak dan mulai maju ke depan. Pesawat mulai berjalan dan Lintang mengendalikan dengan tongkat kendali di tengahnya.
“Huuuu......uuuuw!!” Lintang berteriak seperti rodeo. Dia bagaikan pilot wanita pengendali pesawat ruang angkasa seperti dalam film Starship Troopers. Tak disangka semudah itu dia dapat mengendalikan pesawat ruang angkasa itu.
Pesawat UFO itu melaju ke arah barat belahan bumi dan melewati pantai Parangtritis. Terlihat indah pada malam hari. Dan tak lama dia pun berada di kota Jakarta dan terbang di atas kota. Lintang ingin melihat Monas. Sesampainya di depan Monas, dia ingin melihat lebih dekat. Tapi sayangnya pesawat terlalu rendah dari atas permukaan bumi. Pesawat mulai mendekati batang tugu Monas. Semakin dekat dan makin dekat lagi. Lintang mulai panik. Bisa-bisa dia menabrak bagian tengah tugu Monas itu. Saat dekat, Lintang menarik tongkat kendali ke belakang. Hingga pada jarak sekitar beberapa senti, pesawat menukik ke atas dan melaju secara vertikal. Keadaan Lintang pun juga menukik ke atas sama persis seperti naik Roller Coster.
Kini Lintang melayang-layang di tengah kota Jakarta. Ketika itu pesawat sedang diatur oleh Lintang supaya berhenti mengambang di tengah langit. Lintang lalu duduk santai melipat tanganya dan diletakkan di belakang kepala. Kedua kakinya disilangkan dan diletakkan di atas meja kontrol. Ternyata mimpinya melihat bahkan mengendarai pesawat UFO sudah tercapai. Lintang lalu melihat sekeliling ruang kendali. Kelihatan sepi sekali. 
Kenapa tidak ada satu makhluk pun di pesawat ini? tanya Lintang dalam hati. Lintang berpikir untuk mendapatkan pesawat UFO itu tanpa perang dengan makhluk Alien yang menakutkan. Dia bisa menyewakan pesawat itu pada teman-temannya atau mungkin para pejabat negara yang ingin melancong keluar angkasa. Dan tentunya biaya sewanya tidak murah. Satu kali naik harus bayar satu milyar untuk tiket pulang pergi. Wah, dengan penghasilan sebesar itu, Lintang bisa beli Mall lengkap dengan isinya. Atau restoran Mc Donald’s pribadi dan hanya khusus untuk keluarga saja. Huuuu.....asik sekali.
Tapi sepertinya Lintang mulai tak nyaman berada di dalam pesawat UFO itu. Selir-selir Lintang mencium seperti bau menyan. Jangan-jangan ini bukan pesawat UFO. Melainkan rumah masa depan alias kuburan.
Kelebat-kelebat terlihat kain putih melayang dan mengamati keberadaan Lintang.
“Siapa itu!” Lintang mulai cemas. Bulu kuduknya berdiri. Entah apa sebabnya. “Tunjukkan keberadaanmu atau aku akan membunuhmu!” Kalau dipikir-pikir, mana mungkin? Sedangkan Lintang tidak membawa senjata. Tapi dia dengan ketus berani menghadapi makhluk yang diperkirakan Alien.
Lintang mulai berdiri di tengah ruang kontrol. Tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya. Lintang membalikkan badannya. Dia kaget bukan main karena ada makhluk yang tak terlihat wajahnya dan tertutup oleh jubah putih.
“Siapa kamu?” pertanyaan Lintang tidak dijawab. Makhluk itu lalu membuka kerudung jubahnya dan terlihat mukanya seperti kuntilanak. Beberapa detik saja muncul kuntilanak yang lain dan melingkari sekeliling Lintang. Dia dikepung. Salah satu kuntilanak menarik tangan Lintang dan mungkin mau menyantapnya. Lintang menjerit sekuat tenaganya.
“Jangan bunuh aku, kuntilanak!!” teriakan Lintang memekakkan telinga ibunya yang sedari tadi menarik tangannya supaya Lintang segera sholat subuh. 
Sempat-sempatnya Lintang teriak lagi meskipun dia sudah bangun dari tidurnya.
“Kuntilanak!!” teriakan Lintang memicu ibunya untuk menampar pipi putrinya.
“Hus! Kamu pikir ibumu ini kuntilanak, apa?” ucap ibu Lintang yang masih pake mukena. 
Setelah Lintang melek, baru dia sadar kalau yang di depannya adalah ibunya dan bukan kuntilanak. Dan dia tidak sedang berada di dalam pesawat UFO, melainkan di dalam kamar di rumah eyang putrinya. Dan dia masih di atas kasur.
Ibu Lintang mendesah. “Ini sudah siang, Lintang. Matahari barusan mengintip. Eh, kamu malah asik mimpi. Sholat dulu sebelum waktu Subuh habis,” ibu Lintang pergi meninggalkan putrinya yang lagi bengong. Entah mimpi yang menyenangkan atau mimpi tragedi yang barusan dialaminya. Tapi Lintang masa bodoh. Dia langsung ke kamar mandi, setelah itu melaksanakan sholat Subuh.
Seperempat jam kemudian Ibu Lintang melewati Lintang yang selesai melaksanakan sholat Subuh sambil membawa keranjang belanja.
“Ibu mau kemana?” tanya Lintang sambil melepas mukenanya.
“Ke pasar. Mau ikut?”
“Mau!” teriak Lintang kencang. 
“Tapi janji jangan minta yang macam-macam. Sana mandi dulu. Ibu tunggu di depan.”
Tanpa disuruh ibunya untuk yang kedua kalinya, Lintang langsung menuju ke kamar mandi. Saat di depan kamar mandi ternyata di dalamnya masih ada eyang putrinya. Terpaksa Lintang menunggu.
Sambil menunggu, dia lalu melihat empang yang berisi puluhan ikan lele. Kelihatannya ikan lelenya kurang sehat karena eyang putri cuma kasih makan nasi sisa yang nggak bergizi pada lele. Dan kelihatannya lele-lele itu cuma besar kepalanya saja tapi badannya kerempeng karena kurang gizi. Atau mungkin ikan-ikan lelenya pada besar kepala atau geer karena mau di export. Kira-kira negara mana yang mau makan ikan lele kerempeng. Mungkin bangsa Afrika kali ya.
Lintang lalu mencoba melihat kandang sapi eyang putrinya. Di situ sudah ada mas Gogor yang sudah rajin menyiapkan rumput makanan sapi. Lintang tidak berani dekat-dekat. Dia pun jaga jarak. Takut terjadi apa-apa.
Dari kamar mandi, eyang putri sudah keluar. 
“Tumben sudah bangun, sayang. Memangnya mau ke mana?” eyang putri menyapa Lintang.
Lintang pun mendekati eyang putrinya. “Aku mau ke pasar bareng ibu.”
“Nah gitu dong. Jadi gadis jangan malas-malas. Lihat tuh mas Gogor yang udah kerja dari pagi sampai malam. Dia suka tirakat dengan puasa dan melek malam.”
“Supaya apa, yang?”
“Supaya jadi kaya dan sukses.”
“Ala, tukang arit rumput aja mimpi jadi kaya.”
“Ya, siapa tau di tengah rerumputan dia menemukan berlian. Maka bisa jadi dia tidak usah kerja sampai tujuh turunan.”
“Ah, eyang terlalu berkhayal. Itu sih konyol.”
“Sayang, itu cuma kiasan. Kalau kita rajin maka kita akan mendapatkan penghargaan yang senilai dengan berlian itu.”
Kayaknya sih, Lintang nggak bakalan ngerti maksud eyang putrinya. Dia acuh saja. 
Eyang putri masuk, Lintang pun mandi. Tiap kali Lintang selalu melongok ke lubang kamar mandi. Jangan-jangan dia nanti diteror oleh mas Gogor dengan cluritnya seperti dalam film misteri The Scream. Tapi kali ini Lintang benar-benar teriak. Bukan karena teror mas Gogor, tapi karena air dari dalam bak kamar mandi super dingin dan bikin beku aliran darahnya. Mungkin tak ingin lama-lama disentuh air yang super cold, Lintang langsung loncat dan keluar dari kamar mandi dan berlari ke kamar.
Tanpa merias wajahnya, Lintang langsung keluar kamar dengan memakai baju seadanya. Dia sudah melihat ibunya siap di atas sepeda motor dua tak, warna merah, merek Yamah tahun 70an. Sepeda motor seperti itu masih berkeliaran di desa. Padahal sepeda motor sepeti itu sudah dilarang di kota besar karena bikin polusi. Tapi rasanya sepeda motor produk baru masih juga bikin polusi. Itu mungkin karena masih pake bahan bakar bensin. Kapan ya ada sepeda motor dengan bahan bakar air putih. Jadinya kan tanpa polusi. Masyarakat juga nggak dibikin pusing dengan kenaikan harga BBM.
Sepeda motor merah itu suaranya kencang dan kadang knalpotnya berdahak keras memekakkan telinga. Tapi ibu Lintang cuek lalu melaju membonceng putrinya menuju ke pasar. 
Sesampainya di pasar Bendo suasananya ramai sekali. Banyak ibu-ibu yang belanja dan berjualan. Memang pasar kan tempat pertemuan penjual dan pembeli. 
Sementara ibunya berbelanja, Lintang malah asik main handphone di sebelah tempat parkir. Baginya suasana pasar nggak ada yang menarik. Tapi saat itu ada yang sedang mencuri perhatiannya. Dia melihat ibu tetangga eyang putrinya bersama putrinya, Alit, yang masih berumur 3 tahun.
Alit yang berambut tipis dan sedikit kecoklatan karena efek sinar matahari. Terdapat biang keringat di dahinya. Ibunya hanya memberi bedak talk. Mungkin bukan bedak. Paling-paling tepung kanji karena keadaan di desa ini tidak memungkinkan membeli kebutuhan yang bermutu. Tapi jangan salah. Tepung kanji juga efektif untuk biang keringat. Dan sudah dibuktikan. 
Gadis kecil itu melirik ke arah penjual gulali ketika penjual gulali itu dengan manis menawarkan gulali yang terbungkus plastik dengan rapi dan higinis yang beraneka macam dan warna. Bentuk gulali itu macam-macam. Ada bentuk burung yang ekornya bisa ditiup seperti peluit. Dan ada bentuk pistol yang atasnya berwarna hijau. Juga ada bentuk rangkaian bungan mawar. Bahkan ada bentuk boneka gendut seperti wayang Semar.
Gadis kecil itu yang sedari tadi tak henti-hentinya menyedot ingus mulai merengek pada ibunya untuk minta dibelikan gulali warna-warni itu.
Lintang mencoba mendekati gadis kecil itu. Dia jongkok di dekatnya. 
“Minta apa, dik?” tanya Lintang dengan gaya seperti guru TK. 
Alit tidak menjawab. Dia malah tersipu malu dan sembunyi di balik rok ibunya yang kusam dan kehilangan warna, juga ada beberapa renda yang robek di sana-sini. 
Sekali lagi Lintang menanyakan pertanyaan yang sama pada Alit. “Minta apa, dik?” Lintang pun mengarahkan apa yang diminta gadis kecil itu. Lintang mencoba menunjuk ke arah deretan gulali yang dipajang menarik. Dengan malu-malu Alit menunjuk beberapa gulali dan kemudian dengan cepat menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya.
“Mau?” Lintang menawarkan.
Ibunya Alit lalu membalikkan badan dan memandang Lintang. Ibunya menggeleng menolak tawaran Lintang tadi. Tapi Lintang tetap berusaha keras mengabulkan permintaan gadis kecil itu. Masa kanak-kanak hanya sekali dan sayang kalau keinginan masa kecil mereka tidak terkabul.
Lintang jadi ingat sewaktu dia berumur enam tahun. Saat itu dia ingin sekali minta rumah-rumahan untuk Barbie bonekanya. Karena semua anak perempuan di komplek rumahnya rata-rata punya rumah kecil untuk Barbie bonekanya. Lintang kecil menangis keras setiap kali ibunya mengajak ke toko mainan. Ibunya paling hanya mengabulkan untuk membeli asesoris Barbie seperti baju, lipstik, sisir, dan sejenisnya. Dia pun hanya bisa mengagumi rumah mainan Barbie yang dipajang di toko mainan tanpa dia bisa membawanya pulang. Sebagai karyawan biasa, ayahnya tidak akan sanggup membelikan rumah-rumahan itu. Kini setelah besar, Lintang tidak tertarik lagi dengan rumah-rumahan Barbie impiannya semasa kecil. Impian masa kecilnya terlewatkan begitu saja. Tapi Lintang sadar. Apa yang diberikan kedua orang tuanya sudah lebih dari sekadar cukup. Bahkan berlebihan. Bagaimana tidak, gadis-gadis kecil di kompleknya sekarang hanya memiliki boneka Barbie tiruan  yang di beli di pasar. Yah, keadaan ekonomi sekarang semakin parah. BBM naik terus, imbasnya semua kebutuhan ikut naik.
Tapi kalau cuma sekadar membeli permen gulali saja masak nggak mampu, pikir Lintang.
“Mboten usah, mbak,” tolak ibunya Alit. “Sebenarnya saya bisa membelikan Alit gulali. Tapi uangnya sayang. Karena nanti malam akan digelar permainan di Hiburan Rakyat di lapangan Bendo. Uangnya kan bisa buat naik Dremolem.”
Pagelaran Hiburan Rakyat adalah sekumpulan wahana mainan seperti Dufan mini ala Kediri. Biasanya pindah-pindah. Kalau masih ramai bisa bertahan lama. Tapi kalau sudah sepi biasanya langsung pindah.
Lintang lalu mengambilkan gulali yang berbentuk burung. Alit memegangnya. Tapi Alit mencoba mengambil gulali yang lain. Akhirnya Lintang membelikan dua gulali. 
“Matur nuwun gulalinya ya, mbak Lintang,” ucap ibunya Alit berterimakasih. Alit dan ibunya lalu pergi. 
Dari ucapan ibunya Alit, Lintang juga teringat kata Tiko kalau nanti malam ada Hiburan Rakyat di lapangan Bendo. Rasanya sudah tak sabar Lintang pengen liat penampilan Tiko dalam atraksi Tong Setan.
Sekarang Lintang mulai jenuh menunggu ibunya. Kemudian dia mencoba SMS ke Tia teman satu kelasnya di SMA Malang. Asik sih. Sampai-sampai pulsanya pun habis. Kini dia tak tau mau ngapain lagi. Tapi untungnya ibunya kembali.
“Ada yang ingin kamu beli, Lin?” tanya ibunya sebelum menyerahkan karcis parkir pada tukang parkir.
“Kayaknya ada sih. Pulsaku udah abis. Dan aku rasa di sini tidak ada yang jual voucer isi ulang. Kira-kira beli di mana ya, bu?”
“Di tokonya Andaru,” saran ibunya membuat Lintang sedikit cemberut. Kenapa musti di tokonya Andaru? Tapi kemudian Lintang tersenyum sumringah karena yang jaga counternya kan Tiko. Lintang rasa saran ibunya nggak salah.


VII 

Sesampainya di rumah eyang putrinya, Lintang langsung menuju ke toko handphone milik Andaru. Lintang sudah berada di depan toko ayahnya Andaru. Tapi dia masih mengendap-endap. Kalau yang jaga counternya adalah Tiko, maka Lintang akan langsung masuk. Tapi kalau ada Andaru, maka Lintang akan memilih pergi dan berlari untuk menghindari bertemu Andaru. Tapi ternyata di toko itu hanya ada Tiko sendirian dan sedang menata chasing handphone di depan kaca etalase.
Saat Lintang masuk, Tiko masih menunduk di bawah meja etalase. Lintang cuma mendehem saja. Dan itu tanda supaya Tiko segera menatapnya dan melayani untuk membeli voucer isi ulang handphonenya. Tapi mungkin kurang keras. Karena Tiko masih asik saja mengurus barang dagangannya di etalase. Lintang berpikir, mungkin Tiko sedikit budeg kali ya. Karena suara dehaman Lintang sudah di volume tertinggi. Tapi Lintang bersabar. Karena nanti kalau dia teriak maka Andaru akan muncul.
Tapi ternyata tanpa Lintang teriak, Andaru sudah muncul dari dalam rumahnya. Andaru melihat Lintang sebentar. Dan Lintang membalasnya dengan membuang muka. Untungnya Andaru tidak lekas emosi. Dia bahkan tersenyum. Mungkin kalau Lintang lebih ramah, Andaru akan menanyakan pengalaman Lintang tadi malam bergadang menanti pesawat UFO datang di lapangan sekolah di desa itu. Daripada terjadi perang, maka Andaru memilih diam. Dia tau kalau Lintang tidak suka padanya.
Andaru lalu memanggil Tiko, “Tiko!”
Tiko lalu menyembulkan kepalanya dari bawah etalase. “Ada apa, An?” Setelah Tiko bertanya pada Andaru, Tiko sempat kaget sedikit karena sudah ada Lintang di depannya yang kemungkinan lama menunggu. “Eh, Lintang. Udah lama?”
Lintang menjawab dengan tersenyum saja
Lalu Andaru mendahului, “Punya charger Nokia, nggak? Punyaku di kamar nggak ada. Entah selip di mana. Aku pinjam sebentar dong.”
Tiko lalu mencarikannya di etalase. Tapi dia kemudian memilih mencabut charger dari handphonenya yang masih di-charge sebelumnya.
“Pake punyaku aja, nih,” Tiko menyerahkan pada Andaru. 
Sebelum Andaru menerimanya, tiba-tiba ada nada panggil dari handphonenya. Dari nada panggilnya keluar video klip 3 Diva Indonesia. Ternyata nada panggilnya pake fasilitas gambar dan musik video klip. Sebelum dipencet tombol terima, Andaru sempat-sempatnya menunjukkan gambar video Krisdayanti, Ruth Sahanaya, dan Titi DJ pada Tiko. Sebenarnya Andaru juga pengen nunjukin pada Lintang. Tapi posisi Lintang tetap buang muka dan memandang ke tempat lain. Kalau misalnya Andaru menunggu Lintang supaya menoleh dan melihat kecanggihan handphonenya, tentunya kasihan penelpon dari seberang sana yang menunggu sampe ubanan.
Lalu Andaru menggangkatnya dan mulai berbicara. Dari nada bicaranya, kayaknya dia girang banget. Selesai bicara dan ditekan tombol tutup, Andaru kegirangan dan bilang sama Tiko, “Tiko! Aku berhasil menang dapetin wawancara exclusive dan makan malam dengan Krisdayanti nanti saat konser di Surabaya.”
“Wah, asik dong! Kok bisa sih?” tanya Tiko ikut gembira.
“Caranya, ikut kuis SMS di salah satu iklan di koran. Aku harus menjawab beberapa pertanyaan lewat SMS. Cuma itu,” Andaru menjawab sambil menerima kabel charger dari Tiko. 
“Pengalaman pertama, ya? Kok kayaknya girang banget?” tanya Tiko.
“Oh tidak. Di Jakarta aku pernah foto bareng Krisdayanti. Mau liat?” Andaru mencoba menarik perhatian Lintang tapi Lintang malah mencibir. 
Tiko mengangguk dan Andaru membuka file gambar di handphonenya dan ditunjukkan pada Tiko. Tiko lalu melihat gambar Krisdayanti di handphone Andaru. Tapi dia malah mengernyitkan keningnya. “Ini saat jumpa fans, ya? Lalu kamu yang  mana?”
“Itu aku di depannya,” jawab Andaru sedikit ragu.
“Depannya yang mana? Di depannya Krisdayanti ada tiga kepala yang cuma kelihatan rambutnya,” Tiko bingung.
“Ya, itu. Salah satu kepala itu adalah aku,” Andaru sepertinya malu.
“Hah?! Ha..ha.. ha..,” Tiko kaget sekaligus geli. Lintang yang mendengarnya ikut geli dengan menutup mulutnya. Dia menahan ketawa.
Andaru jadi malu dan tersipu diam seribu bahasa. Dia tidak bisa berkata-kata lagi dan jadi salah tingkah. Karena malu, Andaru langsung masuk ke dalam rumahnya.
“Ada apa, Lin?” tanya Tiko saat memandang Lintang masih berdiri dihadapannya. 
Lintang lalu duduk dan bilang, “Aku butuh voucer pulsa.”
“Yang isi berapa?”
“Seratus.”
Tiko lalu mengambil kartu voucer bergambar Slank. 
“Ini untukmu. Gratis,” ucapnya.
“Ah, yang bener?” Lintang girang. Dia sepertinya nggak percaya. “Lalu aku bisa menggantinya dengan apa?” Lintang menawarkan diri.
“Temani aku saja sampai sore nanti. Soalnya aku bete kalau menunggu di sini sendirian. Mau ngisi TTS, bosen. Mau nyetel radio, radioku rusak. Paling-paling aku cuma dengerin ringtones dari handphoneku. Lagian ringtonesnya mono lagi. Bikin bete.”
“Wah, kalau cuma begitu, aku mau banget. Sebelumnya aku juga pengen nemenin kamu. Apa isi hati kita sama, ya?”
“Bisa jadi,” Tiko mengangkat dahi dan kedua tangannya.
“Tadi malam aku mencarimu di lapangan sekolah.”
“Ngapain?”
“Aku kira kamu juga pengen liat pesawat UFO.”
“Aku nggak percaya pesawat UFO. Tadi malam aku balik ke counter karena kabel chargerku ketinggalan. Ternyata rumah Andaru tak ada orang dan aku akhirnya kembali pulang.”
“Jadi aku sia-sia dong mencarimu tadi malam.”
“Salah sendiri.”
Lintang ngambek dan Tiko malah menggodanya terus.
Satu jam, dua jam nggak terasa. Tiko ditemani Lintang sambil melayani orang-orang yang butuh pelayanan keperluan handphone di counternya.
Tapi kayaknya Tiko udah mulai lapar. 
“Kamu lapar, nggak?” tanyanya pada Lintang yang kayaknya juga sedang menahan lapar. Gimana tidak? Sepulang dari pasar, Lintang nggak sempat sarapan dan langsung menuju ke counter tempat Tiko. Mungkin puasa satu bulan tanpa buka dan sahur akan dijalani Lintang kalau itu adalah salah satu syarat supaya bisa ngeliat dan berdekatan dengan Tiko. 
Saat ditawarin Tiko, Lintang cuma senyum aja. Tak ada jawaban ya atau tidak. Rasanya Tiko nggak perlu menunggu jawaban Lintang karena konser musik keroncong terdengar jelas dari dalam perut Lintang.
“Aku panggilin bakso, ya?” Tiko keluar dari counter dan melongok sekelilingnya. Kebetulan ada tukang bakso di dekat situ. Tiko lalu memanggilnya. Tukang bakso melayani dua mangkok berisi pentol, siomay basah dan tahu juga gorengan. Setelah siap saji, Tiko membawanya dan menyajikan di hadapan Lintang. 
“Thanks,” ucap Lintang dan langsung memegang sendoknya.
“Minumnya apa?” tanya Tiko karena takut nantinya Lintang tersedak.
“Terserah,” Lintang nggak kasih pilihan. 
Dari dalam counter, Tiko teriak pada tukang bakso, “Mas, es degannya dua, ya! Antar di sini lho.”
Degan adalah kelapa muda dalam bahasa sekitar desa itu.
Dengan gaya bartender, tukang bakso itu menyajikan es kelapa muda. Setelah itu diantar dan disajikan pada Tiko dan Lintang. Setelah itu tukang bakso pergi meninggalkan mereka dan menunggu di gerobaknya.
Tiko mulai ngobrol.
“Kamu nggak takut kalau pentol, tahu, dan mi di mangkok ini ada formalin dan boraxnya?” tanyanya memastikan sebelum Lintang menyantapnya.
“Ngapain musti takut. Kita kan makan berdua. Kalaupun nantinya mati, kita bisa mati berdua,” jawab Lintang sambil tersenyum.
“Ah, kamu,” Tiko mencolek ujung hidung Lintang. Lintang  pun tersenyum tersipu.
“Memang benar. Aku rasa kalau kita menghidari bakso tapi tanpa sengaja kita berkendara dan kecelakaan hari ini juga, toh sama saja. Sama-sama mati juga. Kita mati bisa dengan banyak sebab, kan?” Tiko berujar.
Lintang hanya menjawab dengan mengangkat jempolnya karena kini mulutnya sudah penuh mi bakso.
Seperti lomba balap makan, mereka berdua berusaha makan paling cepat. Dan ternyata isi mangkok Lintang ludes duluan.
“Doyan apa laper?” ucap Tiko setelah mi terakhirnya dilahap.
“Terus terang sih laper,” jawab Lintang dan kemudian ketawa malu-malu.
“Mau nambah?” tawar Tiko. 
“Nggak deh. Nanti ibuku marah kalau aku gendut lagi,” jawab Lintang yang kemudian melanjutkan dengan minum es kelapa mudanya. Beberapa saat pula es itu pun cepat habis. “Wah bocor,” Lintang mengangkat gelasnya sambil ketawa.
“Iya, bocor di atasnya,” ucap Tiko lalu dia merogoh dompetnya dan mengeluarkan uang kertas lima puluh ribuan. “Aku yang traktir.”
Lintang lalu merebut uang kertas itu. “Biar aku yang bayar,” Lintang lalu menumpuk mangkok jadi satu dan diangkatnya bersama kedua gelas es dan membawanya ke tukang bakso.
“Berapa, mas?” tanyanya pada tukang bakso.
“Sepuluh ribu,” jawab tukang bakso.
Lintang pun menyerahkan duit lima puluh ribuan pada tukang bakso.
“Wah, duitnya gede amat. Bayar uang pas aja.”
Ucapan tukang bakso kemudian ditimpali suara Andaru yang berada di belakang Lintang. 
“Biar aku yang bayar,” Andaru saat itu membawa mangkoknya sendiri.
Alis Lintang mulai bertemu. Kayaknya dia nggak terima. 
“Jangan soksial, deh,” kata singkatnya mungkin membuat Andaru marah. 
Tapi Andaru menjawab dengan santai, “Ya sudah. Aku nggak maksa,” Andaru menyerah. 
Sepertinya Lintang lebih terhormat ditraktir Tiko daripada Andaru. Tukang bakso pun lebih hati-hati dan memilih diambilnya duit dari tangan Lintang daripada terjadi perang.
“Cepet!” Lintang membentak tukang bakso supaya cepetan ngasih kembalian karena Lintang nggak tahan deket-deket dengan Andaru. Tukang bakso pun tergopoh-gopoh sampai-sampai uang receh kembaliannya jatuh berceceran. Lintang pun tidak berusaha memungut uang receh itu. Dia hanya mengambil uang kertasnya saja dan buru-buru kembali ke tempat Tiko.
Di depan Tiko, Lintang berusaha tersenyum. Tiko tau kalau wajah merahnya Lintang bukan karena bekas rasa pedas bakso yang dimakannya. Tapi karena emosi dekat dengan Andaru. Bahkan saat Andaru lewat sambil bawa mangkok bakso, Lintang makin merah aja mukanya kayak Devil si setan kecil bertanduk dan berekor panjang yang ujungnya runcing sambil bawa garpu jerami.
“Kayaknya kamu musti minum es lagi, deh. Supaya wajahmu nggak merah kepanasan,” saran Tiko. Mendengarnya, Lintang jadi sedikit adem. Dia lalu melempar duit kertas kembalian satu persatu ke muka Tiko. Tiko pun pura-pura menghindari lemparan itu. Tak lama mereka pun ngobrol lagi dan tak ada yang mengganggu.


VIII

Langit mulai remang-remang. Kini udah sore. Tak terasa Lintang dan Tiko keasikan ngobrol sampai mendekati waktu Magrib. 
“Kayaknya kita musti pulang deh,” ujar Tiko.
“Wah iya. Nggak terasa ya,” ucap Lintang tapi rasanya dia nggak pengen pisah dengan Tiko walau sedetik saja.
“Sori, ya. Counter mau tutup. Dan aku musti mandi dan siap-siap beraksi masuk Tong Setan,” jelas Tiko.
“Iya. Aku tau,” Lintang memahami. Dia pun meninggalkan Tiko sendirian menutup pintu counternya. Lintang sempat melambaikan tangannya pada Tiko. 
Tapi sesampainya di jalan, Lintang ingat kalau setelah Magrib dia musti ikut pengajian. Wah pilihan yang sulit nih. 
Sesampainyaa di rumah eyang putrinya, Lintang langsung mandi, makan malam dan sholat di rumah. 
Ibu Lintang pun heran, “Kok sholat Magrib di rumah? Kamu nggak ikut pengajian?”
Lintang mulai berpikir dan mencari alasan.
“Nanti setelah sholat Isya,” jawabnya sambil mempersiapkan diri untuk pergi ke tempat Hiburan Rakyat. Lintang memakai kemeja dengan lengan pendek. Dan memakai rok selutut yang seharusnya jadi prasasti dari pengalamannya bersama Tiko. Dan Lintang mencari “alat dopingnya” yang tak lain adalah foto dirinya bersama Tiko lalu dimasukkan ke dalam saku kemejanya. Tak lupa Lintang membawa Al Qur’an dan memakai kerudung putih. Lintang pun lalu pamit berangkat ngaji. Padahal tidak. 
Setelah beberapa meter keluar dari rumah eyang putrinya, Lintang kembali, menuju dan masuk ke kamarnya. Rasanya ada yang ketinggalan. Yaitu handphonenya. Ibunya malah bingung. Nih anak kok bawa handphone ke masjid.
“Hei, ke masjid kok bawa handphone?” tanya ibunya Lintang.
Tapi pertanyaan ibunya tidak dijawab oleh Lintang. Dia malah nelunyur pergi. Memang dia berjalan ke arah masjid. Tapi kemudian dia berjalan memutar menuju ke tempat Hiburan Rakyat di lapangan Bendo.
Kali ini Lintang membohongi ibunya, pak haji Imam, dan dirinya sendiri. Ya, sekali-kali dong jalan-jalan. Boleh kan? Lagian yang dituju bukan tempat maksiat. Lintang nekat jalan kaki menuju ke lapangan Bendo. Padahal jaraknya jauh amat. Dan musti melewati jalan gelap di antara sawah tanpa penerangan. Ini semua demi untuk melihat Tiko.
Sesampainya di lapangan Bendo, ternyata sudah ramai sekali orang-orang yang datang. Di sana ada wahana Ombak Banyu, yaitu tempat duduk yang bundar dan orang-orang yang duduk di pinggirnya menghadap ke tengah. Bangku itu menggelantung  pada besi yang porosnya di tengah. Cara mainnya diputar secara manual oleh tenaga manusia berputar sambil naik turun.
Ada Rumah Hantu. Isinya ada dua makhluk yang katanya genderuwo karena terdapat banyak bulu di sekujur tubuhnya. Entah itu asli atau tempelan, Lintang tidak tau. Juga ada pocong yang selalu meloncat-loncat sambil menabrakkan dirinya ke teralis kawat sampai penonton jantungan. Ada juga kuntilanak. Dia memakai baju putih panjang hingga menutupi kakinya. Rambutnya tak terurus, gimbal, dan bau. Matanya berwarna merah. Mungkin pake kontak lens. Mungkin kuntilanak itu sudah berguru pada Susana si Sundel Bolong. Supaya kalau aktingnya bagus siapa tau dapat piala Citra. Entah itu semua hantu asli atau bo’ongan. Tapi bagi anak-anak situ, itu adalah asli. Lintang waktu kecil pun berpikir seperti itu.
Ada wahana yang mirip Komidi Putar di Dufan yang di Kediri dinamakan Dremolem. Wahana itu khusus untuk anak kecil karena ukuran kuda yang ditumpangi akan rontok kalau dinaiki orang dewasa.
Semua wahana di situ mungkin tidak pantas lagi dikonsumsi oleh Lintang. Karena hanya untuk anak-anak. Tapi ada satu tempat yang masih bisa ditonton oleh gadis seumuran Lintang. Yaitu atraksi Tong Setan. Dulu saat mendengar nama itu pertama kali Lintang takut. Karena dikira ada orang yang disiksa oleh setan di dalamnya hingga suaranya berisik. Setelah mencoba masuk ternyata di dalamnya ada dua sepeda motor trail yang saling mengejar atau bersilang secara horisontal. Arenanya seperti tong dari kayu selebar Komidi Putar. Dan penontonnya melihat dari atas melewati tangga.
Sebelum menonton atraksi Tong Setan, Lintang sempat melihat pak haji Imam ada di situ. Lintang langsung sembunyi di balik terpal Rumah Hantu. Jangan-jangan pak haji Imam mau mencarinya karena Lintang tidak hadir di masjid untuk pengajian. Lintang masih membawa Al Qur’an dan memakai kerudung putih yang melingkari lehernya. Lintang pun menunggu keluar sampai pak haji Imam pergi. Lintang mengamatinya.
Pak haji Imam tak kunjung pergi juga. Mungkin dia mencari seseorang di sini. Ternyata benar. Pak haji Imam menemui paklek Kres yang sedang jualan kue intip. Pak haji Imam lalu mengeluarkan beberapa uang kertas dan diserahkan pada paklek Kres. Lalu mereka berdua berpelukan di depan umum.
Gila! Kenapa pak haji Imam memeluk paklek Kres? Padahal paklek Kres kan homo. Jangan-jangan paklek Kres mau dibooking oleh pak haji Imam ke hotel. Hiii....pasti terjadi transaksi haram. Cowok kok makan cowok, pikir Lintang curiga.
Tak lama pak haji Imam pun pergi. Dan Lintang masih mengamati paklek Kres. Saat Lintang mengintip, tiba-tiba ada tangan yang memegang pundaknya dari belakang. Lintang pun langsung menjerit.
“Aaaaach!! Setan!!” Lintang ketakutan karena di dalam terpal tempatnya sembunyi itu adalah Rumah Hantu. Lalu Lintang mencoba menengok ke belakang. Ternyata Tiko sedang berdiri dengan masih memakai pakaian balap dan helm di tangan kanannya.
“Apa aku kelihatan seperti setan, Lin?” tanya Tiko.
“Ah, enggak. Kirain. Karena di dalam terpal ini kan banyak hantu,” jawab Lintang malu-malu.
“Nggak perlu takut. Karena setan di dalam Rumah Hantu ini palsu semua. Yang asli di Tong Setan. Nggak mau liat atraksiku?”
“Iya. Pesan tiketnya dulu. Tapi bagaimana aku bisa liat kamu ke Tong Setan sedangkan kamu ada di sini? Yang aku ingin liat kan atraksimu. Aku nggak mau liat stutman yang menggantikanmu.”
Tiko ketawa. “Ya, nggak mungkin lah. Memangnya aku bintang film? Pake digantiin stutman segala.”
“Karena kamu kan beken banget di sini.”
“Sekarang nggak usah beli tiket. Ini aku bawakan tiket masuknya. Kamu tinggal masuk,” Tiko menyerahkan tiket pada Lintang. “Sekarang aku sedang istirahat. Nanti lima menit lagi aku mulai atraksiku lagi. Bersiap-siaplah masuk. Aku tinggal dulu, ya.” Tiko lalu pergi dan menuju ke arenanya.
Sebelum nonton atraksi Tiko di dalam Tong Setan, Lintang berkeliling dulu.
Tiba-tiba saja beberapa orang menaruh perhatian ke arah mobil sedan merah yang mengkilap baru datang. Pasti pemiliknya orang kaya.
Salah seorang keluar dari mobil itu. Ternyata Andaru. Dan yang menyetir adalah sopir pribadinya yaitu paklek Huri.
Andaru pun sempat bertemu mata dengan Lintang. 
Heran. Andaru kan orang kaya. Kenapa dia musti ke sini? Kan dia mendingan ke mall Sri Ratu. Di sana makanan dijamin sehat. Daripada di sini.
Ternyata Andaru membeli martabak dan terang bulan. Lalu diserahkannya pada paklek Huri.
“Paklek Huri pulang aja dulu. Bawa mobilnya. Siapa tau bapak nanti perlu,” pesan Andaru.
“Kalau nanti bapak mencari mas Andaru dan menunggunya, gimana? Saya nggak pengen kena omel bapak kalau mas Andaru pulang malam?” paklek Huri mencemaskan.
“Sudahlah. Yang ditunggu bapak bukan aku. Tapi martabak dan terang bulannya yang ditunggu bapak. Sudah. Pulang aja duluan.”
“Apa perlu dijemput, mas?”
“Nggak perlu. Aku mau jalan kaki. Sekalian olahraga.”
“Ya sudah. Saya pulang duluan, ya,” paklek Huri lalu pulang membawa mobil sedan Andaru.
Andaru lalu mulai melihat-lihat wahana yang ada. Mungkin dia juga butuh hiburan sepeti di Hiburan Rakyat ini. Dia lalu berjalan mendekati Lintang dan berhenti dengan jarak secukupnya. Lintang mulai pasang muka ketus dan berharap Andaru tidak makin mendekatinya. Lalu Andaru bernyanyi keras mengikuti lagu anak-anak yang sedang diputar pada wahana Dremolem. 
Mungkin karena bosan Andaru mengeluarkan handphonenya. Dia pun beraksi memotret wahana yang ada di situ dengan kamera di handphonenya. Lalu dia sok kirim SMS dengan memainkan handphone mutakhirnya. Lintang yakin kalau Andaru nggak kirim SMS. Tapi paling nulis diary di box organiser. Andaru lalu pura-pura nelpon. Memencet nomer lalu ngomong sama teman pura-puranya. Dari nada bicaranya ketahuan kalau Andaru bohong. Andaru sempat-sempatnya melirik ke arah Lintang dengan tujuan untuk pamer. Kemudian terdengar ringtonesnya berbunyi. Andaru kelabakan. Nggak mungkin to kalau lagi bicara lalu ringtones berbunyi lagi. Lintang jadi menahan geli. Dia pergi dan ingin ketawa di tempat lain.
Sambil menahan geli, Lintang dikagetkan dengan adanya mas Gogor yang ternyata hadir di tempat itu juga. Mas Gogor masih membawa cluritnya yang diselipkan di depan pinggangnya pada lilitan sarung. Lintang langsung menghindar. Hati Lintang bergejolak. Kenapa tidak ada polisi atau pihak keamanan yang mengamankan clurit itu. Bisa saja ada hal yang tidak diinginkan tiba-tiba mas Gogor emosi dan melukai orang lain seperti adegan kriminal di televisi. Ih! Ngilu membayangkannya, pikir Lintang.
Kini Lintang melihat Alit dan ibunya berada di hadapannya. Lintang memerhatikan Alit dan ibunya yang hanya berjalan mengelilingi wahana yang ada di situ. Alit berulang kali menunjuk dan meminta naik ke wahana-wahana yang ada. Tapi ibunya berulang kali pula menggelengkan kepala. Mungkin dia tidak punya uang.
Lalu Alit melewati penjual gulali. Alit masih ingin gulali lagi. Dia merengek memintanya. Dan ibunya menyeret Alit menjauh supaya anaknya menjauhi penjual gulali itu. Lintang mendekati Alit dan ibunya. 
“Mau gulali lagi?” tanya Lintang pada Alit.
“Mboten usah, mbak. Nanti dia ngalem,” tolak ibunya Alit.
Lintang berusaha mengabulkan tapi ibunya selalu saja menolaknya.
Tapi Lintang tidak peduli tolakan ibunya Alit. Dia berlari ke arah penjual gulali. Diborongnya semua gulali yang sedang dipajang. Ada tujuh batang permen gulali dan semuanya dimasukkan pada tas kresek hitam dengan ukuran besar. Sayangnya penjual gulali tidak memiliki tas kresek yang kecil. Penjual gulali tidak mempersiapkannya karena jarang ada anak desa yang mau borong. Paling banyak mereka akan beli dua batang gulali saja. 
Lalu ketujuh gulali-gulali itu diserahkan pada Alit. 
“Matur nuwun, mbak Lintang,” ucap ibunya Alit. Lalu mereka pun pergi.
Saat itu Lintang melihat dagangan yu Rah dan paklek Kres laris terjual. Apa karena tempat yang mempengaruhi, ya? Beda tempat, beda rejeki. Di lapangan sekolah, dagangan mereka sepi. Tempat yu Rah berjualan memang berdekatan dengan paklek Kres. Tapi terlihat paklek Kres membelakanginya. Mungkin nggak nafsu kali ya sama yu Rah? Paklek Kres kan sukanya sama cowok.
Kemudian saat itu Lintang bagaikan diingatkan ketika penjaga tiket atraksi Tong Setan berteriak menawarkan orang-orang supaya tertarik untuk menontonnya.
“Tong Setan! Tong Setan!” teriaknya.
Lintang lalu buruan menyerahkan tiket dan masuk naik melalui tangga ke atas tong besar itu. Dilihatnya Tiko sudah ada di dalam dan belum memakai helm. Lintang melambaikan tangannya tapi Tiko tidak merespon. Lintang bisa melihat Tiko tapi Tiko mungkin sebaliknya. Kan penontonnya banyak. Tiko tidak mungkin memperhatikan satu persatu. 
Tiko lalu memakai helmnya. Genggaman gasnya ditarik kencang-kencang. Tiko berdua dengan rekannya. Setelah diberi kode akhirnya Tiko dan rekannya mulai berkeliling mengitari tong dan kemudian makin cepat dan cepat sampai ban sepeda motor balapnya seakan menempel di dinding tong kayu. Mereka berdua melaju beriringan kemudian ganti haluan dengan saling silang.
Seru. Semua penonton berteriak-teriak memberi semangat termasuk Lintang. Dan dia berdoa supaya Tiko tidak bertabrakan. Untungnya sampai akhir pertunjukan tidak terjadi apa-apa.



IX

Lintang menunggu Tiko di pintu keluar tempat Tiko keluar bersama sepeda motornya. Lintang menunggu sambil selalu melihat jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Waktunya Lintang pulang. Dia tadi pamit sama ibunya ke pengajian masjid. Nggak mungkin to pengajian sampai jam sepuluh malam.
Lalu Tiko pun keluar dari tong kayu yang besar itu.
“Kamu masih menungguku rupanya?” tanyanya pada Lintang yang dengan setia menunggu.
“Iya. Aku ingin kamu mengantarku pulang,” pinta Lintang.
“Aduh, maaf sekali. Aku musti beres-beres di sini. Kan aku bekerja di sini,” sesal Tiko.
“Nggak pa-pa. Aku akan menunggumu.”
“Kemungkinan aku menginap di sini untuk menjaga properti tempat ini. Dan aku kemungkinan akan kembali besok pagi. Apa kamu mau pulang besok pagi?”
Lintang tidak menjawab. Sepertinya dia tidak ada pilihan lain selain pulang sendiri. Dia kecewa dan menundukkan kepalanya.
“Maafin aku, ya. Pulanglah sekarang mumpung masih ada tukang becak,” saran Tiko.
Padahal Lintang tidak bawa uang banyak. Dan duitnya tadi sudah dibelikan untuk memborong gulali buat Alit. Karena tujuannya keluar rumah tadi kan untuk pergi mengaji di masjid. Tapi mau minta uang sama Tiko kayaknya nggak enak.
“Ya, udah. Aku pulang,” pamit Lintang pelan dan kemudian pergi dari hadapan Tiko.
“Hai, tunggu!” Tiko memangilnya kembali.
Lintang langsung tersenyum. Pasti Tiko berubah pikiran dan mau mengantarnya atau paling tidak ngasih uang becak. Lintang pun kembali.
“Kenapa kamu bawa Al Qur’an dan pake kerudung?” tanya Tiko. Waktu itu Lintang kerudungnya tidak dipake. Hanya dilingkarkan di leher saja. Dan Tiko tau kemana Lintang seharusnya pergi.
Lintang tidak menjawab dan dia seakan malu.
“Kamu pasti nggak berangkat ngaji hari ini, ya?” tebak Tiko.
Lintang cuma tersenyum malu.
“Nakal, ya,” ucap Tiko sambil mengacungkan telunjuknya.
Ternyata hanya itu? Lintang menunggu supaya Tiko segera mengambil sepeda motornya dan mengantar Lintang pulang atau merogoh sakunya untuk ngasih uang becak.
“Sudah. Tunggu apa lagi? Sudah malam,” Tiko ngusir.
Lintang rasanya kecewa berat. Sambil menunduk dia membalikkan badannya dan berjalan menjauhi Tiko. Ternyata Tiko tidak pengertian. Tapi rasanya bukan salah Tiko, karena Lintang tidak bilang terus terang kalo nggak bawa duit banyak. 
Tiko lalu pergi dan membereskan tempat kerjanya.
Akhirnya Lintang memilih jalan kaki menuju ke rumah. Lintang tidak naik becak atau numpang pada orang yang satu jurusan. Itung-itung seperti latihan pencak silat. Orang-orang lainnya rame-rame berjalan pulang dari tempat Hiburan Rakyat. Sesampainya di dusun Mojolegi, beberapa orang yang berjalan kaki sedikit berkurang. Karena rumah mereka berada di desa itu. Lintang melihat orang-orang itu satu persatu. Inikah hiburan mereka? Ya. Dimana lagi. 
Saat Lintang mengamati orang-orang itu satu persatu, tanpa sengaja Lintang melihat Andaru. Kenapa lagi anak itu ikut jalan kaki? Dia kan orang kaya. Bisa saja telpon di rumah dan minta dijemput. Atau mungkin dia ingin menguntitku? pikir Lintang ge-er.
Ketika orang-orang itu berjalan santai di tengah sawah yang gelap menuju dusun Semanding, mereka dikagetkan karena tiba-tiba sekeliling mereka terang dengan mendadak. Tanpa diduga ternyata pesawat UFO yang tanpa diinginkan kehadirannya tiba-tiba muncul. Meskipun para penduduk pernah berharap kedatangannya, tapi tidak dengan jarak sedekat itu.
Lintang dan beberapa orang di situ menengadah dan memandang tanpa berkedip. Mereka tercengang. Pesawat UFO itu berbentuk oval tak beraturan. Kalau diamati tepatnya seperti jambangan kakus di ruang WC.
Suasana sunyi sekali. Pesawat UFO itu tidak mengeluarkan bunyi gemuruh atau angin puting beliung seperti layaknya helikopter mau mendarat.
“Dremolem!!” teriakan lirih dari mulut Alit, mengagetkan mereka semua. Adik kecil itu menunjuk ke atas yang maksudnya pesawat UFO itu mirip wahana Komidi Putar yang bernama Dremolem di taman Hiburan Rakyat di lapangan Bendo yang bundar dan ada lampu di sekelilingnya.
Tanpa diduga, pesawat UFO itu mengeluarkan sinar yang maha dahsyat ke arah para penduduk yang sedang berjalan pulang itu. Seperti pesawat luar angkasa dalam film Independent Days yang mengeluarkan sinar ke arah bumi.
Satu persatu manusia di sekitar Lintang terangkat ke atas melayang ke arah piring terbang raksasa itu. Para penduduk panik dan berpencar berlarian. Lintang sempat-sempatnya melihat Alit, gadis kecil yang menangis keras sendirian setelah tertabrak orang yang sedang berlari. Entah ke mana ibunya. Mungkin saja lari menyelamatkan diri atau mungkin sudah tersedot ke atas pesawat UFO. Lintang segera menyelamatkan gadis kecil itu. Al Qur’an yang dibawanya tanpa sengaja terjatuh. Digendongnya Alit dan dia berlari sekuat tenaga menghidari sinar penyedot itu.
Tapi ada keanehan yang terjadi di situ. Tiga orang yang membawa obor tidak terkena sinar penyedot itu. Lintang berusaha mendekati orang pembawa obor itu. Dia segera merebut obor milik orang itu. Ajaib. Sinar dari pesawat UFO itu menjauhi tubuh Lintang dan Alit. Tapi Lintang masih berusaha menghindari sinar penyedot itu. Area sinar itu ternyata luas bukan main. Seluas alun-alun Malang.
Rasanya tak kuat. Karena Lintang musti menggendong Alit dan membawa obor. Dia berpikir saat itu aman-aman saja sambil tetap berlari menghidar dan keluar dari area sinar penyedot dari pesawat UFO itu.
Tak diduga sebelumnya, tiba-tiba saja api obor yang dibawa Lintang padam. Entah karena minyaknya habis atau terkena angin saat dia berlari. Lintang tak paham. Dia makin panik. Batang obor itu lalu dibuangnya. Kedua tangan Lintang memeluk Alit semakin erat. Alit menangis semakin keras.
Perlahan-lahan gaya grafitasi Lintang hilang. Dia melayang ke udara. Rok putihnya tersibak kemana-mana seperti rok putih Marillyn Moenroe. Lintang dan Alit naik semakin tinggi. Lama-kelamaan tubuh adik kecil itu terlepas dari pelukan Lintang. Alit menjerit ketakutan. Dan mereka semakin tinggi. Perasaan Lintang sama seperti ketika naik panjat tebing atau Bungy Jumping. Lintang pasrah. Alit tak sadar. Entah dia pingsan atau mungkin mati.
Semakin ke atas, udara semakin berkurang. Lintang merasa sesak napas. Tenggorokannya kering dan dia bagaikan tercekik. Lintang merasa tubuhnya memasuki area dalam pesawat UFO. Ditemui tubuhnya tidak sendiri. Banyak manusia lain yang melayang diantaranya. Mereka masuk ke sebuah kubus di mana semua manusia melayang tanpa grafitasi. 
Gerbang pesawat UFO pun tertutup dengan pelan. Terlihat bumi pun semakin jauh ditinggalkan dan seluruh manusia itu masuk ke dalam kubus besar. 
Setelah gerbang tertutup rapat, kumpulan manusia yang semula saling melayang, langsung terjatuh di lantai dasar kubus. Manusia yang tanpa sadar itu jatuh bertumpukan seperti manusia tak bernyawa. Bagaikan korban tsunami di Aceh. Lintang masih sedikit tersadar. Untungnya dia berada ditumpukan paling atas. Orang-orang di bawahnya yang juga masih tersadar berusaha menggeliat dan mencari udara untuk bernapas. Mulutnya megap-megap seperti ikan di darat yang berteriak minta air.
Ruangan tanpa udara membuat kesadaran Lintang makin berkurang. Kepalanya seperti ditekan oleh sekumpulan gajah Afrika. Lama kelamaan Lintang pun tak sadarkan diri.
Dan beberapa jam kemudian, Lintang sedikit tersadar. Setelah dua makhluk aneh menyeretnya dari kubus besar itu. Mereka berdua sepertinya menyortir mana saja manusia yang masih hidup dan mana yang sudah mati. Sepertinya Lintang sudah familier dengan kedua makhluk aneh itu. Persis yang digambarkan dalam film dokumenter Amerika tentang UFO. Ya. Mereka adalah makhluk Alien. Tubuhnya kurus bahkan sangat kurus. Mereka tingginya hampir tiga meter. Kulitnya berwarna abu-abu. Memiliki masing-masing empat jari panjang pada tangan dan kakinya. Kepalanya berbentuk seperti balon udara kecil. Mulut kecilnya berada disudut bawah mendekati dagu. Dia tidak memiliki hidung. Hanya ada dua lubang tepat di atas bibirnya. Kedua matanya hitam besar, hampir memenuhi raut wajahnya. 
Setelah Lintang terseret jauh dibawa oleh kedua makhluk Alien itu melewati lorong-lorong dengan cahaya redup. Lalu berhenti sejenak di depan pintu besar yang terbuat dari baja. Di depan pintu itu, salah satu Alien meletakkan jarinya yang paling panjang ke arah suatu alat deteksi. Alat itu seperti mesin pembuat kopi dimana ujungnya ada satu garis vertikal sinar x berwarna merah seperti sinar pelindung dari maling di museum berlian. Jari Alien itu diarahkan diantara sinar inframerah itu. Saat tangan Alien itu menyentuhnya, sinar inframerah itu berubah warna menjadi biru. Dan alat pendeteksi itu mengaksesnya sehingga pintu baja besar itu terbuka. 
Lalu mereka memasuki sebuah ruangan besar yang terang. Di tengah ruangan besar itu terdapat sebuah kubah kaca berbentuk prisma yang besar pula. Di salah satu sisi prisma besar itu, Alien tadi mengulangi cara membuka pintu seperti di depan pintu baja tadi. Salah satu sisi prisma itu terbuka. Tepatnya bukan terbuka. Tapi menghilang. Dan Lintang pun dilempar ke dalam ruangan kaca berbentuk prisma segi lima itu. Ada orang-orang lain di dalamnya yang tergeletak lemas sama seperti Lintang. Karena masih lemas kekurangan oksigen, maka Lintang tak sempat memerhatikan orang-orang itu satu persatu. Ruang prisma itu kemudian tertutup dan para Alien itu pergi meninggalkan orang-orang di dalamnya.
Tak lama setelah ruangan tertutup, terdengar ada suara mendesis di pojok ruangan seperti suara udara yang keluar dari ban mobil saat kempes. Lintang bisa memastikan bahwa itu adalah oksigen. Karena berangsur-angsur dia bisa bernapas dengan lega. Meskipun bisa bernapas tapi tubuhnya masih terasa berat. Sehingga dia tak sanggup untuk bangun dan berdiri. Jangankan berdiri, duduk saja dia tak sanggup. 
Lintang tetap berusaha untuk bangun. Tapi hanya kepalanya dan beberapa jarinya yang sanggup melakukannya. 



X

Beberapa jam kemudian setelah Lintang pingsan, kini kebugarannya pulih. Diperhatikan orang yang berada di dalam satu ruangan kaca prisma bersamanya. Lintang mulai menghitung dan ternyata ada enam orang. Dan sepertinya dia mengenal semua orang-orang itu.
Ada yu Rah yang masih membawa bakul dan botol-botol jamu dipunggungnya. Ada pak haji Imam yang masih memakai peci hitam dan sarung. Ada paklek Kres yang masih membawa beberapa kue intip di plastik besar yang dilipat dengan tali tampar yang melilit di perutnya. Lintang melihat Alit, adik kecil yang digendongnya tadi yang dibelikan Lintang beberapa permen gulali. Dilihatnya gulali itu masih berada di dalam tak kresek hitam besar yang ujungnya diikat di lengan kirinya. Ada mas Gogor, tukang arit yang masih membawa cluritnya di pinggang belakang. Dan terakhir adalah orang yang paling dibenci oleh Lintang. Dia adalah Andaru. Andaru masih mencoba mengotak atik handphonenya yang mungkin sudah nggak ada sinyal. Kalaupun bisa kontak ke rumahnya tentunya taripnya interplanet karena dia sudah berada di luar planet bumi.
Sambil berjalannya waktu, lalu mereka berusaha menyesuaikan diri satu sama lain. Mereka saling mulai berbicara. Pak haji Imam sepertinya berdoa dan membaca wirid. Lintang tidak berusaha mendekati siapa-siapa. Tapi dia kasihan ketika gadis kecil di dekatnya tidak ada yang mengajak bicara. Lintang berusaha menghiburnya. Kemudian dia mencari akal untuk bisa menghiburnya. Dia mencari sesuatu yang dibawanya. Sayangnya semua hilang. Bahkan handphone terbarunya pun hilang entah di mana. Padahal disitu ada macam-macam suara dan gambar yang bisa menghibur Alit. Dalam box video, ada file film kartun Dora the Explorer. Juga tokoh kartun lainnya. Sedangkan dalam box lagu, ada file MP3 lagu Jangkrek Genggongnya Joshua. Tentunya lagu itu familier di telinga anak desa. Karena berbahasa Jawa. Lintang menyesal karena kenapa dia sewaktu berangkat ke lapangan Bendo tidak pake celana jeans panjang. Tentunya handphonenya akan tetap berada di dalam kantong sakunya.
Andaru masih mengutak-atik handphonenya. Setelah membuka box organisernya di handphone, Andaru jadi ingat kalau besok ada janji wawancara secara exclusive dengan Krisdayanti.
“Wah, sayang sekali. Padahal rencanaku besok ada acara wawancara exclusive dan makan malam dengan Krisdayanti. Kenapa lagi aku sampai masuk pesawat UFO ini,” sesal Andaru.
“Jangan terlalu banyak rencana. Karena nanti akan banyak juga kecewa bila tidak terwujud,” hibur mas Gogor. 
Lintang sedikit acuh dengan ucapan Andaru barusan. Dia memilih menghibur diri dengan memandang  foto dirinya bersama Tiko. Lalu dia meletakkan foto itu di atas pangkuannya. Dia terus berpikir. Lintang kemudian berdiri untuk mencari cara melepaskan diri. Tanpa sengaja foto Lintang bersama Tiko terjatuh di lantai. Andaru yang melihatnya lalu memungutnya. 
Andaru heran, “Bukankah foto ini seharusnya bertiga dan bukannya berdua. Lalu kenapa gambarku kamu potong? Dan di sini hanya ada kamu dan Tiko.”
“Bukan urusanmu. Ini kan sudah jadi foto pribadiku. Jadi terserah aku, mau aku potong atau mau aku bakar, ya itu urusanku,” Lintang berkata ketus dan kemudian merebut foto itu dari tangan Andaru. Lintang lalu membelakangi Andaru. Wah perang nih. Yang lainnya hanya melihat saja.
Udara di dalam ruang kaca prisma itu dingin sekali. Alit sampai kedinginan. Dia menggigil. Lintang langsung memeluknya. Apa kira-kira anak itu bisa bertahan hidup di dalam situ. Yu Rah yang melihatnya jadi teringat anaknya yang sudah meninggal. Dia pun menangis.
“Kenapa menangis, yu?” tanya paklek Kres yang kemudian duduk bersebelahan dengan yu Rah.
“Aku ingat dengan anakku. Seandainya anakku masih hidup. Tentunya dia sebesar Alit,” yu Rah kemudian menangis makin keras. Paklek Kres lalu memeluk yu Rah. 
Andaru mendekati Alit dan duduk di dekat Lintang.
“Heh! Jangan coba-coba ya!” Lintang berusaha menghindar supaya Andaru tidak mencoba memeluknya.
Andaru memandang Lintang tak mengerti. Dia bermaksud mendekati Alit. Bukan Lintang.
Tapi kemudian Lintang merasa kedinginan juga. Dia pun menggigil.
“Oke. Kamu boleh peluk aku,” Lintang berubah pikiran dan mempersilakan Andaru untuk memeluknya. 
Andaru berpikir sejenak. Dia mau membantu Lintang sekaligus menghangatkan tubuhnya. Andaru mulai menjulurkan lengannya dan hendak memeluk Lintang. Tapi belum sampai menyentuh bahu Lintang, tiba-tiba di menarik lengannya kembali.
“Tidak sudi. Peluk saja Alit kecilmu itu. Aku sudah muak padamu,” Andaru menggeser sedikit tempat duduknya menjauhi Lintang.
“Aku tau kalau kamu ada rasa suka padaku. Tapi entah mengapa hatiku selalu panas bila dekat denganmu. Rasanya hati ini ingin menolaknya. Berbeda kalau bertemu dengan Tiko,” cerita Lintang tentang isi hatinya.
“Aku dulu kagum padamu karena kamu adalah gadis kota satu-satunya yang aku kenal,” ucap Andaru. “Tapi sekarang tidak. Karena semua temanku di kampus adalah orang kota. Kecuali ada satu orang primitif di sana yang sama seperti kamu. Yang pikirannya sempit dan tidak mau bergaul dengan sesamanya dari desa. Bahkan aku punya banyak teman dari mancanegara. Jadi aku rasa, aku buang-buang waktu untuk mencoba mengenalmu,” Andaru mulai emosi.
Semuanya pun diam sejenak sambil menahan dingin. Tapi mas Gogor kemudian berbicara dengan Andaru. “Katanya kamu punya foto Krisdayanti?” 
“Iya. Kamu mau lihat?” jawab Andaru.
“Kamu bawa fotonya?”
“Tidak. Tapi aku menyimpannya di dalam handphoneku ini.”
“Lho. Kok bisa?”
“Bisa. Sekarang kan jaman serba canggih,” Andaru lalu memperlihatkan foto Krisdayanti.
Lintang memandang mereka berdua. Lalu dia ngasih komentar. “Kalau sekadar foto bersama artis, apa gunanya? Mendingan aku dikejar-kejar artis daripada aku mengejarnya.”
Andaru dan mas Gogor tidak peduli. Kalau nanti dijawab malah jadi masalah.
Lintang kemudian menunduk dan meremas kerudungnya yang ada di lehernya.
“Seandainya aku berangkat ngaji di masjid, tentunya tidak akan masuk ke pesawat UFO ini,” sesalnya.
“Mungkin kalaupun kamu pergi ke masjid, kamu pasti pergi ke tempat Hiburang Rakyat juga,” sela pak haji Imam.
“Memangnya kenapa, pak haji?” Lintang heran.
“Karena ada Hiburan Rakyat itu, semua murid ngaji minta diliburkan. Ya sekali-sekali ada hiburan. Nanti kalau mengejar akherat terus rasanya nggak pantas. Karena kita juga hidup di dunia. Hiburan untuk dunia dan akherat harus seimbang. Jangan berat sebelah. Itu nggak baik.”
“Waktu di tempat Hiburan Rakyat, saya lihat pak haji memberi uang pada paklek Kres. Uang apa itu, pak haji?” tanya Lintang.
“Ooo.. itu. Itu uang dari menantu saya yang sudah dipijit oleh Kres. Kaki menantu saya terkilir dan sudah satu minggu nggak bisa jalan. Setelah Kres memijatnya, sekarang menantu saya sudah bisa berjalan dan pergi ke sawah lagi. Saya berterimakasih sekali pada Kres,” pak haji Imam memandang ke arah paklek Kres.
“Tapi kenapa pake acara pelukan segala? Di depan umum lagi,” ucap Lintang penasaran.
Kali ini paklek Kres yang menyela.
“Pasti kamu mengira aku dan pak haji ada hubungan maksiat, ya?” ucapnya sedikit emosi.
“Hus!” pak haji Imam memotongnya. “Astafirullah al azim jangan diteruskan.” Pak haji mengelus dadanya.
“Sudahlah pak haji. Ini sudah bukan rahasia lagi,” jawab paklek Kres.
“Jadi......?” Lintang sudah berprasangka buruk kalau paklek Kres dan pak haji Imam memang ada hubungan......hubungan apa ya? Hubungan intim kali.
“Maksudku bukan dengan pak haji. Tapi dengan pria-pria yang dekat denganku,” jelas paklek Kres.
“Jadi itu bukan sekadar gosip saja. Ternyata paklek Kres homo, ya?” Lintang mulai tak tau etika. Dia menanyakan hal yang paling privasi yang ada pada diri paklek Kres.
 “Terus terang aku homo. Aku hanya mencintai pria,” paklek Kres memberi pengakuan.
“Astafirullah al azim,” pak haji Imam mengelus dadanya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Orang homo itu dibenci agama. Kamu ingat kan cerita nabi Luth di negeri Sodom. Nabi Luth mengutuk umatnya yang homo itu dengan bencana.”
“Biar homo dilarang agama, tapi aku tidak peduli. Aku hanya nafsu bila melihat pria dibanding dengan wanita,” paklek Kres tetap pada pendiriannya padahal dia tidak banci bahkan terlihat macho.
Yu Rah kemudian menangis keras. Dia sepertinya kecewa pada paklek Kres. Cintanya ternyata sia-sia.
“Sudahlah jangan menangis, yu Rah,” ucap Andaru menengahi. “Tapi aku simpati pada paklek Kres. Orang-orang yang punya kelainan sex justru membantu mengurangi populasi penduduk. Seharusnya nggak perlu ada program KB di negeri kita. Mereka yang pengen punya anak banyak, silakan saja. Karena ada yang membantu mereka menghindari kepadatan penduduk seperti orang homo, lesbian, banci, juga termasuk PSK, orang yang tidak kawin, dan orang mandul. Tuhan punya cara sendiri untuk mengurangi populasi penduduk. Daripada Tuhan memberi bencana alam atau perang. Kan lebih baik diciptakan orang homo dan lesbian. Negara kita pun jadi tidak sepadat di Cina dan India.”
Pak haji Imam cemberut. Sepertinya dia tidak sepaham dengan Andaru.
Lintang lalu melihat ke arah Andaru. Sepertinya dia kasihan karena selalu pasang muka benci bila bertemu dengan Andaru.
“Kamu selama ini sepertinya tidak punya rasa emosi sama sekali. Aku benci padamu tapi kamu selalu membalasnya dengan senyuman?” tanya Lintang pada Andaru di dekatnya.
“Semakin sering kamu mencibirku, semakin kuat hatiku. Itupun akan baik untukku. Itu menguji diriku apakah aku bisa mengendalikan emosiku. Memang dadaku saat itu sakit. Tapi sakit itu  aku kumpulkan untuk menjadi inner strenght. Dan dalam keadaan terdesak akan aku keluarkan,” jawab Andaru.
“Sama,” mas Gogor menimpali. “Cibiran orang-orang yang benci padaku saat itu membuat aku sakit hati dan menjadi lemah. Ingin aku bunuh diri. Tapi aku pikir percuma berpikir seperti itu. Kesalahan membunuh seseorang yang membunuh bapakku dan semua yang aku lewati malah membuatku semakin kuat. Mungkin kini aku butuh pelampiasan.”
Semua yang berada satu ruangan dengan mas Gogor memperlihatkan wajah ketakutan. Kecuali Alit dan Andaru. Yu Rah dan paklek Kres berpelukan semakin erat.
Mungkin jadi ingat akan film Samurai X dengan tokoh Kenshin yang merupakan titisan Batosai sang Pembantai. Dalam kehidupan sebelumnya, Kenshin adalah seorang pembantai. Namun setelah hidup kembali dia telah berubah. Tapi Kenshin bukan pembantai karena pedangnya memiliki mata pisau terbalik dan sekadar untuk melumpuhkan lawan.
“Membunuh itu dilarang agama, lho,” Lintang berusaha mencegah mas Gogor supaya tidak terjadi pembantaian di situ.
“Agama. Rasanya selalu saja jadi masalah,” ucap mas Gogor lagi.
Rasanya semua tidak ada yang mau komentar. Karena bicara tentang agama adalah sensitif sekali. Tapi apa salahnya. Apakah manusia harus seperti itu dari waktu lampau hingga waktu yang akan datang? Bila tak sepaham maka harus dimusnahkan.
Mungkin saat itu pak haji Imam berdoa supaya mas Gogor dimasukkan penjara saja apabila mencoba membunuh sesamanya di dalam pesawat UFO itu.
“Terserah kalaupun aku masuk penjara,” sepertinya mas Gogor tau isi hati pak haji Imam hanya melalui pandangannya saja. “Memangnya siapa diriku? Lagian kita berada di luar angkasa. Aku tidak takut apabila ada embel-embel kriminal di belakang atau di depan namaku atau mungkin dikartu identitasku nanti. Toh aku tidak akan bekerja pada orang yang menentang pemilik nama kriminal.”
Sepertinya pembicaraan mulai memanas. Semua saling emosi mengungkapkan isi hatinya. Untungnya tidak terjadi perang saudara di dalam ruangan kaca prisma itu. Karena mereka pikir musuh mereka sekarang adalah para Alien yang menyekap mereka semua. Mereka saling berpikir untuk bebas dan kembali ke bumi.
Semua sudah mengungkapkan isi hatinya. Kini tinggal Alit, gadis kecil, yang seakan dari tadi diam saja dan cuma jadi pendengar setia. Lagian anak sekecil itu tidak akan tahu maksud percakapan orang dewasa.
“Alit cita-citanya pengen jadi apa?” tanya Lintang lembut.
“Aku ingin cekola,” jawaban Alit yang cadel membuat semuanya terenyuh. Kira-kira dia masih bisa merasakan dan menikmati bangku sekolah atau tidak? Atau mungkin dia akan mati di dalam pesawat UFO itu? Lintang matanya berkaca-kaca. Dan dia langsung memeluk Alit. Kasihan kalau keinginan gadis kecil itu tidak terwujud.


XI

Saat semuanya sedang merenung dan berpikir, tiba-tiba muncul ketiga makhluk Alien masuk ke ruangan mereka. Lintang berusaha memeluk Alit supaya tidak menjerit seperti Drew Barrymore kecil ketika melihat E.T. untuk pertama kalinya. Alit memang tidak menjerit. Dia hanya menyembunyikan wajahnya di pundak Lintang. Lintang pun menepuk-nepuk punggung Alit dengan lembut dan mengusap rambutnya yang tipis. 
Salah satu Alien membuka pintu kaca ruangan prisma. Dia mau menyerahkan kotak transparan yang berisi benda kecil-kecil yang mirip dengan pil bulat dan kapsul yang berisi cairan. Semua tidak tau untuk apa semua pil dan kapsul itu. 
Alien itu memberi contoh. Dibukanya kotak itu lalu diambil salah satu pil. Cara mengambilnya pun unik. Karena tangan Alien yang aneh itu tidak akan mungkin memungut pil kecil itu. Alien itu cuma menyentuhkan ujung jarinya dan langsung lengket ke ujung tangan Alien itu. Setelah itu pil itu dimasukkan ke mulut dan dikunyahnya. 
Lintang tau maksudnya. Ternyata itu “makanan”. Kebetulan dia sedang lapar. Tapi apa pil itu bisa membuat kenyang perutnya. Itu tidak mustahil. Para astronot NASA Amerika juga memakan makanan instan sejenis pil untuk dibawa menuju ke bulan. 
Ketika Alien tadi melangkah mau menyerahkan kotak penuh pil dan kapsul itu, orang-orang dalam ruangan kaca itu spontan mundur ketakutan hingga tersimpuh di pojok ruangan. Alien itu tahu. Dia meletakkan kotak “makanan” di lantai. Lalu beranjak keluar. Pintu kaca ditutup, juga gerbang besi di ruangan besar itu dengan sistem touch by finger.
Kotak “makanan” itu segera diambil oleh Lintang. Dibukanya kotak itu dan diambil satu pil dan langsung mau dimasukkan ke dalam mulutnya.
“Tunggu!!” Andaru berusaha mencegah sebelum Lintang sempat memasukkan pil itu ke dalam mulutnya.
“Kenapa?” tanya Lintang heran. “Apa maksudmu mencegahku?”
“Kamu tau tidak. Sistem pencernaan kita para makhluk bumi berbeda dengan mereka para makhluk angkasa luar,” Andaru berusaha menjelaskan.
Lintang semakin heran, “Apa maksudmu, hei tuan artis?” tanya Lintang sengit.
“Kenapa kamu memanggilku begitu?” protes Andaru.
“Ya. Karena kamu sok kayak artis top!”
“Sudahlah, Lin. Aku hanya memperingatkanmu. Nanti kamu bisa keracunan karena pil itu belum tentu cocok dengan ususmu,” nasihat Andaru.
Pak haji Imam pun menyela, “Pil itu mungkin extasi atau sejenisnya. Haram neng untuk dikonsumsi.”
Ini lagi, dalam keadaan genting, pak haji Imam malah ceramah, pikir Lintang. Tapi ketika Lintang melihat raut wajah yang lainnya, seakan setuju dengan ucapan pak haji Imam dan Andaru.
“Apa kalian tidak pernah melihat makanan para astronot NASA di Amerika. Makanan mereka seperti ini,” tegas Lintang. Tapi yang lain tetap tidak percaya dan menganggap aneh “makanan” yang dikirim para Alien tadi. “Lalu kalian mau makan apa?” tanyanya lagi.
“Aku bisa makan intip,” jawab paklek Kres dengan menunjukkan bungkusan intip di depan perutnya. 
Lalu yu Rah berusaha mencari sesuatu di antara botol jamunya. Kemudian dia membuka tas kresek hitam dan mengeluarkan tiwul dan gethuk.
“Ini makanan kami. Dan masih ada jamu untuk kami minum,” ucapnya.
Dan semua setuju dengan mendekati yu Rah. Tanpa diminta, yu Rah membagikan gethuk dan tiwul itu pada yang lainnya.
Lintang masa bodoh dan memalingkan badannya. Dia acuh, terserah apa mau mereka orang-orang yang  kuno dan terbelakang. Lintang pun mau memakan pil itu. Belum lagi sempat dimakan, Alit menarik rok Lintang. 
Lintang sampai lupa. Karena Alit si makhluk kecil yang seakan lepas dari perhatiannya. Seakan dia bingung. Alit kelihatannya lapar. Dan Lintang tidak mungkin menawarkan pil makanan itu karena Alit masih berumur 3 tahun. Bukan karena dilarang dokter atau karena ucapan Andaru dan pak haji Imam. Karena anak seumuran Alit belum tentu bisa menelan pil. Meskipun Alit mungkin bisa mengunyah, tapi benda seperti pil bisa berbahaya karena bisa tersedak dan itu menyebabkan saluran napas tertutup. Jelas itu berbahaya. 
Lintang mencari cara. Kalau minta yu Rah tentunya Lintang malu. Dan itu tidak dilakukannya. Tapi kemudian Lintang melihat tas kresek hitam di tangan kiri Alit. Lintang membukanya. Di dalamnya ada lima bungkus gulali yang belum dimakan. Kemudian Lintang membuka plastik salah satu gulali yang berbentuk burung dan diserahkan pada Alit. Gadis kecil itu langsung meniup ekor burung gulali itu keras-keras. Lintang lalu memasukkan sisa gulali ke dalam tas kresek hitam dan diikatkan kembali di tangan kiri Alit.
Lintang kembali pada kotak “makanan”. Diambil satu pil dan tanpa pikir panjang langsung ditelannya. Saat melewati tenggorokan terasa dingin seperti permen mint. Dan berangsur-angsur hilang rasa laparnya dan dia merasa kekenyangan. Ajaib sekali. Benar-benar penemuan Alien yang luar biasa. Wah, nanti aku bisa menceritakannya pada teman-temanku, pikir Lintang.
Lalu dia mengambil kapsul berisi cairan seperti kapsul minyak ikan. Dicobanya mengulum. Kapsul itu langsung lumer dan isi kapsul tadi rasanya seperti susu yoghurt yang sedikit asam. Segera dia menelannya. Rasa haus pun hilang.
“Tidak ingin merasakan makanan desa, nona manis?” Andaru sok ramah menawarkan tiwul ditangannya pada Lintang. Bukannya Lintang tidak suka makanan desa, tapi dia terlanjur gengsi untuk memintanya. 
Yu Rah memanggil Alit dengan lambaian tangannya. Alit dengan polos mendekatinya. Yu Rah memberikan air sinom pada Alit. Saat Alit meminumnya, Lintang masih menelan air ludahnya meskipun sudah kekenyangan. Lintang pun pura-pura mendekati Alit. Lintang ingin membaur. Meskipun mereka menawari makan dan minum, Lintang masih menolaknya karena dia prihatin, apakah cukup untuk dimakan sampai semuanya bebas dari tawanan para Alien dan keluar dari pesawat itu. Rasanya tidak akan cukup.
Di saat orang-orang dalam ruangan kaca prisma saling bercengkrama, makhluk Alien itu datang lagi. Kali ini dia sendirian. Alien itu mengitari ruangan kaca prisma segi lima satu kali. Lalu dia mengamati dinding besi yang mengitari ruangan kaca. Lalu Alien itu menyentuh sebuah layar monitor kecil. Dan satu persatu dinding besi itu terbuka. Kini terlihat ada banyak tabung yang berisi manusia yang melayang di tengahnya. Sepertinya mereka sudah tak bernyawa. Ada garis sinar inframerah yang mengelilingi tubuh mereka. Sinar itu naik dan turun seakan mendeteksi tubuh mereka. Lintang dan orang-orang lainnya di dalam ruangan kaca tercengang melihatnya. Rasanya semua manusia dalam tabung itu sudah mati. Wajah mereka pucat seperti zombie. 
Alien tadi mencoba mengakses monitor mini di depannya. Tanpa diduga, manusia-manusia dalam tabung itu terpotong-potong oleh sinar inframerah yang sepertinya adalah sinar lazer pemotong. Darah mereka pun muncrat dan menodai dinding tabung kaca masing-masing. 
“Aaaaach!!” Alit menjerit keras sekali.
Lintang berusaha menutup mata Alit. Kegiatan mutilasi yang tragis oleh Alien itu akan meninggalkan trauma bagi anak sekecil Alit. Dan mungkin itu akan sulit dihilangkan walau dia berajak dewasa. Orang-orang yang satu ruangan dengan Lintang, tak kalah histerisnya dengan Alit. Mereka merinding ketakutan dan saling berpelukan. Lintang hanya memeluk Alit.
Alien itu mengotak-atik layar monitornya. Ternyata kegiatan mutilasi itu masih berlanjut. Potongan manusia tadi dipotong-potong lagi seperti di blender. Dan manusia-manusia dalam tabung itu pun hancur sampai tak berbentuk.
Lintang dan yang lainnya dalam ketegangan yang mencekam. Tiba-tiba Alien itu melangkahkan kakinya menuju ruangan kaca tempat Lintang dan yang lainnya berada. Alien itu membuka pintu kaca dan mendekati orang-orang di dalamnya. Mereka ketakutan. Alien melangkah pelan-pelan menuju ke arah orang-orang di ruangan kaca prisma. Bakul yang berisi botol-botol jamu, ditendangnya karena menghalangi langkahnya. Semuanya pun berlarian menghindari Alien itu. Orang-orang itu bagaikan ayam yang berlarian dalam kandang seperti akan dipotong. Alien itu terus mengejar. Satu persatu orang-orang itu bisa keluar dan membebaskan diri dari ruangan kaca prisma segi lima. Meskipun lepas, tapi mereka masih berada dalam ruangan besar yang dikelilingi tabung-tabung berisi potongan manusia. 
Kini dalam ruangan kaca prisma hanya tinggal Lintang bersama Alit yang digendongnya. Alien itu terus mengejar namun akhirnya tersandung botol jamu dan terjatuh. Lintang segera berlari keluar dari ruangan kaca prisma. Dan ruangan kaca kosong dari manusia. Alien itu masih tertinggal di dalamnya. Seandainya Lintang bisa mengakses supaya pintu kaca itu tertutup dan supaya Alien itu terkurung di dalamnya. Tapi apa daya. Alat deteksi pembuka dan penutup pintu ruangan kaca menggunakan sistem touch by finger yang hanya diproses bila tangan Alien yang menyentuhnya.
Tak lama Alien keluar dari ruangan kaca prisma. Dia terus mengejar orang-orang di situ. Semua bisa menghindarinya. Tapi Lintang yang sedang menggendong Alit, terjatuh. Sehingga makhluk Alien itu berhasil menangkap Alit. Baju Alit diremas dan diangkat. Semua tercengang. 
Mas Gogor tidak tinggal diam. Dia dengan sigap membacok punggung Alien dengan keras hingga darah Alien yang berwarna hijau seperti lendir, muncrat kemana-mana. Alit pun dilepas dan jatuh.
Alien itu marah dan mengibaskan tanggannya dan membanting tubuh mas Gogor hingga membentur dinding baja dengan keras. Pak haji Imam ikut berjuang. Dia mencopot sarungnya hingga cuma pake celana pendek dan kelihatan aurotnya. Pak haji Imam meloncat  ke punggung Alien dan menutupi kepala Alien dengan sarungnya. Karena kehilangan kendali, akhirnya Alien itu ambruk bersama tubuh pak haji Imam. Mas Gogor yang tergeletak sedikit kesakitan dengan memegang dadanya. Tapi dia segera bangkit dan mengambil cluritnya kembali. Tubuh Alien yang meronta-ronta langsung saja dibacok oleh mas Gogor berulang-ulang kali hingga Alien itu lemas dan akhirnya mati.
Lintang berpikir, apa benar mas Gogor seorang pembantai sampai tega membunuh Alien itu dengan kejam. Tapi  rasanya dia melakukan itu karena terpaksa. Bukan karena niat. 
Semuanya pun lega. Terlihat Alit sedang pingsan. Tapi setelah itu satu persatu orang-orang itu ambruk. Lintang yang melihatnya, tak paham. Apa mungkin karena mereka kelelahan. Rasanya tidak. Mereka semua megap-megap dan sulit menarik napas. Andaru memegang lehernya dan dengan sulit dia mencoba berbicara, “O...ok....sigen!” Lalu Andaru pun pingsan. Yang lainnya pun kemudian menyusul tak sadarkan diri. 
Aneh. Yang lain sulit bernapas tapi mengapa Lintang tidak. Dia mencoba berpikir dengan tenang. Lintang mencoba mencari oksigen.
Oh iya! Dalam ruangan kaca terdapat oksigen. Lintang berlari masuk ke ruangan kaca prisma yang pintunya terbuka. Dicarinya sumber di mana oksigen itu keluar. Di ujung bawah ruangan kaca prisma itu ada lubang seluas kuku ibu jari. Setelah diraba ternyata tidak terasa aliran udara. Jalannya sudah buntu. Tak ada lagi yang bisa menyelamatkan mereka. 
Tapi Lintang mulai berpikir keras. Mengapa aku masih bisa bernapas? pikir Lintang. Lintang berpikir dan terus berpikir mencari akal. Dia mulai melihat sekelilingnya. Dilihatnya pil dan kapsul berceceran di lantai. Lintang merenung sejenak. Diingat-ingat peristiwa saat dia makan pil dan kapsul itu. Dimana saat itu Lintang dan lainnya bertengkar mempermasalahkannya. Lintang memakannya dan yang lainnya tidak. Dan sekarang dia masih bisa bernapas. 
Aha!! Ini kuncinya. Ternyata pil dan kapsul itu membuat tubuhku bisa menyesuaikan diri dengan udara para Alien, pikir Lintang dalam hati. Lintang segera memunguti pil dan kapsul yang berada di lantai dan dimasukkan ke dalam kotak. Lalu Lintang mendekati orang-orang yang sedang tergeletak tak sadarkan diri. Tapi Lintang berpikir, kalau mereka diberi pil maka akan menutupi saluran tenggorokan dan keadaannya akan semakin parah. Namun bagaimana kalau dengan kapsul yang berisi cairan.
Lintang mengambil satu kapsul berisi cairan. Dia mencoba memasukkan ke dalam mulut mas Gogor. Sebelumnya dipencet sampai pecah dengan menekan kapsul itu dengan kedua jarinya hingga cairannya masuk ke dalam mulut. Ditunggunya sebentar. Tapi tidak ada perubahan sama sekali. Mas Gogor tetap tidak sadarkan diri. Tapi Lintang tetap berusaha. Dia mencoba cara yang sama dan dilakukan pada yang lain. Dan terakhir pada Alit. Mereka tetap tak bangun juga.
Akhirnya Lintang memangku Alit. Dia pasrah. Ternyata apa yang dilakukannya tidak ada gunanya. Mungkin dia akan menghabiskan sisa hidupnya di dalam pesawat para Alien yang entah pergi ke mana. Apabila Alien yang lain datang dan melihat teman Aliennya dibantai di sini, tentunya mereka akan melakukan hal yang sama pada Lintang. Terserah. Mati pun tak peduli lagi. Kini Lintang hanya menunggu kemungkinan hal itu terjadi. Badannya lelah dan akhirnya tertidur bersandar dinding kaca sambil memangku Alit. 



XII

Samar-samar Lintang mendengar Alit batuk. Lintang pun terbangun. Dilihatnya anak itu sudah sadar. Dibangunkannya tubuh Alit. Apakah kapsul yang Lintang masukkan ke mulutnya berhasil membuatnya bisa menyesuaikan diri dengan udara di dalam pesawat. Ternyata berhasil. Alit bernapas dan dia memandang Lintang. Tapi apakah berhasil juga pada yang lainnya.
Lintang mendekati yu Rah. Dia meletakkan jari telunjuknya di depan hidung yu Rah. Ah, ternyata dia bernapas. Lalu Lintang mendekati Andaru. Diperiksa hidungnya, diapun bernapas. Lintang mendekati pak haji Imam yang tergeletak dekat kepala Alien dengan masih tetap menggenggam sarungnya. Saat itu pak haji Imam hanya memakai celana pendek. Dia rela kelihatan aurotnya demi menyelamatkan yang lain. Lintang melihat pak haji Imam bernapas melalui mulutnya. Kemudian pak haji mulai menggerakkan lengan dan kakinya.
Setelah itu Lintang beralih ke tubuh mas Gogor. Seluruh tubuhnya penuh dengan lendir darah Alien yang berwarna hijau. Tiba-tiba mas Gogor merintih dan langsung memegang kepalanya.
Ya sudah. Ternyata kapsul itu mujarab. Lintang hanya tinggal menunggu semuanya tersadar betul dari pingsannya. Lebih baik dia memerhatikan Alit. Satu persatu dari mereka terbangun dan mulai berdiri. Mereka masih bingung, apa yang harus mereka lakukan setelah itu. Pak haji Imam melepas sarungnya dari kepala Alien dan dipakainya lagi untuk menutup aurotnya.
“Sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya yu Rah.
Lintang mendekati gerbang besi menuju keluar. Dia berpikir bagaimana caranya keluar dari ruangan itu. Dia lalu mendekati alat pendeteksi yang membuat gerbang itu terbuka. Lalu dia coba-coba memasukkan jarinya ke sinar inframerah vertikal di alat deteksi itu.
“Aaaaaach!” Lintang menjerit keras. Semua kaget dan tak tau, ada apa dengan Lintang? Tangannya tidak bisa dilepas dari alat pendeteksi. Dan sepertinya dia tersetrum. Lalu Andaru dengan sigap berlari ke arah Lintang dan menendang tangan Lintang hingga akhirnya terlepas dari alat pendeteksi. Lintang pun jatuh tersungkur dan lemas. Semua mendekatinya.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya yu Rah.
“Macam-macam saja. Apa kamu pengen mati?” seru Andaru.
Lintang kemudian duduk dan langsung menjawab pertanyaan Andaru.
“Aku kan ingin keluar dari tempat keparat ini!!” teriaknya emosi.
“Iya. Tapi pake otak,” ucap Andaru santai.
Lintang lalu diangkat bersama-sama dan di sandarkan di dinding. 
Semuanya pun akhirnya saling berpikir untuk keluar.
Berangsur-angsur tenaga Lintang pun pulih kembali. Dia mulai berdiri dan berjalan keliling. Lalu dia cari akal. Kalau dengan jari manusia, alat pendeteksi itu tidak terbuka berarti harus dengan jari Alien. Dia mendekati jasat Alien yang sudah mati itu. Tak lama kemudian Lintang dapat ide. 
“Hai, aku tau caranya keluar dari sini!” teriaknya.
Semuanya tidak menanggapi dan seakan acuh.
“Kita potong saja jari tangan Alien ini,” sepertinya ucapan Lintang benar. Dan semuanya langsung tanggap. Mas Gogor langsung mengeluarkan cluritnya dan menuju ke jasat Alien di situ. Tanpa disuruh dia lalu memotongnya.
“Oke. Lalu bagaimana?” mas Gogor membawa jari Alien itu.
“Coba sentuhkan di antara sinar inframerah itu,” tunjuk Lintang pada alat pendeteksi pintu gerbang besi itu. Dan tak lama gerbang itu terbuka.
“Berhasil!!” semua bersorak.
“Ayo, kita keluar!” Lintang memberi komando.
Semua pun keluar. Mereka membawa properti mereka masing-masing. Terutama yu Rah. Dia membereskan botol jamunya dan dimasukkan dalam bakul lalu membawa bakulnya yang berisi jamu dan digendongnya di punggung lalu berlari keluar.
Andaru mendekati Lintang lalu ngomong, “Ternyata otakmu encer juga.”
Lintang pun sedikit tersanjung. Lintang berpikir untuk jadi pemimpin dalam expedisi ruang angkasa kali ini. Ya, mau tidak mau. Karena Lintang merasa yang paling intelek di sini. Semua orang yang berada satu ruangan  prisma dengannya berasal dari desa. Meskipun Andaru, si artis itu pintar, tapi dia memilih untuk mengikuti saja apa mau Lintang.
Lintang memang tidak setangguh Sigourney Weaver dan Winona Ryder dalam film Alien Resurrection. Bahkan tidak sekekar dan sehebat Linda Hamilton dalam film Terminator 2. Tapi dia ingin seperti Violet dalam film animasi The Incredible. Meskipun Lintang tidak memiliki kekuatan dan seragam perang sepertinya. Lintang hanya gadis biasa tanpa memiliki kekuatan supranatural. Dia hanya memakai baju yang kebanyakan dipajang di plaza-plaza. Kemeja cewek yang lengannya sangat pendek dengan ukuran S yang membuat lubang pusarnya kadang kelihatan. Dia memakai rok putih selutut yang sudah robek disana-sini. Dan Lintang pun tidak memegang senjata.
Ternyata film-film heroik tidak selamanya berakibat buruk pada anak-anak dan masyarakat. Justru menimbulkan semangat nasionalisme dan patriotisme. Supaya tidak menyerah dengan keadaan. Jadi ingat film perang Ramboo. Para prajurit rela mati demi memperjuangkan harga dirinya. 
Film pertarungan dan pembunuhan yang sadis memang kadang membuat angka kriminalitas bertambah. Bukan cuma itu. Darah dan kekerasan membuat trauma anak dibawah umur. Apalagi film perang dengan tokoh seksi. Dampak kriminalitas pemerkosaan juga bisa disebabkan karena pelaku meluapkan nafsu birahi ketika melihat Wonder Woman atau Cat Woman beraksi. Baju mereka yang super ketat memperlihatkan lekuk tubuh wanita. Ada beberapa pengakuan pelaku pemerkosaan sengaja melakukan tindakan pemerkosaan setelah melihat celana perang Wonder Woman yang super minim.
Untungnya Lintang tidak memakai seragam perang seperti itu. Dia hanya memakai pakaian ABG yang rapi pada umumnya. Tapi sepertinya ada yang janggal. Setelah Lintang meraba roknya, ternyata ada robekan lebar dipantatnya sehingga celana dalamnya yang berwarna merah muda sedikit kelihatan. Semoga tidak mengundang birahi orang-orang di dekatnya. Terutama Andaru.
Ketujuh orang itu berlarian di sepanjang lorong pesawat itu dengan penerangan lampu yang tidak begitu terang. Saat mereka bingung mau berlari kemana dan mencari jalan keluar. Mereka lalu istirahat di tengah lorong. Mereka sepertinya kehausan setelah berlari. Lalu yu Rah pun memberikan minuman jamu pada mereka. 
Kali ini Lintang diberi minuman jamu kunyit asem. Lalu dia berpikir, kunyit kan bisa untuk sampo. Dia jadi ingat dengan film Evolution tentang makhluk dari ruang angkasa yang berkembang biak di bumi. Tapi kemudian dihancurkan dengan sampo anti ketombe oleh tokoh utamanya yang diperankan oleh David Dukovni yang dia juga berperan di film X-file. Kira-kira kunyit ini bisa untuk menghancurkan Alien atau tidak ya? Yang pasti perlu dicoba.
Lalu ketujuh orang itu berjalan kembali. Dan yu Rah menggendong jamunya kembali. Alit berusaha membuka tas kreseknya untuk memakan gulali. Lalu Lintang membantunya. Alit memilih yang berbentuk semar dan langsung menikmatinya.
Namun tiba-tiba datang beberapa makhluk Alien yang menemukan mereka. Semuanya berlari menyelamatkan diri tak peduli satu sama lain. Sedangkan paling belakang adalah Lintang yang berlari pelan karena menggendong Alit. 
“Tunggu aku!!” teriak Lintang. Dia berusaha mengejar yu Rah dan mengambil botol jamunya yang berisi kunyit asem dan akan disiramkan pada Alien dibelakangnya.
Tanpa disadari, Alit menjulurkan permen gulalinya dan diarahkan pada makhluk Alien itu. Alien-Alien itu ketakutan dan melindungi dirinya dengan lengan tangannya. Ternyata energi yang terpancar pada gulali itu membuat para Alien takut. Dan mereka pergi menjauh. 
Saat itu Lintang berhasil meraih botol jamu milik yu Rah. Tapi herannya kenapa semuanya berhenti berlari? Lintang heran lalu dia melihat ke belakang. Ternyata para Alien sudah tidak ada dibelakangnya lagi.
“Kemana para Alien itu? Kenapa mereka pergi? Padahal aku belum menyiram jamu ke arah mereka,” ucap Lintang nggak percaya.
“Untuk apa kamu siram dengan jamuku?” tanya yu Rah heran. Yang lain pun juga ikut heran.
“Kalian ingat kan film Evolution? Disitu makhluk ruang angkasa hancur oleh sampo anti ketombe,” cerita Lintang.
“Itu dengan sampo. Lalu apa kesamaannya dengan jamunya yu Rah?” tanya paklek Kres.
“Yu Rah pernah cerita kalau kunyit juga bisa menghilangkan ketombe. Berarti unsur yang ada dalam jamu ini bisa juga untuk membunuh para Alien itu,” lanjut Lintang.
“Hati-hati. Nanti siapa tau malah membuat Alien itu jadi kuat,” sela Andaru.
“Tapi anehnya sebelum aku siram, para Alien tadi sudah pergi duluan,” Lintang heran.
“Aku lihat para Alien itu ketakutan saat Alit mengacungkan permen gulalinya,” jelas mas Gogor.
“Mana mungkin?” Lintang berpikir sejenak. Lalu dia punya ide. “Kalau begitu bagaimana kalau masing-masing membawa gulali untuk melindungi diri?”
Semua saling pandang. Tapi kemudian saling menggangguk.
Lintang membuka tas kresek hitam di tangan Alit dan mengeluarkan gulali-gulali di dalamnya. Dilihatnya hanya ada empat gulali.
“Hanya ada empat. Bagaimana ini?” ucapnya.
“Aku tidak usah. Karena aku ada clurit untuk melindungi diriku,” sela mas Gogor.
“Aku juga tidak usah. Aku ada jamu untuk mengusir mereka,” yu Rah menimpali.
“Baiklah kalau begitu gulali ini untuk pak haji, Andaru, dan paklek Kres. Sisa satu,” Lintang membagikan gulali itu lalu menyimpan sisanya kembali di tas kresek.
Lalu mereka kembali berjalan.
Tak lama mereka sudah berada di ujung jalan. Dan di depannya adalah ruang yang lebih terang. Andaru menyuruh lainnya berhenti. Dan dia masuk ke ruangan itu. Setelah nanti dirasa aman, Andaru akan memanggil yang lainnya. Dan mereka kini istirahat di tempat itu.
Andaru duduk dekat mas Gogor.
“Terus terang aku takut mati. Kalaupun itu terjadi, paling tidak aku bisa hidup kembali di jaman yang serba mudah,” curhat mas Gogor.
“Aku rasa jaman sekarang sudah memasuki area serba mudah,” sela Andaru. “Transaksi uang sangat mudah bahkan mungkin suatu saat nanti manusia menggunakan uang digital. Hanya cukup membawa kartu dan tidak perlu membawa uang tunai atau satu kotak mata uang emas. Dunia seakan sempit dengan kehadiran handphone dan internet. Kita bisa tau isi dunia tanpa kita bersusah payah petualang dan menghabiskan uang. Mungkin suatu saat buku pun akan punah dan tergantikan dengan alat digital yang super ringan.” 
“Aku ingin mati dengan normal. Yaitu dimandikan dan disholati supaya suci dan akhirnya masuk surga,” ucap Lintang kemudian.
Mas Gogor menyela, “Aku tidak ingin seperti itu. Aku terlahir tidak dengan diadakan ritual pesta. Meskipun aku nanti mati tanpa ritual, bagiku itu tidak penting.”
“Kira-kira kita bisa masuk surga apa tidak ya, pak haji?” tanya Lintang pada pak haji Imam.
“Pasti. Kita di sini adalah teraniaya. Dan kalau kita nanti jatuh bersama pesawat ini itu berarti kita mati sahid karena kita tertimpa bencana,” jelas pak haji Imam.
“Jangan terlalu bermimpi melihat surga,” potong Andaru. “Surga adalah langit. Sedangkan neraka adalah jurang. Aku tidak mau membuang waktuku untuk menghabiskannya tersenyum sepanjang hari melihat langit. Aku tidak akan terbang ke langit atau terjun ke jurang. Yang aku inginkan adalah tetap berdiri di atas tanah dan airku saja. Sekarang aku masih ingin menginjakkan kakiku lagi di atas tanah bumi negeriku sendiri.”
Lintang lalu mendekati pak haji Imam dan berbisik di telinganya. 
Lalu pak haji Imam berbicara, “Ayolah kita berdoa bersama supaya kita semua masuk surga.”
Semua berkumpul mendekati pak haji Imam. Kecuali Andaru dan mas Gogor.
Pak haji Imam melihatnya, “Ayolah berdoa bersama kami. Apakah kamu tidak ingin masuk surga?” pak haji Imam berusaha merayu.
“Aku bisa masuk surga dengan caraku sendiri,” tolak Andaru.
“Mungkin surga kita berbeda tempat,” mas Gogor menimpali. “Kalau pun jadi satu, apa kalau aku masuk surga maka pak haji akan menyeretku ke neraka. Atau mungkin bila aku masuk neraka pak haji akan menyeretku ke surga dengan doa itu. Itu tidak mungkin. Jadi berdoa sendiri-sendiri saja.”
Akhirnya pak haji Imam dan yang lainnya tidak menggubris Andaru dan mas Gogor dan melakukan doa yang dibacakan pak haji Imam dan yang lain hanya bilang “amin”.
Selesai acara berdoa, mereka pun kembali istirahat. Saat itu Lintang berpikir untuk merusak pesawat itu biar hancur. Di tempat itu dia melihat pipa panjang. Dan Lintang berpikir untuk memutusnya.
Saat itu Andaru kembali menyisir tempat itu. Dia meninggalkan yang lainnya dan memeriksa sekelilingnya.
Saat Andaru pergi, Lintang memanggil mas Gogor.
“Mas. Bisa potong kabel ini,” perintah Lintang langsung dituruti oleh mas Gogor tanpa berpikir panjang. Tapi ternyata susah sekali untuk diputus. Clurit yang dibawanya seakan tak mempan.
“Kabel ini susah diputus. Ini sejenis karet lentur sekuat baja,” jelas mas Gogor.
“Kalau kabelnya tidak bisa di putus paling tidak aliran bahan bakarnya dibocorkan,” seru Lintang.
Lintang mencari tempat mengalirnya bahan bakar. Lalu dia menemukannya. Bahan bakar itu seperti gel berwarna hijau dan bersinar. Tertutup oleh bahan transparan seperti kaca atau mika.
“Coba mas Gogor pecahkan pipa transparan ini,” perintah Lintang. Mas Gogor lalu berusaha menusuknya dengan ujung cluritnya. Tapi tidak berhasil.
“Tidak bisa ditembus. Pipa ini kuat sekali seperti besi,” mas Gogor menyerah.
Lintang berpikir lagi. Dia lalu mencari asal bahan bakar itu berada. Dan dia menemukannya. Dibukanya tutup tempat bahan bakar itu. Lalu dia meminta yu Rah untuk mencampur jamunya itu dengan bahan bakar itu. Yu Rah pun nggak tau apa tujuan Lintang mencampur bahan bakar dengan jamunya. Apa jamunya seperti bensin campur?
Saat Lintang menuang jamu di tempat bahan bakar, tiba-tiba Andaru datang dan menampiknya hingga botol jamu itu terjatuh. 
“Bodoh!! Kita bisa mati semua!” seru Andaru marah. “Apa maksudmu?” 
Untungnya botol jamu itu tidak terbuat dari kaca. Itu cuma botol plastik. Sehingga yu Rah mengambilnya kembali.
“Ya supaya para Alien repot dan kita dikembalikan ke bumi,” jawab Lintang.
“Tapi bukan begitu caranya! Kita bisa negosiasi dengan para Alien!” Andaru sedikit berteriak.
“Sekarang siapa yang goblok?! Alien kan bisu. Lagian kita nggak tau bahasa mereka. Bagaimana mau negosiasi,” Lintang nggak mau kalah.
“Sudahlah. Terserah kamu. Yang jelas aku belum ingin mati,” Andaru masa bodoh.
Yang lain pun bengong memandangnya.



XIII

Mereka bertujuh lalu kembali berjalan. Sepertinya mereka tidak ingin menghindari para Alien. Bahkan Andaru ingin mereka bisa bertemu dengan para Alien untuk bernegosiasi.
Mereka lalu sampai di depan lorong yang ujungnya bersinar terang sekali. Sesampainya diujung ternyata ada ruangan besar sebesar aula. Ternyata itu pusat ruang kendali. Banyak sekali para Alien. Seakan memang di sana tempat mereka kumpul.
“Oke. Kita berani masuk atau tidak?” tanya Andaru pada yang lainnya.
Semuanya menggangguk.
“Baik. Kita jaga diri masing-masing. Jangan berbuat sesuatu hingga membuat para Alien itu marah. Atau kalau tidak kita pasti dimutilasi oleh mereka,” ucapan Andaru mungkin membuat semuanya bingung. Apa arti mutilasi? Mereka kan orang udik. Kecuali Lintang.
Lalu mereka bertujuh pun masuk ke ruangan itu beramai-ramai. Mereka berjaga-jaga dengan permen gulali. Sedangkan mas Gogor dengan clurit.
“Maaf! Kami mengganggu sebentar!” ucapan keras dari Andaru mencuri perhatian para Alien. Para Alien memandang ke arah tujuh orang itu. Para Alien berusaha mendekati mereka. Tapi setelah diacungkan permen gulali, mereka ketakutan. 
“Waw! Hebat sekali energi dari permen gulali ini. Mereka ketakutan!” seru pak haji Imam nggak percaya sambil masih tetap mengacungkan permen gulali.
Mereka bertujuh lalu berusaha mendekati pusat kendali. Di tempat kendali ada layar hologram dan terdapat gambar bumi. Dan keberadaan pesawat itu jauh dari bumi. Andaru berusaha mengusir para Alien yang mengendalikan tempat kontrol. Sesampainya Andaru di meja keyboard tempat kendali dia bingung. Karena tombol-tombol itu berbentuk digital dan hurufnya asing baginya.
“Bagaimana ini? Aku tidak tau cara mengendalikannya,” seru Andaru. Lalu Lintang mencoba menggantinya. Tapi tetap tidak tau juga. Ini lain dari dalam mimpinya ketika menyetir pesawat UFO.
Saat itu ada beberapa Alien yang coba-coba berontak dan mendekati mereka.
“Hei. Sepertinya mereka akan marah,” ucap mas Gogor.
Lintang berusaha mencari akal. Dia lalu meminta kue intip pada paklek Kres. Semuanya tidak paham tujuan Lintang. Apa kemungkinan dia lapar? Tapi disaat begini?
Paklek Kres memberikan kue intipnya pada Lintang. Lintang lalu meremasnya dan dilempar ke arah lantai.
“Goblok! Apa maksudmu?!” Andaru marah dengan kelakuan Lintang. Semua para Alien menjauhi butiran dari kue intip itu.
“Kamu tau tidak. Saat kita kemping, kita disuruh menebar garam,” jelas Lintang.
“Lalu untuk apa? Lagian itu kue intip. Bukan garam,” tanya Andaru.
“Garam untuk mengusir hewan liar terutama ular dan makhluk halus. Sedangkan kue intip ini punya kemiripan dengan garam,” jelas Lintang lagi.
“Otakmu ternyata mulai beku lagi, ya? Kalau kita tidak bisa menggendalikan pesawat ini, otomatis kita minta tolong mereka para Alien,” Andaru mulai marah.
Lintang diam saja. Dia merasa bersalah.
“Ayo, bersihkan butiran kue intip ini!” perintah Andaru pada Lintang. Tapi bukan hanya Lintang. Yang lainnya kemudian membantu membersihkannya.
Setelah bersih, salah satu Alien mendekati Andaru. Sepertinya dia adalah pemimpin di pesawat UFO itu. Alien itu hanya diam. Tapi dia berkomunikasi dengan Andaru dengan cara telepati. Andaru pun seakan mengerti pesan yang disampaikan pemimpin Alien melalui telepati pikiran. 
Andaru lalu memberi isyarat supaya pesawat itu kembali ke bumi. Alien itu mengerti maksud Andaru tapi dengan syarat supaya Andaru dan yang lainnya membuang permen gulali dari dalam pesawat mereka. Mungkin para Alien takut dengan kandungan gula yang terdapat di permen gulali itu. 
Sebenarnya Andaru sedikit ragu dengan kesepakatan itu. Barangkali saja setelah semua gulali musnah, malah dia dan yang lainnya akan dibantai atau dimutilasi. Tapi Andaru berpikir positif saja. Tidak semua gulali dia kumpulkan. Masih sisa satu yang ada di tas kresek hitam ditangan Alit tidak dia ikut sertakan. Toh para Alien itu tidak melihatnya. Ya, itu hanya untuk jaga-jaga saja apabila para Alien ingkar.
Satu persatu gulali dimasukkan ke dalam saluran lubang pembuagan yang tembus keluar pesawat. Setelah semua gulali musnah, pesawat diprogram lagi menuju ke bumi. Dari layar hologram terlihat kalau pesawat kembali dan mendekati bumi.
Ketujuh orang itu pun bersorak.
“Horeeeee!”
Semuanya saling berpelukan. Rasanya senang bisa kembali ke bumi. Pesawat pun meluncur ke bumi dengan cepat. Kira-kira satu jam kemudian waktu pun berlalu. Dan kini sudah memasuki atmosfir. Namun tiba-tiba semua lampu pada pesawat UFO padam. Ini mungkin disebabkan Lintang memasukkan cairan jamu ke dalam saluran bahan bakar. Rasanya Lintang menyesal. Seandainya tidak dimasukkan, maka semuanya bisa mendarat ke bumi dengan tenang. Tapi semua sudah terlanjur terjadi.
Tiba-tiba semua lampu pada pesawat padam. Semua menjerit dan suara Alit paling keras. Hanya terlihat tombol-tombol digital warna-warni pada meja keyboard kendali yang menyala. Ada salah satu tombol yang bersinar paling terang. Salah satu makhluk Alien menekannya. Lalu muncul di tengah ruangan banyak titik-titik bola yang makin membesar. Itu adalah gelombang elektromagnetik yang seakan sekelilingnya ada aliran listrik tegangan tinggi yang siap menyengat. Para makhluk Alien masuk ke dalam bola-bola elektromagnetik besar berwarna kuning itu. 
Lintang mulai berpikir, jangan-jangan itu adalah mesin waktu atau sejenisnya. 
Andaru berteriak, “Segera masuk ke bola-bola penyelamat itu! Itu alat penyelamat awak pesawat!”
Tapi Lintang mencegahnya, “Jangan! Itu jebakan. Kita akan masuk ke dimensi lain bila memasukinya!”
Semuanya diam sejenak. Dan seakan bingung.
“Masa bodoh denganmu!” Andaru menarik dan menggendong tubuh Alit. Lalu berlari menuju ke dalam salah satu bola besar elektromagnetik itu. Semua mengikuti Andaru dan bersama pula mencoba masuk ke bola pelindung itu. Mas Gogor dan paklek Kres yang duluan tiba-tiba terpental dan tidak bisa masuk ke dalam bola besar itu. Mas Gogor mencoba membuka bola itu dengan cluritnya. Tapi gagal. Bola besar itu tidak bisa ditembus. Semuanya panik. Sedangkan Lintang hanya diam terpaku.
“Mungkin bola besar itu diciptakan bukan untuk manusia!” seru Lintang menebak.
Andaru berpikir sejenak. Lalu dia teriak, “Tidak! Itu karena penuh. Coba cari yang kosong.”
Lalu pak haji Imam mencoba masuk pada bola besar di sebelahnya. Dan berhasil masuk.
“Lihat!! Pak haji bisa masuk. Cepat cari yang kosong lainnya!” Andaru berteriak.
Semuanya berpencar dan mencoba masing-masing untuk masuk ke dalam bola besar yang masih ada. Semuanya sudah berhasil masuk. Tinggal Andaru, Alit, dan Lintang yang belum masuk. Sebelum masuk ke dalam bola besar itu, Andaru masih sempat melihat ke arah Lintang di belakangnya. Seakan menunggu Lintang supaya ikut masuk.
Akhirnya Lintang tidak peduli. Mau masuk ke dimensi alam para Alien dan hidup di sana, nggak masalah. Yang penting tidak mati sekarang. 
Pesawat makin keras berguncang. Ledakan dan sengatan listrik ada dimana-mana. Lintang segera berlari menuju bola pelindung itu. Andaru menyambutkan tangan kirinya untuk menggenggam tangan Lintang. Lintang pun menyerahkan tangan kanannya. Akhirnya mereka masuk sambil bergenggaman tangan. Lintang bersama Andaru dan Alit berhasil masuk. Saat mereka masuk, ternyata bukan cuma mereka bertiga. Tapi sudah ada tiga makhluk Alien di dalam ruangan bola besar itu. Para Alien itu memandang tajam ke arah Lintang dan Andaru. Tapi mereka tidak berusaha mengusir Lintang, Andaru maupun Alit.
Lintang dan Alit terlihat ketakutan.
“Sudahlah, jangan berprasangka buruk. Alien-Alien itu tidak akan melukaimu,” Andaru menenangkannya. “Aku rasa kurang tepat apabila mereka berkelahi dengan kita pada saat seperti ini. Karena mereka juga ingin hidup.”
Pesawat UFO berguncang dan sepertinya menukik dan meluncur ke permukaan bumi. Andaru tidak hanya memeluk Alit. Dia mencoba menggengam tangan Lintang.
Pesawat seakan mendarat secara paksa. Badan pesawat menabrak tanah di bumi dan terjadi ledakan yang keras.
Benar kata Andaru, ledakan besar dan api di mana-mana tidak melukai awak pesawat yang berada di bola besar berwarna kuning yang Andaru namakan bola pelindung. 
Lalu suasana pun hening sejenak.
Gelombang elektromagnetik bola pelindung itu pun lama kelamaan redup dan akhirnya menghilang.
Seisi awak pesawat menyadari kalau sedang berada di tengah padang yang sangat luas. Terlihat puing-puing pesawat masih menyalakan api. Suasana malam yang gelap hanya terlihat sinar bintang di langit. Tapi rasanya tempat itu sangat asing bagi para manusia Indonesia itu. Mereka terdampar di padang White Sand, New Mexico.
Tujuh manusia yang sempat keluar angkasa itu mulai lega karena bisa berada di bumi kembali. Sedangkan para Alien kelihatannya mulai sekarat karena beda habitat.
“Kalau kita punya udara di bumi ini. Kenapa kita musti mencarinya ke luar angkasa?” seru Andaru sambil menghirup udara dalam-dalam.
“Kita tidak mencari. Tapi dipaksa. Karena kita diculik,” jawab Lintang.
Tak lama orang-orang berdatangan. Tapi bukan orang Indonesia. Mereka adalah orang kulit putih dari Amerika, penduduk asli New Mexico. Dan mereka pun memberikan selimut pada ketujuh orang Indonesia itu.
Meskipun malam, orang-orang disekitar mulai berdatangan. Mungkin karena mendengar ledakan dan guncangan yang keras sekali di atas bumi dari pesawat UFO ketika mendarat. Dan keesokan paginya malah lebih ramai. Ada banyak polisi dan agen FBI. Daerah itu pun diamankan dan diberi garis pengaman. Beberapa peneliti dan profesor melakukan penyelidikan terhadap makhluk-makhluk Alien yang sempat mendarat ke bumi. Makhluk-makhluk itu diamankan supaya tidak ada orang yang tau. Ketujuh orang Indonesia itu juga diselamatkan bahkan mereka dibawa ke pusat pemerintahan Amerika. Mereka mendapat perlakuan istimewa. 
Meskipun dirahasiakan. Tapi akhirnya para wartawan Amerika pun mencium berita tentang jatuhnya pesawat UFO bersama awaknya. Yaitu para Alien dan orang-orang Indonesia. Lalu ketujuh orang Indonesia ini diwawancarai banyak stasiun televisi Amerika. Bahkan Oprah Winfre pun mengundang mereka. Andaru yang selalu menjawab semua pertanyaan wartawan dan pemandu talk show mewakili rekan-rekannya sekaligus penerjemah karena yang lain tidak bisa berbahasa Inggris. Berita ini pun terdengar sampai ke Indonesia bahkan dunia.
“Aku tidak kecewa karena tidak bisa wawancara dengan Krisdayanti. Tapi aku dapat gantinya yaitu diwawancara oleh Oprah Winfre. Waw! Rasanya tidak bisa dipercaya,” ujar Andaru kegirangan selesai wawancara dengan Oprah Winfre. 
Enam orang Indonesia lainnya mungkin juga segirang Andaru. Bahkan yu Rah kini lebih beken dibandingkan dengan para Diva Indonesia. Bagaimana tidak? Dia masuk di banyak stasiun televisi dunia bahkan majalah Amerika. Mungkin dia bisa disejajarkan dengan Celline Dion.
“Sesampainya di Indonesia aku akan membuat VCD tentang wawancara exclusiveku dengan Oprah Winfre. Kalau misalnya VCDku dibajak. Aku rela,” Andaru mulai berkhayal. 
“Tapi sayangnya tidak akan ada pembajak yang mau membajaknya. Karena nanti nggak bakalan laku,” sela Lintang sambil menahan ketawanya.
Setelah keliling Amerika, akhirnya tiba juga untuk pulang kampung ke Indonesia.
Dengan naik pesawat, Lintang dan enam orang lainnya pulang ke negeri asalnya di Indonesia. Dilihatnya Alit, adik kecil yang duduk disampingnya sedang makan gulali yang masih tersisa. Lintang geli mengingatnya. Rasanya pengen ketawa tapi ditahannya. Ternyata makhluk Alien takut pada gulali. Bukannya pistol berpeluru atau Bazoka. Juga menghancurkan mesin onderdil pesawat tanpa susah payah dan mengeluarkan banyak tenaga. Hanya dengan air jamu dan dimasukkan ke saluran kabulator, pesawat sudah kehilangan kendali. 
Saat Lintang menahan senyum, tangannya menyentuh bibirnya sendiri. Tapi rasanya ada yang lain. Ada yang aneh pada jari dan seluruh kulit tangannya. Dia perhatikan tanggannya jadi berwarna abu-abu. Lintang mencoba mengambil cermin di kotak make upnya. Dan dia mulai melihat wajahnya sendiri.
Hah!! Mengapa kulit wajahku berubah warna menjadi abu-abu? pikir Lintang dalam hati. Dia mencoba melotot. Terlihat bola matanya semakin melebar persis seperti mata Alien. Ya ampun! Mungkin aku akan bermetamorphosis menjadi Alien dan nantinya beramai-ramai manusia akan memberantasnya? pikir Lintang sangat panik.
Lintang ketakutan sendiri. Bagaimana nanti kalau ada orang lain yang melihat bentuk baruku? pikir Lintang dan segera mencari selimut dan menutup seluruh tubuhnya. 
Karena curiga dengan kegelisahan Lintang, seorang pramugari pesawat itu mendekati Lintang dan mencoba memeriksa.
“Anda sakit, nona?” tanyanya ramah.
Lintang semakin senewen.
“Tidak! Tidak! Pergi saja!” dia mengusir pramugari itu. 
Karena merasa tidak dibutuhkan, maka pramugari itu pergi dari hadapan Lintang yang tertutup selimut. Lintang sedikit lega. Lama kelamaan dia lelah. Dilihatnya dari jendela, warna langit gelap. Permukaan bumi di bawah sana terlihat indah dengan kelap-kelip lampu-lampu kota. Tak sadar Lintang pun tertidur. Malam itu pun terlewati dengan tidurnya yang nyenyak.
Paginya Lintang terbangun dari lelap tidurnya saat Alit menarik selimutnya. Kemudian datang seorang pramugari mendekati Lintang. 
“Selamat pagi. Nyenyak sekali tidurnya. Mau sarapan, nona Alien?”
Apa?! Dia memanggilku dengan sebutan NONA ALIEN?! Apa aku sudah berubah penuh menjadi makhluk Alien? Apa ini diakibatkan karena aku memakan pil buatan para Alien? pikir Lintang kaget dan bingung. Lintang mencoba melihat tangannya sendiri. 
Hah!! Lintang hanya memiliki empat jari yang panjang dan berwarna abu-abu. Di pergelangan tangannya terdapat borgol berantai. Dilihatnya dibawah kakinya yang berjumlah empat jari juga diborgol rantai.
Kemudian datang beberapa anggota polisi dan agen FBI mengerumuni Lintang dan diantaranya membawa senjata listrik yang siap menyengat Lintang. 
Apa yang akan mereka perbuat? Pasti mereka akan melumpuhkan aku atau mungkin membunuhku? Aku tidak mau hal itu terjadi, pikir Lintang. Hati Lintang tidak karuan.
Tapi alat listrik sudah siap menyengat di depan hidung Lintang yang sekarang pesek bahkan tanpa hidung. Lintang meronta sekuat tenaga.
“Bye.. bye nona Alien.” Beberapa alat listrik mulai menyengat. 
Lintang langsung berteriak, “Tidaaaaak!!”


XIV

Lintang terbangun. Dia kaget dan langsung memeriksa tangannya dan memegang wajahnya. Ternyata itu hanya mimpi. Dia bermimpi menjadi makhluk Alien. Bagaimana rasanya menjadi Alien sungguhan. Dia akan bernasip sama seperti Nawang Wulan yang tidak diterima oleh negeri kahyangan maupun negeri manusia. Jadinya bingung. Mau ke bumi kok berbentuk Alien. Mau ke luar angkasa tapi repot mau naik apa. Lagian belum tentu diterima oleh bangsa Alien. Terus dia musti belajar bahasa Alien lagi. Mending belajar bahasa Inggris atau Arab.
Tak lama ada peringatan dari pramugari bahwa pesawat akan mendarat. Tak lama pesawat take off. Rombongan “astronot” dari desa Kediri itu telah sampai di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Mereka dikawal banyak bodyguard dan anggota FBI karena nantinya mereka akan disambut puluhan wartawan dari dalam negeri maupun luar negeri. Mereka berjalan menuju keluar dari pesawat.
 “Mengapa kita tidak diturunkan di bandara Surabaya saja? Kan lebih dekat dengan rumah kita,” tanya yu Rah pada Lintang.
“Karena kita akan disambut oleh Presiden sebab kita adalah orang pertama yang dari Indonesia yang bisa pergi ke luar angkasa,” jawab Lintang.
“Wah, kita seperti Dokter Pratiwi saja. Sayangnya dia tidak jadi berangkat ke luar angkasa sampai sekarang,” ucapan yu Rah mungkin bikin Lintang bingung. Siapa Dokter Pratiwi itu? Karena Lintang belum lahir saat itu.
“Meskipun angkasa lebih indah. Meskipun kota New Mexico lebih asri. Meskipun negeri Amerika lebih canggih. Tapi aku lebih cinta bumiku. Bumi Indonesia. Seandainya aku disambut seorang gadis yang aku cintai,” ucap Andaru. Lintang yang mendengarnya langsung memandang sengit ke arah Andaru.
Andaru pun melirik ke arah Lintang. Mungkin Lintang merasa ge-er.
Lalu dengan tenang Andaru bilang, “Maaf. Yang aku maksud bukan kamu. Dan sepertinya aku nggak bisa mencintaimu.”
Lintang langsung panas, “Heh! Seharusnya aku yang bilang begitu!”
Belum sempat mereka bertengkar, mereka disambut puluhan kilatan dari kamera para wartawan di bawah tangga pesawat. Ketujuh “astronot” itu melambaikan tangannya menerima sambutan para wartawan. Rasanya nggak percaya. Mereka hanya orang udik yang belum pernah ke kota besar dan dikerumuni para wartawan seperti selebritis. Mungkin, kecuali Lintang dan Andaru. 
Ketujuh orang spesial itu kesulitan berjalan keluar dari ruang kedatangan. Antusias masyarakat besar sekali ingin melihat mereka. Tempat untuk jumpa pers pun sudah dipersiapkan. Puluhan pertanyaan menghampiri mereka.
Diantara kerumunan para wartawan ternyata datang orang yang spesial di bandara itu. Yaitu Bunga Irawan, seorang artis film top. Kedatangannya disambut kilatan lampu para wartawan. Lalu dia langsung memeluk Andaru. Rasanya Lintang tidak percaya. Apakah dia orang yang dicintai Andaru? pikir Lintang. Andaru pun tersenyum culas memandang Lintang. Lintang mungkin merasa minder, sakit ati, dan sedikit cemburu. Mungkin. Bagaimana tidak. Andaru melepaskan Lintang dan ternyata dapat Bunga Irawan, artis beken peraih piala citra. Ikan teri lepas, lalu dapat ikan paus. 
Aaah! Rasanya Lintang ingin melempar sesuatu atau memecahkan barang pecah belah ke arah lantai buat pelampiasan. Tapi akan malu karena masih banyak wartawan di sekelilingnya.
“Lintang, kenalin orang spesialku ini,” Andaru mencoba pamer pada Lintang sambil menahan senyumnya. Sekarang dia yang menang.  
“Sudah kenal,” Lintang berkata singkat tanpa ada rasa bersahabat pada Bunga.
“Mungkin kamu ingin bertemu cowok spesialmu?” tawar Bunga.
“Mana?!” Lintang langsung girang. Dia berpikir kalau Tiko ada di sini.
Bunga Irawan lalu keluar dari kerumunan. Lalu dia kembali dan menggandeng Permadi Setiawan, pembalap motor juara dunia.
Hah! Permadi? Dia kan mantan pacarnya Bunga, pikir Lintang. Meskipun Permadi orang hebat tapi rasanya Lintang sedikit kecewa karena bukan Permadi yang dia inginkan. Tapi Tiko.
“Hai,” Permadi menyapa Lintang dan bersalaman dengannya.
Lintang menunjukkan wajah kecewa.
“Nggak usah kecewa. Mungkin aku bisa mempertemukanmu dengan cowok pengemarmu,” hibur Permadi.
Siapa lagi? Pasti bukan Tiko. Paling cuma penggemar biasa. Lintang tidak berharap lagi bertemu siapa-siapa.
Permadi lalu keluar dari kerumunan. Lalu dia kembali dengan seorang pria. Setelah Lintang melihatnya, dia langsung teriak dan memeluk cowok itu. Ya. Dia adalah Tiko.
“Tikoooo!” Lintang tidak mau melepaskan pelukannya. Semua wartawan pun langsung memotretnya. Kini Lintang dan Tiko seperti pasangan selebritis yang diburu wartawan.
“Bagaimana kamu bisa sampai di sini?” tanya Lintang.
“Berkat dia,” Tiko menepuk pundak Permadi. 
Lintang heran dan mengernyitkan keningnya. 
“Bagaimana bisa?” tanyanya.
“Ya. Karena Permadi beberapa saat yang lalu mencari pembalap motor amatir dari daerah. Aku mencoba melamar. Lalu aku dites dan lulus. Akhirnya sekarang aku di sini. Besok aku akan ikut lomba balap motor di sirkuit Sentul. Sekalian menemui kamu,” cerita Tiko.
“Waw, hebat! Sekarang kamu bukan sekadar pembalap Tong Setan. Tapi pembalap motor kejuaraan,” Lintang kagum sekali. Pasti ayah dan ibunya mau melamarkan dirinya dengan Tiko.
Tak lama datang Menteri Luar Negeri yang menyambut rombongan “astronot” dari Kediri itu. Dan dikabarkan Presiden sedang sibuk meresmikan peluncuran kapal tempur baru di pabrik kapal di Surabaya. Jadi tidak bisa datang dan digantikan oleh Menteri Luar Negeri. Dia memakaikan kalung bunga pada ketujuh orang “astronot” itu. Termasuk si kecil Alit. Lalu ketujuh orang itu dipersilahkan duduk di kursi kehormatan. Bukan mereka yang ngasih komentar pada wartawan, tapi Menteri Luar Negeri itu yang berdiri di stadium dan bercerita ngalor ngidul.
Kenapa Menteri Luar Negeri yang menyambutku? Kenapa bukan Menteri Luar Angkasa atau paling tidak Menteri Riset dan Teknologi? Ini kan urusan luar angkasa. Amerika Serikat aja punya NASA. Kenapa kita tidak? Amerika Serikat semua bagiannya sudah terurusi. Kesejahteraan anak dan orang miskin. Kesehatan manusia bahkan hewan dan tanaman. Kesenian dan budaya. Mereka malah bisa menguasai dunia dengan budaya melalui musik dan film. Juga tentang prinsip dan gaya hidup. Jadi mereka kurang kerjaan sampai akhirnya ruang angkasa yang diurusin. Lintang terus saja menggerutu.
Selesai ngasih komentar, Menteri Luar Negeri itu menyalami ketujuh “astronot” lalu pergi meninggalkan mereka dengan mobil dinasnya. Iya. Dia kan jam terbangnya tinggi. Jadi nggak sempat beramah tamah dulu. Mungkin dia lebih baik ngurusin para TKI saja yang kini bikin dia pusing.
Untungnya Lintang dan yang lainnya belum sempat dibawa ke hotel. Karena rombongan keluarga dari Kediri datang. Ayah dan ibunya Lintang datang naik mobil sewaan Ayahnya Andaru. Lintang mulai cemas. Moga-moga saja mereka tidak mengadakan kesepakatan untuk menunangkan anaknya.
Di mobil yang lain ada ibunya Alit, ibunya mas Gogor dan keluarga yu Rah, paklek Kres dan pak haji Imam yang seperti rombongan pengantar naik haji. Banyak banget. Lalu mereka nanti menginap di mana ya? Kan jatah hotel hanya untuk ketujuh “astronot” saja. Ah! Pasti ada sponsor yang mau bayarin akomodasi mereka.
Ternyata benar. Rombongan keluarga para “astronot” dan semua kebutuhannya ditanggung oleh milyarder dari Jakarta yang simpati pada para “astronot” Indonesia ini. Mereka diinapkan di hotel berbintang lima. Tidur dan makan di hotel secara gratis. Saat makan malam bersama, semua saling bercengkrama dan bercerita satu sama lain. Kini Lintang mengamati semua orang-orang udik itu. Yang jadi perhatian Lintang, mengapa ibunya Alit tidak ikut tersedot oleh pesawat UFO waktu itu. 
Lintang pun mendekati ibunya Alit sambil membawa piring berisi makanan. Lintang menyapa dan tersenyum pada ibunya Alit yang sedang menyuapi anaknya.
“Bagaimana ibu bisa lolos dari sinar penyedot yang berasal dari pesawat UFO itu dan tidak tersedot ke dalamnya?” tanya Lintang.
“Saat itu aku berlari dan tercebur ke dalam got hingga tubuhku penuh dengan lumpur. Anehnya sinar dari pesawat UFO itu tidak bisa menyedotku ke atas,” cerita ibunya Alit. Jadi ingat film Predator. Saat itu Arnold Schwarzenegger tidak terlihat oleh mata monster Predator itu, karena tubuhnya tertutup lumpur. Apa mungkin seperti itu?
Acara makan malam pun selesai. Semua rombongan dari Kediri akhirnya menuju ke kamarnya masing-masing dan istirahat.
Lintang satu kamar dengan ayah dan ibunya.
“Kenapa Dede tidak ikut, bu?” tanya Lintang pada ibunya.
“Adikmu tidak mau bolos sekolah. Dia masih berat sama teman-temannya. Mungkin mau mengadakan pertandingan volly persahabatan lagi,” jawab ibunya.
“Lalu bagaimana dengan ayah. Apakah ayah juga bolos kerja?” tanya Lintang pada ayahnya.
“Tidak. Ayah ambil cuti. Sekalian ayah mau berlibur,” jawab ayahnya.
“Kan ayah sudah liburan di Bali?”
“Kalau itu bukan liburan. Di sana ayah sibuk kerja. Nggak ada waktu untuk jalan-jalan. Lagian di Jakarta ayah ingin melihat Monas.”
Ayah dan ibunya Lintang mulai menguap. Mereka lalu berangkat tidur di spring bed hotel. Sedangkan Lintang memilih tidur di sofa. Setelah ayah dan ibunya tidur, tiba-tiba ada suara telpon. Lintang pun mengangkatnya.
“Halo.”
“Lintang, ya?”
“Ya. Ini siapa?”
“Aku Tiko.”
“Waw, Tiko. Kamu di mana?” ucap Lintang bersemangat.
“Aku sedang makan malam bersama Permadi, Bunga, dan Andaru. Di restoran bintang lima. Semua yang ada di sini lezat-lezat. Kamu nggak pengen?”
“Pengen sih. Kenapa kamu nggak ngajak aku?”
“Ini acara dadakan. Tanpa rencana. Andaru yang ngajak.”
“Ya udah. Nggak pa-pa. Lagian di situ ada Andaru. Aku jadi nggak nafsu,” Lintang sedikit down.
“Lagi ngapain sekarang?”
“Mau tidur.”
“Tapi sebelum kamu tidur, aku ingin mengingatkan kalau besok aku ikut lomba balap motor di sirkuit Sentul. Jangan lupa datang, ya. Apa kamu perlu dijemput?”
“Boleh juga. Tapi jangan sama Andaru, ya.”
“Lho, kenapa? Mobil yang untuk jemput itu mobilnya Andaru.”
Lintang langsung lemes dan akhirnya pasrah. “Ya udah, deh. Nggak pa-pa.”
“Oke. Siap-siap untuk besok, ya.”
“Ya,” Lintang lalu menutup telponnya dan kembali ke sofa. Sepanjang malam dia tidak bisa tidur dan terus saja memikirkan Tiko. Lintang melihat ke arah jam dinding. Dia berharap jarum jam berputar lebih cepat supaya bisa segera melihat Tiko beraksi di perlombaan balap motor di sirkuit Sentul besok.
Lintang akhirnya tertidur juga. Dan pagi keesokannya dia benar-benar dijemput juga oleh Tiko di hotel. Saat masuk ke dalam mobil sudah ada Permadi, Bunga, dan Andaru. Mereka menyapa ramah pada Lintang. Kecuali Andaru. Karena dia tau betapa sakitnya kalau Lintang tiap kali menunjukkan muka ketusnya.
Tak lama mereka pun sampai di sirkuit Sentul. Permadi dan Tiko masuk ke ruang ganti dan memakai pakaian dan helm balapnya. Kemudian Tiko keluar dan ingin menemui Lintang sebentar. Tiko kelihatan keren memakai baju balap. Lintang rasanya ingin memeluk terus dan tidak ingin dilepasnya. 
“Aduh, aku nggak bisa napas!” teriak Tiko supaya Lintang melepaskan pelukannya.
Lintang tidak melepas-lepas pelukannya. Tapi langsung dilepas ketika mendengar Tiko kentut.
“Tuh kan. Itu akibat kamu terlalu keras menekan perutku. Jadinya semua angin di dalam badanku keluar,” ucap Tiko santai. Lintang sedikit menjauh tapi tidak menutup hidungnya. Baginya itu adalah parfum.
Lalu ada seorang montir lapangan memanggil Tiko supaya bersiap-siap ke sirkuit.
“Doakan aku,” Tiko menggengam erat tangan Lintang. Dan akhirnya dilepaskan pelan-pelan. Lintang cuma memandang dan melambaikan saputangannya ke arah Tiko.
Di belakang Lintang sudah ada Bunga yang kemudian mengajak Lintang mencari tempat duduknya.
Di atas tribun paling depan dekat garis finis akhirnya Bunga dan Lintang duduk. Di sana sudah ada Andaru yang duduk duluan. Bunga pun duduk di tengah. 
Dengan teropong kecil, Bunga mengamati motor yang dikendarai Permadi. Lalu Lintang meminjamnya untuk melihat Tiko. Ternyata Tiko berada di urutan start paling belakang.
“Wah! Nggak adil. Tiko yang pembalap pemula. Kenapa dia di urutan belakang?” protes Lintang.
“Ya kalau semua berada di depan, mana mungkin, Lin. Semua ada urutannya,” jelas Bunga.
Perlombaan belum dimulai. Semua motor balap sedang dipanaskan.
Sementara itu Lintang melihat Andaru dan Bunga saling menggenggam tangan. Mereka kira-kira pacaran apa nggak, ya? pikir Lintang penasaran.
Saat Andaru pamit beli minuman, Lintang penasaran pengen nanya.
“Kok bisa kenal sama Andaru, sih?” tanya Lintang pada Bunga.
“Kami berdua satu kampus. Andaru adalah salah seorang yang pintar dalam mata kuliah. Aku sering minta tolong pada dia. Dia pun masuk STAN juga karena dapat beasiswa. Pokoknya dia top deh. Aku simpati sama dia.”  
Simpati? Apa itu berarti mereka pacaran. Rasanya pengen nanya. Tapi kayaknya nggak etis. Itu kan urusan mereka berdua. Mau pacaran atau tidak itu urusan mereka. Lagian Andaru bukan apa-apanya Lintang.
Pas saat Andaru kembali sambil membawa minuman, perlombaan pun dimulai.
“Sori cuma bawa dua. Karena tanganku cuma dua,” Andaru hanya membawa dua minuman dan satunya diserahkan pada Bunga. Lagian kalau Lintang dibelikan juga belum tentu diminumnya.
“Nggak pa-pa. Kita minum berdua aja, ya?” Bunga menawarkan sebagian minumnya pada Lintang. Lintang hanya menggangguk saja. Sepertinya dia tidak sudi meminumnya. Bukan karena takut ketularan penyakit dari tubuh Bunga. Tapi yang beli kan Andaru. Kayaknya anti sekali deh sama Andaru.
Tak lama bendera start dikibarkan tanda perlombaan dimulai. Motor-motor itu melaju sekencang-kencangnya. Mereka saling balap, melalui rivalnya, melewati tikungan, dan harus berhasil di depan. Bunga melihat balapan dengan teropong mininya. Dia terus meneropong dan mengikuti motor milik Permadi. Semua rintangan telah terlalui. Beberapa mobil gokart sudah hampir mendekati garis finis.
Lintang, Andaru, dan Bunga menunggu motor balap siapa yang datang duluan ke garis finis. Akhirnya motor pertama yang datang adalah milik Permadi dan disusul motor balap lainnya. Bunga dan para penggemar Permadi saling bersorak. Lintang berusaha mengamati motor-motor balap itu. Tapi tak satupun motor yang dikendarai Tiko lewat. 
Setelah seperempat jam berikutnya, lewat motor balap yang dikendarai Tiko melaju pelan. Ternyata ban belakangnya kempes. Tiko hampir sampai ke garis finis. Lintang terus teriak memberi semangat pada Tiko. Tapi motor balap Tiko berjalan makin pelan dan pelan. Akhirnya hanya merambat. Dari tepi sirkuit, Lintang berseru, “Maju!.....Maju!...Maju terus!!”
Sayangnya motor balap milik Tiko tidak bisa diajak kompromi dan tidak bisa diandalkan. Akhirnya motor balap Tiko berhenti tiga meter sebelum mancapai garis finis.
Tiko menyerah dan akhirnya melepas motornya. Lalu para montir menangani motor balap Tiko dan dipinggirkan ke tepi sirkuit. 
Lintang langsung teriak kegirangan dan langsung menyambut dan memeluk Tiko.
“Kamu hebat!!” ucap Lintang keras.
“Hebat apanya? Aku kan juru kunci dalam perlombaan ini,” Tiko heran.
“Aku nggak peduli. Aku rasa kamulah pemenangnya.”
“Coba kamu lihat di sana,” Tiko menunjuk ke arah Permadi. “Yang namanya pemenang  adalah yang terdepan dan dikerumuni banyak orang. Sedangkan aku hanya pecundang tanpa penggemar. Cuma ada satu orang penggemarku yaitu hanya kamu yang mendatangiku.”
Lintang nggak kasih komentar. Dia hanya memeluk Tiko. Di depannya ada Permadi yang merangkul pundak Bunga dan Andaru. 
Semoga saja Bunga kembali pada Permadi, pikir Lintang. Jangan sampai deh Bunga jadi pacarnya Andaru. Bisa-bisa dia malah pamer pada Lintang karena Bunga levelnya jauh lebih tinggi daripada dia. Bukannya cemburu. Tapi kayaknya nggak rela kalo Andaru dapat yang lebih baik. Tapi apa pedulinya.
Kali ini Lintang ingin menghapus semua pengalamannya bersama Andaru. Dia tak ingin disekap sekali lagi di dalam pesawat UFO dengan Andaru. Cukup sekali saja. 
Lintang akhirnya berpikir, seandainya saja aku diculik pesawat UFO lagi. Tapi kali ini berdua saja dengan Tiko. Nanti di sana ngapain aja ya?

TAMAT



Tidak ada komentar:

Posting Komentar